Daerah

Nadzir Didorong Urus Sertifikasi dan Berdayakan Tanah Wakaf

Sab, 27 Agustus 2016 | 10:01 WIB

Subang, NU Online
Banyaknya kasus penggugatan ahli waris atas harta orang tua yang sudah diwakafkan dinilai sebagai lemahnya pencatatan administrasi dan pemberdayaan harta wakaf oleh nadzir (pengelola wakaf). Sebab itu, para nadzir wakaf diimbau untuk segera melakukan sertifikasi tanah wakaf.

Demikian disampaikan Kepala Bidang Penerangan Agama Islam Zakat dan Wakaf Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat Ahmad Fatoni saat menyampaikan materi pembinaan administrasi wakaf di Subang, Jum'at (26/8).

"Kalau nadzir punya sertifikat tanah wakaf, ahli waris yang menggugat ini tidak bisa berbuat apa-apa karena nadzir punya alat bukti yang kuat," ujarnya.

Proses untuk mendapatkan sertifikat tanah wakaf ditempuh melalui Kantor Urusan Agama (KUA) yang akan mengeluarkan Akta Ikrar Wakaf (AIW). Setelah AIW keluar, proses selanjutnya adalah mengajukan sertifikat tanah wakaf ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Selain itu, tidak sedikit nadzir yang mempunyai paradigma tradisional dalam pengelolaan wakaf yang hanya mengenal wakaf dalam bentuk benda tidak bergerak seperti masjid, mushala atau madrasah sehingga kemaslahatan dan kesejahteraan umat belum tercapai secara maksimal.

"Kalau ada tanah wakaf yang masih kosong, bisa dibuat bangunan, penginapan, rumah sakit, SPBU atau yang lainnya kemudian labanya itu digunakan untuk pengembangan dan pemberdayaan ekonomi umat. Tidak akan ada lagi umat Islam yang miskin. Tidak ada lagi orang minta-minta di jalan buat bangun masjid. Ini baru wakaf tidak bergerak, belum lagi wakaf bergerak," kata Fatoni bebernya di hadapan puluhan peserta kegiatan yang terdiri dari Kepala KUA se-Kabupaten Subang, nadzir, dan ormas Islam.

Jika kemampuan terbatas, nadzir bisa melibatkan dan menjalin kerja sama dengan pihak ketiga untuk mengelola harta wakaf. Adapun hasilnya nanti bisa menggunakan sistem bagi hasil.

"Kita sudah punya regulasi yang menjadi dasar dalam mengelola wakaf, yaitu UU Nomor 41 tahun 2004, PP Nomor 42 tahun 2006," tegasnya.

Untuk itu, ia mengharapkan para stakeholder mulai dari wakif, nadzir, pemerintah, KUA, BPN, dan masyarakat umum untuk mengelola harta wakaf secara produktif dan profesional demi terwujud masyarakat yang makmur dan sejahtera. (Aiz Luthfi/Alhafiz K)