Daerah

Ruqyah, Cara Maksimalkan Kandungan Al-Qur'an untuk Penyembuhan

Kam, 31 Januari 2019 | 08:30 WIB

Ruqyah, Cara Maksimalkan Kandungan Al-Qur'an untuk Penyembuhan

Foto: Ilustrasi (Ist.)

Pringsewu, NU Online
Pembina Jam’iyyah Ruqyah Aswaja (JRA) Pusat Gus Allama A’lauddin mengajak umat Islam khususnya warga NU untuk memaksimalkan berbagai manfaat yang terkandung dalam Al-Qur’an di antaranya sebagai obat segala macam jenis penyakit. Ini bisa dilakukan dengan do’a yang diambil dari ayat Al-Qur’an melalui metode ruqyah.

Masyarakat saat ini lanjutnya, belum begitu memaksimalkan Al-Qur’an sebagai sarana penyembuhan diri dan orang lain melalui metode ruqyah. Selain dibaca, ditelaah, dan ditafsirkan, Al-Qur’an juga menyimpan mukjizat menyembuhkan penyakit dengan prinsip yaqin dan percaya.

“Yang membedakan do’a biasa dengan do’a yang ada dalam ruqyah adalah unsur kesembuhan. Jika do’a yang kita ucapkan tidak ada niatan untuk kesembuhan maka bukan ruqyah namanya. Ruqyah adalah do’a kesembuhan,” tegasnya di Pringsewu, Lampung, Kamis (31/1).

Baca: Sering Kesurupan? Mungkin Anda Perlu Diruqyah

Dengan pengobatan ruqyah melalui Al-Qur’an ini lanjutnya, setiap diri bisa mengobati diri sendiri dan orang lain di samping akan mendapat pahala kebaikan dari bacaan Al-Qur’an yang dibaca.

Gus Ama, begitu ia biasa disapa, menjelaskan, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi jika seseorang akan diruqyah. Di antaranya adalah yaqin bahwa Al-Qur’an memiliki keutamaan sebagai obat yang mampu menjadi sarana pengobatan.

“Orang yang diruqyah juga harus ikhlas mengeluarkan segala penyakit yang ada di dalam dirinya selain ia juga harus meneguhkan dalam hati untuk meminta maaf dan memaafkan orang lain,” jelasnya saat memberikan materi pada Pelatihan Praktisi Ruqyah di aula gedung PCNU Pringsewu.

Baca: Ruqyah Aswaja Hadir Membentengi dari Klaim Wahabi

Adapun syarat seseorang yang ingin menjadi praktisi ruqyah di antaranya harus memiliki jiwa pemberani terhadap segala konsekwensi yang muncul dari proses ruqyah yang dilakukan. Jika diberikan kesembuhan, praktisi ruqyah tidak boleh bangga. Jika belum diberi kesembuhan tidak boleh putus asa.

“Peruqyah juga tidak boleh punya sifat panik khususnya ketika reaksi ruqyah terjadi. Reaksi ruqyah itu bersifat alamiyah dan ilmiyah. Bukan sugesti,” terangnya.

Gus Ama berpesan kepada para praktisi ruqyah untuk tidak menjadikan praktisi ruqyah sebagai pekerjaan untuk mengumpulkan materi duniawi. Kemampuan meruqyah yang sebenarnya bisa dilakukan oleh siapa saja ini harus dipraktekkan secara ikhlas untuk membantu.

Baca: Metode Ruqyah Aswaja Makin Diminati Warga NU

Pelatihan praktisi ruqyah ini diselenggarakan atas kerjasama Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Pringsewu dengan JRA Provinsi Lampung dalam rangka memperingati Hari Lahir NU ke-93 yang jatuh pada, Kamis 31 Januari 2019. Kegiatan ini diikuti oleh peserta yang tidak hanya dari Kabupaten Pringsewu, namun juga dari kabupaten lain seperti Pesawaran, Tanggamus dan Kota Bandarlampung.

Terkait keberadaan dan hubungan Organisasi JRA dengan NU, Gus Ama mengibaratkannya seperti kabel listrik. “JRA itu kabel, NU itu listriknya. Jadi JRA tidak akan berfungsi jika tidak bersinergi dengan NU. Kita akan senantiasa bersinergi mengawal Aswaja An-Nahdliyyah melalui Banom dan lembaga di bawah Jam’iyyah NU,” terangnya. (Muhammad Faizin)