Daerah SULUK MALEMAN

Ngaji Ngallah, Peradaban Para Pengigau

Sel, 19 November 2019 | 11:00 WIB

Ngaji Ngallah, Peradaban Para Pengigau

Anis Sholeh Ba’asyin, Hadun Muhammad Al Muhdor dan Budi Maryono dalam Suluk Maleman ‘Tidur Radikal’ Sabtu (16/11) kemarin. (Foto: Rumah Adab Indonesia)

Pati, NU Online
Momentum maulid dinilai jadi waktu terbaik untuk mengingat Rasullullah. Segala sikap dan kebaikan nabi sudah sepatutnya dipelajari dan diamalkan. Maulid sendiri diakui menjadi akar dari segala nikmat Allah bagi umat Muhammad.

Ajakan itu turut disuarakan saat digelarnya Ngaji Budaya Suluk Maleman di Rumah Adab Indonesia Mulia Sabtu (16/11) hingga Minggu (17/11) dini hari kemarin. Kesantunan nabi dalam menjalin hubungan sesama manusia, menjaga lingkungan maupun keagamaannya patut dipelajari.

“Dalam beribadah itu sendiri cukup luas. Seperti menjaga amanah itu menjadi salah satu ibadah terbesar,” terang Habib Hadun Muhammad Almuhdor yang turut menjadi pembicara.

Dalam kesempatan itu, Habib Hadun pun sempat menjelaskan jika konsep khilafah sebenarnya bukan terkait sistem bernegara. Melainkan lebih membangun pribadi yang islami. Yakni bagaimana mengajarkan masyarakat Islami untuk menjadi khalifah terbaik di muka bumi ini.

“Kalau itu diartikan sebatas sistem beragama, sedangkan khulafaur rasyidin sendiri sistem pengangkatannya menjadi khalifah berbeda-beda,”ujarnya.

Anis Sholeh  Baasyin, penggagas suluk Maleman turut menambahkan, betapa pentingnya dalam mencari ilmu. Karena ujung ilmu adalah mengenal Allah. Sedangkan dengan mengenalkan Allah maka akan mengenali diri sendiri.

“Dengan belajar akan banyak menemukan diri sendiri. Karena hidup ini seperti orang tidur. Saat mati orang akan merasa seperti baru bangun dari tidur. Kehidupan ini hanya akan menjadi kilasan mimpi,”terangnya.

Kalau kita pakai ungkapan ini, demikian lanjut Anis, bisa jadi peradaban ini adalah peradaban yang dibangun oleh para pengigau; mereka bicara tapi sejatinya masih dalam keadaan tidur, sehingga tak sepenuhnya atau bahkan sama sekali tidak menyadari apa yang diucapkannya.

Untuk itulah diakuinya penting untuk menemukan kesadaran dalam memperbaiki diri sendiri. Terlebih di era sekarang ini seringkali mata batin justru ditutupi dengan batasan-batasan. Hal itulah yang seringkali membuat jauh dari kesejatian.

“Seperti hal yang paling mudah. Seringkali kita berasa berada di kelompok yang paling hebat. Padahal jika berbuat seperti itu yang tengah dibanggakan itu bukan kelompoknya tapi diam-diam tengah membanggakan dan membesarkan dirinya sendiri,”ujarnya.

Budi Maryono, seorang penulis turut menambahkan, seringkali manusia justru memikirkan hal-hal yang menjadi kewenangan Tuhan. Padahal hal tersebut tentunya diluar batas manusia. Kondisi semacam itulah yang membuat manusia kerap menjadi risau.

“Seperti rejeki. Terkadang kita khawatir akan rejeki yang akan diberikan kepada kita. Padahal itu sudah diluar kewenangan atau kemampuan manusia. Serahkan saja pada Allah jangan merisaukan hal-hal seperti itu,”imbuhnya.

Jalannya Suluk Maleman edisi ke 95 yang mengambil tema ‘Tidur Radikal’ itupun berjalan dengan cukup hangat. Sejumlah lagu yang dibawakan Sampak GusUran membuat jalannya ngaji budaya semakin meriah hingga berakhir sekitar pukul 01.30 Minggu (17/11) kemarin.

Editor: Abdullah Alawi