Daerah

NU Masa Depan Butuh Kader Fatayat yang Militan

Rab, 6 November 2019 | 23:00 WIB

NU Masa Depan Butuh Kader Fatayat yang Militan

Nyai Hj Zainab Ali Hisyam saat memberikan mauidlah di hadapan pengurus dan anggota Fatayat NU di Nonggunong, Sumenep. (Foto: NU Online/Zainul H)

Sumenep, NU Online
Tantangan Nahdlatul Ulama hari ini dan di masa mendatang demikian berat. Dibutuhkan kader dengan kemampuan organisasi yang matang dan memiliki keterampilan, serta pengetahuan dan pengamalan agama yang mumpuni. Di luar itu semua, yang juga demikian menentukan adalah militansi.
 
Penegasan tersebut disampaikan Nyai Hj Zainab Ali Hisyam saat memberikan mauidlah hasanah pada pertemuan rutin bulanan yang diselenggarakan Pimpinan Anak Cabang (PAC) Fatayat NU Nonggunong, Pulau Sapudi, Sumenep, Jawa Timur.
 
“Kader Fatayat NU wajib ikut pengkaderan karena ke depan karena NU butuh kader militan. NU dan perangkat organisasinya akan kuat manakala ditopang dengan kader yang tangguh dan militan. Masa depan NU ada di pundak Fatayat NU saat ini,” katanya, Rabu (6/11).
 
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Karawi, Karay, Ganding, Sumenep tersebut juga mengingatkan jangan pernah malas mengurus Fatayat NU. 
 
“Yakinlah kalau kita ngurus Fatayat NU, insyaallah anak-anak kita akan pintar dan cerdas. Dan itu bukan omong kosong, tapi benar-benar terbukti,” ungkapnya. 
 
Karena Fatayat NU ini bukan organisasi sembarangan, melainkan Ia badan otonomnya Nahdlatul Ulama yang merupakan organisasi terbesar di dunia. 
 
“Jika kita sibuk mengurus Farayat NU, insyaallah anak-anak kita diurus oleh Allah,” jelasnya.
 
Lebih jauh disampaikan bahwa Hadlratussyekh KHM Hasyim Asy'ari ketika mau mendirikan NU, tidak hanya mengandalkan kemampuan akal, leadership dan musyawarah. 
 
“Beliau juga memakai pendekatan langit lewat jalan istikharah, baik yang dilakukan sendiri maupun oleh guru-gurunya. Bahkan ketika konsultasi kepada gurunya Syaikhona Moh Cholil di Bangkalan harus jalan kaki dari Jombang sampai dua kali. Ada proses panjang yang dilalui. Inilah yang membedakan NU dengan organisasi lain,” urai Pembina Pimpinan Cabang Fatayat NU Sumenep tersebut.
.
Tongkat Syaikhona Moh Cholil yang diberikan kepada Hadratussyekh KHM Hasyim Asy'ari lewat perantara KH As'ad Syamsul Arifin sebagai simbol restu berdirinya NU itu bukan sembarang tongkat. 
 
“Itu adalah tongkat Nabi Musa yang diberikan oleh Nabi Khidir kepada Syaikhona Moh Cholil,” tegasnya.
 
Begitu pula dengan tasbih yang jumlahnya 99. Itu adalah simbol yang menggambarkan bahwa di NU beragam, sebagaimana beranekanya asmaul husna yang 99. 
 
“Aktif di NU dan Banom harus arif dan bijak. Karena yang dihadapi beraneka karakter,” katanya memberikan tamsil.
 
Baginya, aktif di NU bukan hanya untuk kepentingan duniawi sebagai makhluk sosial, tapi juga untuk kepentingan ukhrawi. Keduanya tidak bisa dipisahkan. 
 
“Ini harus dicamkan pada diri kita. Bahwa ber-NU adalah untuk kepentingan duniawi dan ukhrawi. Mari jadikan hidup dan mati kita untuk NU,” ajaknya. 
 
Lantaran aktif di NU berarti telah ikut merawat pusaka atau warisan Hadlratussyekh. 
 
“Dan keaktifan kita ini sudah benar serta tidak salah. Yang salah itu kalau kita sebagai pengurus merasa benar sendiri tanpa mau menerima kebenaran dari orang lain,” katanya.
 
Di ujung ceramahnya, Nyai Hj Zainab Ali Hisyam mengingatkan untuk tidak memiliki agenda lain saat aktif di NU. 
 
“Jangan macam-macam kepada NU kalau tidak ingin hancur. Sejarah telah membuktikan hal tersebut. Mereka yang suka nyinyir kepada NU pasti kualat. Karena NU organisasinya ulama ahli ibadah,” pungkasnya.
 
 
Pewarta: Ibnu Nawawi
Editor: Aryudi AR
Â