Daerah

Perselisihan Bisa Diselesaikan dengan Dialog Intensif

Sen, 26 Agustus 2019 | 09:00 WIB

 Jakarta, NU Online
Kerukunan antarumat beragama di Indonesia kembali diuji, banyak upaya-upaya perpecahan yang terjadi melalui berbagai narasi yang muncul di media sosial. Bahkan belakangan terjadi pula upaya membenturkan masyarakat Papua dengan rakyat Jawa Timur. 

Sebagai tokoh masyarakat, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Bogor, Ifan Haryanto, mengaku ikut merasa sedih ketika sesama anak bangsa terprovokasi sampai mengalami perselisihan fisik. Menurutnya, persoalan pelik tersebut tidak akan terjadi jika dilaog yang intens dilakukan sesama kelompok masyarakat. 

“Maka marilah sebagai bangsa tentu saja kita hilangkan perbedaan, hilangkan perpecahan, pererat persatuan dengan membuat konsenus-konsensus.  Kenapa muncul perbedaan? bisa jadi karena faktor ekonomi. Pertimbangan ekonom kita harus cari solusi, bagaimana caranya ekonomi kita distribusikan merata sehingga potensi itu bisa selesai. Karna perbedaan budaya, ideologi, politik saya yakin sekali itu bisa kita minimalisir. Kalau seandainya dilakukan dialog yang intens tentu saja apa ada jalan keluar yang terbaik,” katanya kepada NU Online dihubungi di Jakarta, Senin (26/8). 

Potensi perpecahan dan perbedaan, ujar dia, sudah pasti ada sebab Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibentuk oleh berbagai suku, agama, dan antar golongan. Namun, semua itu dapat diatasi dengan dilakukan manajemen agar masalah itu tidak muncul ke permukaan dan merugikan masyarakat luas. 

Ia menjelaskan, sudah tidak ada lagi diskusi-diskusi terkait sistem negara yang kita anut. Sebab, itu kemunduran karena hal itu sudah dilakukan oleh para pendiri bangsa dan para pahlawan yang bersusah payah merebut kemerdekaan dari kolonialisme. 

“Bahkan para ulama itu sudah berijtihad jauh sebelum kemerdekaan, tahun 1897 ada yang namanya Bahtsul Masail di Masjid Baitul Rahman, yang mana berkumpul para ulama nusantara untuk membahas imajinasi para ulama, apa yang terjadi atas nusantara kedepan ketika kerajaan-kerajaan ini hancur semuanya. lalu, kesepakatan yang terjadi di Aceh itu bahwa nusantara ini akan menjadi aljumhuriah al Indonesia artinya kalau terjemahkan sperti sekarang yakni Republik Indonesia,” ucapnya. 

Ia menerangkan, para ulama sepuh ketika mendirikan Indonesia sadar betul rakyat Indonesia terdiri dari berbagai suku, agama, dan antar golongan. Untuk itu dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan 4 pilar menjadi acuan. 

“Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, UUD 45,” ungkapnya. (Abdul Rahman Ahdori/Fathoni)