Daerah

Perempuan 5 Cucu Ikut Wisuda di Unusa Surabaya

Rab, 11 September 2019 | 12:45 WIB

Perempuan 5 Cucu Ikut Wisuda di Unusa Surabaya

Maria Lidwina Endang Suwarni bersama Rektor Unusa. (Foto: NU Online/Ibnu Nawawi)

Surabaya, NU Online
Meski usianya menginjak 70 tahun dan bahkan sang cucu juga akan diwisuda pada November mendatang, tak menyurutkan langkah Maria Lidwina Endang Suwarni untuk meraih gelar sarjana.
 
Dengan bekal semangat yang luar biasa, tak peduli umur dan keterbatasan fasilitas, akhirnya Maria menjadi salah satu wisudawan di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) dalam Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
 
Betapa tidak, tiap kuliah, Maria yang mangaku tidak mahir berkendara selalu diantar anak sulungnya. Jika anaknya berhalangan, maka tidak ada cara lain selain naik-turun angkota minimal dua kali untuk menuju kampus. 
 
“Kadang-kadang memang ada teman yang mengajak untuk bersama-sama,” kata perempuan kelahiran Semarang, 14 Maret 1950 ini, Rabu (11/9).
 
Karena itu dirinya bersyukur akhirnya dirinya diwisuda meski sang anak dipindah bekerja ke luar kota.
 
“Saya tidak bisa membayangkan seandainya saya belum selesai kuliah, maka naik-turun angkota akan lebih sering lagi dalam usia yang sudah tidak muda lagi,” kata ibu dari tiga anak dan lima cucu ini.

Apa yang mendorong Maria untuk kuliah?
 
“Kalau dari usia memang tidak ada lagi yang bisa diharapkan. Lah wong insentif dari Pemkot untuk guru-guru PAUD diperuntukkan bagi mereka yang usia muda, itu pun ada yang tidak dapat. Tapi saya ingin memberi contoh bahwa tidak ada halangan untuk bisa mencapai gelar sarjana,” kata Maria yang mengaku menerima insentif tiap bulan hanya Rp50 ribu dari pengelola PAUD di daerahnya, Manukan Kulon, Tandes, Surabaya.

Bagi Maria, apa yang telah dicapainya ini merupakan sebuah kebanggaan tersendiri. Tapi katanya, dirinya tetap harus rendah diri dan tidak boleh sombong. Ia berharap dapat menjadi contoh untuk cucunya yang kini berjumlah lima orang. 
 
“Cucu pertama saya juga akan diwisuda pada November mendatang. Usia dan fasilitas bukan halangan buat saya, apalagi anak-anak mendorong agar saya bisa menyelesaikan kuliah,” kata anggota tim Penggerak PKK Kelurahan Manukan tersebut. Bukti dari sang anak mendorong kuliah adalah uang kuliah yang dibayarkan merupakan bantuan dari ketiga anaknya. 
 
“Beruntung SPP yang kami bayar memperoleh subsidi dari Unusa terkait program Bunda PAUD, jadi kami tidak terlalu berat dalam membayar,” ungkapnya.

Mengharap bantuan dari PAUD di mana Maria beraktivitas, rasanya juga tidak mungkin.
 
“Saya bersama teman-teman di PAUD lebih menekankan pada kegiatan sosial, membantu sesama. Saya tetap berkomitmen untuk memajukan dan tetap setia di PAUD sebagai ladang amalan di dunia,” kata Maria yang juga aktif pada kegiatan sosial di gereja.
 
Apa kesannya kuliah di tengah mahasiswa yang dominan Muslim? 
“Bagi saya tidak masalah, saya terbiasa berada dalam lingkungan yang berbeda-beda. Saya harus dapat menyesuaikan penampilan kebanyakan warga kampus,” kata perempuan yang sebelum mengajar di PAUD bekerja sebagai karyawan ekspedisi bersama almarhum suaminya.

Hari ini, Rabu (11/9), Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Jawa Timur mewisuda 703 mahasiswa untuk periode kedua tahun akademik 2018-2019. Dari jumlah tersebut dinyatakan 542 mahasiswa lulus dengan predikat cumluade  atau yang terbaik dengan didominasi perempuan.
 
Saat memberikan sambutan, Rektor Unusa, Achmad Jazidie mengatakan, mulai tahun akademik 2018-2019, Unusa melaksanakan wisuda sebanyak dua kali, periode pertama pada Maret dan kedua pada September di tahun akademik tersebut. 
 
“Kebijakan dua kali wisuda ini untuk memberikan kesempatan kepada para lulusan agar bisa segera terjun ke masyarakat dalam mengamalkan ilmu yang telah didapat semasa perkuliahan,” tandasnya.
 
Pewarta: Ibnu Nawawi
Editor: Abdul Muiz