Probolinggo, NU Online
Majelis Wakil Cabang Nadhaltul Ulama (MWCNU) Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo bersilaturahim kepada sesepuh NU, KH Muchit Muzadi di Jengger Ayam Blimbing Malang, Jawa Timur.
<>
“Silaturahim menemui sesepuh NU ini bertujuan untuk menimba ilmu dan pengalaman tentang ke-NU-an pada zamannya dan bedanya dengan zaman sekarang,” ungkap Ketua Tanfidziyah MWCNU Kecamatan Gending Ahmad Zuhri Muslim kepada NU Online, Rabu (2/10).
Menurut Zuhri, Kiai Muchit baru bisa menemui rombongan sekitar pukul setengah empat sore. Panjang lebar Kiai Muhit menyampaikan, di antaranya NU dulu itu umatnya tidak perlu diajak dan dicari-cari, bahkan menjadi anggota NU awalnya mendaftarkan diri dulu dan baru beberapa lama menjadi anggota baru dapat tanda anggota.
“Intinya dulu untuk menjadi anggota NU itu tidak mudah. Pertama-tama harus mendaftarkan diri dulu seperti layaknya mendaftar sekolah. Setelah beberapa lama menjadi anggota, baru mendapatkan tanda anggota,” jelas Kiai Muchit saat itu.
Diceritakan Mbah Muchit, kehidupan berpolitik putera kedua hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari tidak sama. Dimana waktu itu ada partai AKUI, Masyumi dan NU.
Lebih lanjut Muhit menyampaikan bahwa selama di Pesantren Tebuireng tidak kenal dengan Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid). Sebab saat itu, Gus Dur memang belum lahir. Tahun 1942 silam, Kiai Muhit lulus Aliyah dan berhenti mondok karena alasan ekonomi yang tidak menunjang. Namun waktu dibawa abanya, Kiai Muzadi, silaturahim untuk memintakan izin Kiai Muhit berhenti dari Pesantren Tebuireng.
“Gus Dur baru berumur dua tahun. Jadi sama sekali tidak kenal Gus Dur. Selama puluhan tahunnya banyak orang bilang Gus Dur wali,” jelasnya.
Beliau berkata apa temenan Gus Dur iku wali? (Apa benar Gus Dur itu Wali, red?) Namun pada suatu ketika ada tamu mengetuk pintu rumah Kiai Muhid. Setelah dibuka dia bilang, “Mbah Muhit, saya ngampung mandi”. “Siapa sampeyan?” tanya Mbah Muchit.
Sang tamu menjawab saya Abdurrahman dari Pesantren Tebuireng baru datang rapat Golkar di Bali. Ini saya pakai baju Golkar,” kata Kiai Muhit menirukan ucapan sang tamu waktu itu.
Kiai Muchit bingung, wong gak pernah kenal rupanya apalagi berbicara kok tahu rumah saya katanya dibenaknya. Lalu sang tamu tersebut diantar Kiai Muhit ke terminal. Memang beliau menaiki taksi.
“Dari hasil kunjungan tersebut diharapkan nantinya para pengurus NU bisa berjuang ke depan dan lebih meniru model-model perjuangan para pendahulu,” harap Zuhri. (Syamsul Akbar/Abdullah Alawi)
Terpopuler
1
Inalillahi, Tokoh NU, Pengasuh Pesantren Bumi Cendekia KH Imam Aziz Wafat
2
Santri Kecil di Tuban Hilang Sejak Kamis Lalu, Hingga Kini Belum Ditemukan
3
Mas Imam Aziz, Gus Dur, dan Purnama Muharramnya
4
Gus Yahya: Sanad adalah Tulang Punggung Keilmuan Pesantren dan NU
5
Kupas Tuntas Nalar Fiqih di Balik Fatwa Haram Sound Horeg
6
Sound Horeg: Menakar Untung-Rugi Kebisingan
Terkini
Lihat Semua