Daerah

PWNU Jatim: Mau Menangkal Radikalisme, Tapi Pemerintah Tidak Peduli Pesantren

Rab, 5 Juli 2017 | 08:50 WIB

PWNU Jatim: Mau Menangkal Radikalisme, Tapi Pemerintah Tidak Peduli Pesantren

KH Anwar Iskandar

Surabaya, NU Online
Beberapa hari lalu, jagat media sosial dihebohkan dengan surat bernada ancaman yang ditujukan kepada aparat penegak hukum. Sebelumnya pada Jumat (30/6) lalu seorang pria menikam dua orang personel Polri di Masjid Falatehan, komplek Bhayangkara Mabes Polri, Jakarta Selatan. Semua pelaku adalah warga Indonesia yang telah diubah cara berfikir dan ideologi mereka.

Menanggapi berbagai macam aksi terorisme tersebut, Wakil Rais Syuriah PWNU Jawa Timur, KH Anwar Iskandar mengatakan gerakan radikalisme harus dihentikan. Menurutnya ada dua penyebab gerakan radikalisme tumbuh subur di Indonesia ini. Pertama penyadaran terhadap keyakinan dan kedua karena aspek ekonomi lemah.

"Pemerintah harusnya sadar, bahwa ini juga akibat dari keadilan sosial. Akibat kesenjangan dan akibat kemiskinan. Akhirnya mereka miskin aqidah, miskin ideologi dan miskin uang, akhirnya mereka jadi teroris. Karena dua hal ini saya pikir perlu dipikirkan," kata Kiai Anwar.

Menurut Pengasuh Ponpes Al-Amin, Kediri ini, pemerintah harus merangkul kekuatan ormas-ormas moderat yang konsisten menyebarkan paham Islam rahmatan lilalamin. Selain itu, tak kalah pentingnya, pesantren harus diberdayakan, begitu juga pendidikan madrasah. “Sekarang kita tahu bagaimana APBD yang diberikan negara kepada madrasah tidak lebih besar dari pada yang diberikan pada sekolah,” ujarnya.

"Malah gerakan radikal itu tumbuh subur melalui sekolah-sekolah itu, mereka menjadi basis Islam radikal, maka harus ada kesadaran bersama. Duduk bersama, ada pemerintahan daerah, BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), polisi dan TNI," lanjut dia.

Kiai Anwar meminta perlu adanya gerakan bersama untuk membendung gerakan radikalisme di masyarakat. Mereka lebih banyak bergerak pada sekolah dan perguruan tinggi negeri. Saat ini sekolah yang aman adalah pesantren. "Tapi, apa sih kepedulian pemerintah kepada pesantren? Tidak ada. Di saat repot baru NU diajak bicara. Jika sudah terjadi radikalisme itu sudah menjadi urusan polisi, Densus 88 dan BNPT," kata Kiai Anwar yang mengulas gerakan radikalisme di Majalah Aula edisi Juli 2017.

Penanggulangan dan pembinaan harus ada gerakan bersama. Tidak mungkin polisi sendirian, harus ditemani. Tidak mungkin NU sendirian.

“Harus seperti dululah. Merebut kemerdekaan bersama-sama, kemudian mendirikan negara, bikin Pancasila. Dulu kan bersama-sama terus. Bila sendiri-sendiri akibatnya akan seperti ini," pungkasnya. (Rof Maulana/Zunus)