Pedagang Tradisional Terdampak Covid-19 Jangan Diabaikan
NU Online · Jumat, 29 Mei 2020 | 13:30 WIB
Aryudi A Razaq
Kontributor
Masa penutupan pusat perbelanjaan dan pasar tradisional di Jember, Jawa Timur berakhir hari ini, Jumat (29/5). Dipastikan pasar tradisional akan diserbu oleh pedagang (dan pembeli) setelah lapak dan tokonya ditutup selama tujuh hari oleh pemerintah setempat untuk memutus mata rantai penularan Covid-19. Namun patut diperhatikan bahwa saat pasar tradisional dan pusat perbelanjaan dibuka kembali, protokol kesehatan perlu ditegakkan di kalangan pedagang dan pembeli.
“Jika tidak, maka tidak ada gunanya penutupan selama tujuh hari itu,” ungkap Ketua Pengurus Cabang Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Jember, Hery Purnomo kepada NU Online di Jember, Jumat (29/5).
Ia memperkirakan pasar tradisional akan dipadati oleh penjual dan pembeli setelah seminggu masyarakat libur tidak belanja. Karena itu, harus dipastikan bahwa protokol kesehatan tidak diabaikan di lingkungan pasar tradisional dan pusat perbelanjaan.
“Disiplin harus ditegakkan, apalagi jumlah pasien yang positif terjangkit Covdid-19 di Jember, semakin lama semakin bertambah,” terangnya.
Hery berharap kedepan tidak ada lagi penutupan pasar tradisional, karena sangat merugikan pedagang. Selama penerapan darurat Covid-19, pedagang sudah rugi karena pembeli berkurang, dan pasti semakin rugi setelah pasar tradisional yang menjadi lahan mata pencaharian mereka ditutup.
“Celakanya, penutupan itu terjadi setelah hari raya, saat masyarakat sangat membutuhkan penghasilan,” terangnya.
Oleh karena itu, Pemkab Jember tidak cukup hanya membuka kembali pasar tradisional tapi juga perlu memberikan insentif atau ganti rugi kepada pedagang selama pasar ditutup. Sebab, saat pasar ditutup otomatis aktivitas perdagangan berhenti, dan pemasukan juga stagnan. Sementara di sisi lain, kehidupan terus berjalan.
“Harus ada ganti rugi. Mereka jelas terimbas dampak Covid-19, jangan diabaikan,” tuturnya.
Salah seorang pedagang tempe di trotoar pasar Tanjung, Jember, Hasan mengaku tidak ada pemasukan sama sekali akibat penutupan pasar tradisional selama tujuh hari itu. Pasalnya, ia tidak bisa berjualan, padahal biasanya dua hari setelah Lebaran, dirinya langsung membuka lapak.
“Untuk hidup sehari-hari, ya kita pinjam. Ini bagaimana sama sekali tidak ada bantuan apapun. Dulu juga begitu saat jam operasional pasar dibatasi hanya tiga jam, kami juga tidak ada bantuan apapun,” jelas pria asal Kelurahan Tegalbesar, Kecamatan Kaliwates, Jember itu.
Keluhan serupa juga disampaikan Eva Tri, pedagang tahu. Menurutnya, sejumlah kebijakan terkait pencegahan penularan Covid-19, mulai dari pembatasan jam operasional pasar hingga penutupan, tidak ada kompensasi apapun selain hanya didata dan dimintai foto copy KTP.
“Tapi realisasinya tidak ada,” katanya.
Pewarta: Aryudi AR
Editor: Ibnu Nawawi
Terpopuler
1
Paus Fransiskus, Ia yang Mengurai Simpul Kehidupan dan Menyembuhkan Luka-luka Dunia
2
Jadwal Pemberangkatan Jamaah Haji Embarkasi Surabaya 2025
3
Hilal Teramati, LF PBNU Umumkan Awal Dzulqa'dah 1446 H Jatuh Esok
4
Data Hilal Rukyatul Hilal Awal Dzulqa'dah 1446 H
5
209 Orang Calon Jamaah Haji Asal Bungo Mulai Masuk Asrama pada 20 Mei
6
LPBI PWNU Jateng Terjunkan Tim Bantu Korban Bencana Tanah Gerak di Brebes
Terkini
Lihat Semua