Daerah

Ongkos Penukaran Uang Baru Halal

Sel, 6 Agustus 2013 | 06:00 WIB

Surabaya, NU Online
Di banyak sudut kota dijumpai sejumlah orang yang menawarkan penukaran uang baru. Namun yang disayangkan, jumlah yang diterima ternyata berkurang. Sebenarnya seperti apa yang dibenarkan?
<>
Jelang hari raya Idul Fitri benar-benar dimanfaatkan sejumlah kalangan untuk meraup untung, termasuk dengan menyediakan pecahan uang baru. Fenomena ini sudah jamak disaksikan di pinggiran jalan utama. Ada banyak pecahan yang ditawarkan, mulai nominal kecil hingga puluh ribu rupiah.

Terhadap realita ini, KH Abdurrahman Navis memandangnya sebagai sebuah kewajaran. “Tukar menukar uang seperti itu dibenarkan dalam Islam,” katanya kepada NU Online (5/8).

Namun yang dibenarkan adalah bahwa tukar menukar itu jumlah nominal yang diterima haruslah sama. “Tidak boleh, kalau menukarkan uang sebanyak satu juta ternyata yang diterima hanya sembilan ratus ribu ribu rupiah misalnya,” kata dosen IAIN Sunan Ampel ini.

Kalaupun pihak yang menyediakan uang baru akan mencari hasil, maka hal itu diakad sebagai ujrah atau ongkos dari jasa penukarannya.

Sehingga dalam praktiknya, pemberi jasa penukaran uang baru tetap memberikan jumlah yang sama dari nominal uang yang diterima. “Jangan sampai ada pengurangan jumlah nominal,” sergah Wakil Ketua PWNU Jawa Timur ini.

Pengasuh konsultasi agama di sejumlah media cetak, online dan televisi maupun radio ini mengingatkan semua kalangan yang akan memanfaatkan momentum hari raya Idul Fitri dengan memberikan jasa penukaran uang baru untuk berhati-hati.

“Kalaupun akan mencari keuntungan, maka itu sebagai ongkos jasa yang diberikan kepada orang yang membutuhkan,” terangnya.

Sehingga transaksi yang dilakukan sangat jelas dan sesuai dengan ketentuan agama. “Bukan dengan mengurangi jumlah yang akan diterima,” lanjutnya.

Namun demikian, Kiai Navis mengingatkan kepada pemerintah dalam hal ini pihak Bank Indonesia (BI) untuk membuka counter yang cukup memadai bagui keinginan masyarakat untuk memiliki pecahan uang baru. 

“Para pemberi jasa penukaran uang itu kan hanya memanfaatkan momentum lantaran pada saat yang sama tidak memadainya gerai yang memberikan kemudahan bagi didapatkannya uang pecahan baru,”  sergahnya.

Bila saja sejumlah bank yang tersebar di berbagai daerah serta ditambah gerai penukaran uang baru di tempat yang mudah dijangkau masyarakat, maka hal itu tidak akan terjadi.

“Apalagi kalau sampai ada satu atau dua nominal uang yang ternyata tidak asli atau palsu,” ungkapnya. “Ini kan merugikan salah satu pihak?” lanjutnya.

Oleh karena penukaran uang baru menjadi kebutuhan masyarakat Muslim, maka ada baiknya hal itu menjadi perhatian pemerintah. “Diantaranya dengan membuka gerai atau counter-counter di sejumlah daerah,” harapnya. “Dengan demikian masyarakat bisa merayakan Idul Fitri dengan penuh kebahagiaan dan khidmat,” pungkasnya.
 

Redaktur    : Mukafi Niam
Kontributor: Syaifullah