Daerah

Pesantren Diharap Bantu Sosialisasi Mudaratnya Pernikahan Dini

Sen, 25 Februari 2019 | 16:31 WIB

Brebes, NU Online 
Ketua Pengadilan Agama Brebes Abdul Basyir mengungkapkan, sepanjang  tahun 2018, terdapat 72 kasus pengajuan dispensasi pernikahan usia dini. Pada 2019, hingga akhir Februari ini ada 6 kasus. 

"Ada 72 kasus pernikahan usia anak yang maju ke meja PA sepanjang 2018, hingga akhir Februari ini ada 6 kasus," ungkap Basyir saat sosialisasi perlindungan anak dan pencegahan pernikahan usia anak di lingkungan pondok pesantren di ruang rapat OR Setda Brebes, Senin (25/2).

Dari  pengajuan tersebut, kata Basyir, tidak semuanya mendapat persetujuan karena berbagai pertimbangan. 

“Termasuk bila belum terlanjur hamil, maka tidak dikabulkan permohonannya,” ucapnya. 

Basyir menyayangkan, dari banyak kasus dispensasi nikah yang berujung perceraian dikarenakan hanya untuk menyelamatkan sang jabang bayi siapa orang tuanya saja. Namun perjalanan  kehidupan rumah tangganya tidak mulus, tidak harmonis, atau tidak sakinah mawadah warahmah.

Untuk itu, Basyir berharap kepada pengasuh pondok pesantren agar ikut gencar mensosialisasikan mengungkapkan banyak mudaratnya pernikahan dini ketimbang nilai manfaatnya.

Hakikatnya, sebuah pernikahan itu merupakan perjanjian yang meliputi rukun dan syarat serta memiliki keturunan. Ada tatanan dan batasan yang berlaku di negara kita, dengan pembatasan usia perkawinan. Dan pembatasan ini masuk dalam UU Perkawinan, UU tentang Perlindungan Anak dan sebagainya.

“Aturan tersebut antara lain untuk anak yang masih dalam usia 18 sampai 20 tahun harus ada surat ijin dari orang tua dan surat ijin dispensasi dari Pengadilan Agama,” tandasnya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kelurga Berencana (DP3KB) Kabupaten Brebes BP3KAB Sri Gunadi Parwoko mengatakan, usia anak harus mendapat pendampingan dan pengajaran orang tua. Pengawasan, harus sesuai dengan umur anak karena anak harus dilindungi.

Pengasuh pondok pesantren, seyogyanya gencar melakukan sosialisasi tidak maslahatnya pernikahan dini. Zaman sekarang, era modernisasi yang semua informasi dapat diperoleh dalam genggaman tangan maka sebagai orang tua maupun pengasuh ponpes harus melakukan pengawasan ekstra.

Termasuk banyaknya kekerasan terhadap anak di Kabupaten Brebes perlu kerja sama dalam melindungi anak.

Ketua Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Tiara Kabupaten Brebes Aqilatul Munawaroh menjelaskan, digandengnya Pesanteren, diharapkan  ke depan PPT berbasis komunitas yang berada di pesantren bisa sebagai jejaring PPT di tingkat Kabupaten. Sehingga kasus kasus anak bisa secepatnya terungkap dan tertangani. 

Dengan demikian, pesantren mampu menjaga hak hak anak, melakukan perlindungan anak dan tidak mengalami kasus kekerasan. Dan kalangan pesantren mampu melakukan pencegahan terjadinya kasus kekerasan terhadap anak.

“Apabila terjadi kasus kekerasan yang dialami santri, anak, maka pengurus atau pengasuh mampu melakukan pendampingan sesuai dengan hak-hak anak,” tandasnya.

Dalam hal pencegahan pernikahan usia anak, lanjutnya, diharapkan dari kalangan pesantren bisa melakukan hal-hal pemahaman kepada para santrinya agar tidak melakukan pernikahan di usia anak. Sehingga akan terwujud kualitas hidup perempuan yang lebih baik. 

Kepala bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DP3KB Kabupaten Brebes Rini Puji Astuti menjelaskan, sosialisasi ini sengaja melibatkan pengasuh pondok pesantren di Kab Brebes. Ada 40 Ponpes yang kami gandeng untuk bersama sama menularkan hasil sosialisasi ini para santri di pondok pesantrennya. 

“Kami yakin, apa yang disampaikan oleh para pengasuh lebih mengena ketimbang dari institusi kami,” pungkasnya. (Wasdiun/Abdullah Alawi)