Daerah

Perbedaan Istilah Hamilul Qur'an dan Hafizul Qur'an

Sen, 6 Agustus 2018 | 03:00 WIB

Jombang, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Aqobah Desa Kwaron, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang Kiai Ahmad Kanzul Fikri menyoroti sebutan yang kurang tepat untuk para penghafal Al-Qur'an di Indonsia. Selama ini para penghafal Al-Qur'an dipanggil hafiz atau hafizah. Padahal istilah yang lebih tepat menurutnya adalah hamilul qur'an.

"Hamilul qur'an itu artinya orang yang membawa Al-Qur'an. Orang seperti ini tidak pernah meninggalkan kitab suci dalam keadaan apapun dan dimana pun. Membaca dan mengkaji Al-Qur'an adalah kebutuhan hidup bagi orang model ini. Sehingga kurang tepat kalau dipanggil hafiz atau hafizah. Tapi di Indonesia sudah jadi umum dan dianggap benar," jelasnya, Ahad (5/8).

Ia menambahkan hamilul qur'an bearti orang-orang yang benar-benar menjadi pemandu al-Qur'an, baik secara lafdzan wa ma'nan wa 'amalan (hafal teksnya, paham artinya dan mengamalkan isinya). Sehingga ia lebih memilih idiom hamilul qur'an daripada hafizul qur'an karena kedalaman maknanya.

Sebagaimana seorang ibu yang tengah hamil, para hamilul qur'an sedikitpun tidak melupakan atau bahkan menduakan keistiqomahannya bersama al-Qur'an. Sama seperti seorang ibu yang selalu membawa janinnya kapanpun dan kemanapun ia pergi, tidak boleh acuh atau bahkan menggugurkannya.

"Tingkatan ahli qur'an itu ada yang lafdzan saja, yaitu suka baca Al-Qur'an dan kemana-mana baca quraan. Tingkatan kedua yaitu wa maknan, Dimana seorang itu tidak hanya membaca saja tapi juga memahami makna Al-Qur'an. Terakhir yaitu tingkatan mengamalkan isi Al-Qur'an," ujarnya.

Pria yang biasa dipanggil Gus Fikri mengatakan berjuang membawa Al-Qur'an memang berat dan butuh kesabaran tinggi. Banyak godaan yang menghalangi peserta didik untuk tidak mendatangi majelis TPQ. Seperti main game, nonton televisi dan berselancar di dunia maya.

"Godaan yang menghalangi anak untuk belajar quraan semakin besar. Banyak yang malas ngaji, jadi tidak mengherankan ada anak tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA yang tidak bisa baca tulis Al-Qur'an. Bahkan ada yang sampai kuliah tidak bisa ngaji Al-Qur'an," beber Gus Fikri

Padahal lanjut Gus Fikri, untuk membentuk karakter seseorang harus didasari dengan Al-Qur'an. Sebab nabi Muhammad SAW akhlaknya adalah Al-Qur'an. Dalam istilah lain kitab suci berjalan. 

"Sahabat pernah tanya ke istri Nabi SAW bernama Aisyah bagaimana akhlak Nabi. Saat itu Aisyah menjawab akhlak nabi Muhammad SAW adalah Al-Qur'an. Seharusnya umat Islam meniru Nabi Muhammad SAW," pungkasnya. (Syarif Abdurrahman/Fathoni)