Daerah

Peringati Harlah, Pengurus NU Pamekasan Ziarahi Makam Pejuang NU

Sen, 16 Maret 2020 | 03:30 WIB

Peringati Harlah, Pengurus NU Pamekasan Ziarahi Makam Pejuang NU

Dalam rangka memperingati Harlah NU ke-97, PCNU menggelar ziarah maqbaroh yang sudah memasuki tahap keempat. (Foto: NU Online/Hairul Anam)

Pamekasan, NU Online
Dalam rangka memperingati Harlah ke-97 NU, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur melangsungkan ziarah maqbaroh, Ahad (16/3). Memasuki pekan keempat, organisasi yang dinakhodai KH Taufik Hasyim ini menyasar maqbaroh zona timur yang meliputi Kecamatan Larangan dan Kecamatan Kadur, Pamekasan.
 
Untuk wilayah Kecamatan Larangan, terdapat lima makam yang diziarahi, yaitu makam KH Munir, KH Hasbullah, KH Mansur Munir, KH Muhammad Tamim, dan Buju' Ruham. Khusud Kecamatan Kadur meliputi makam KH Muhammad Yasin dan makam Pesantren Banyu Ayu.
 
Kala berziarah ke makam Kiai Tamim Marzuki, panggilan akrab KH Muhammad Tamim, peserta ziarah mendapat kisah yang menggetarkan jiwa. Kisah tersebut diketengahkan tokoh NU setempat, KH. Jamali Tamim.
 
"Dulu Kiai Tamim alumampa (jalan kaki) ketika ada kegiatan NU ke Kota Pamekasan. Puluhan kilometer jaraknya," ungkap Kiai Jamali, panggilan karib Kh Jamali Tamim.
 
Bahkan, tambahnya, Kiai Tamim Marzuki pernah kehujanan kala hendak menghadiri acara NU. Karena jarak yang ditempuh agak jauh, rasoken (baju)-nya sampai kering di badannya.
 
"Beliau juga pernah dicegat orang di pasar di Pamekasan. Penjegat tersebut memprotes karena NU menganut asas tunggal. Dengan sabar beliau memberikan penjelasan," ungkap Kiai Jamali yang diceritakan secara bernas oleh tokoh muda NU Pamekasan yang ikut ziarah, Ahmad Wiyono.
 
"Beliau adalah Rois MWCNU Kecamatan Larangan. Semoga almarhum masuk surga tanpa hisab. Aamiin," ujar Ketua PCNU Pamekasan, KH Taufik Hasyim.
 
Rombongam ziarah maqbaroh, selain diikuti oleh para pengurus PCNU Pamekasan, juga disertai para pengurus dan anggota lembaga, lajnah, dan badan otonom (Banom) di lingkungan PCNU Pamekasan. Selain menghayati hikmah kematian, mereka tampak berbaur baca tahlil, yasinan, dan doa bersama.
 
"Kami sangat merasakan betapa pentingnya tradisi an-Nahdliyah ini. Dari saking pentingnya, Kiai Taufik Hasyim sampai menginstruksikan agar para pengurus memprioritaskan kegiatan ini, ketimbang acara lainnya," ungkap Ahmad Wiyono.
 
Dosen Universitas Islam Madura (UIM) ini berharap, tradisi ziarah maqbaroh bisa dilestarikan oleh generasi muda NU. Sebab, tradisi an-Nahdliyah tersebut mulai diabaikan oleh generasi muda milenial.
 
"Para pemuda NU mesti jadi pelopor dan penggerak untuk kelestarian tradisi an-Nahdliyah, termasuk ziarah maqbaroh ini," tegas Wiyono.
 
Alumnus Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep tersebut menegaskan, pola gerakan dalam melestarikan tradisi an-Nahdliyah mesti dilakukan tidak sekadar dalam bentuk ajakan. Namun, yang terpenting adalah berwujud tindakan.
 
"Artinya para pemuda NU langsung memberikan contoh, yakni dengan meramaikan pemakaman yang ada di daerahnya. Utamanya pemakaman para kiai dan tokoh NU, diramaikan dengan istighatsah bersama para pemuda," tukasnya.
 
Kontributor: Hairul Anam
Editor: Syamsul Arifin