Daerah

Santri Durrotu Aswaja Semarang Diminta Kampanyekan Usia Perkawinan

Sel, 13 Oktober 2020 | 05:00 WIB

Santri Durrotu Aswaja Semarang Diminta Kampanyekan Usia Perkawinan

Santri Durrotu Aswaja Semarang diajak kampanyekan Pendewasaan Usia Perkawinan (Foto: Dok pesantren Durrotu Aswaja)

Semarang, NU Online

Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan keluarga yang harmonis, dan meminimalisir berbagai risiko kesehatan yang ditimbulkan akibat hamil di usia terlalu muda. Karena itu, para santri Pesantren Durrotu Aswaja diharap mengampanyekan PUP.

 

"Kalian punya potensi mengedukasi bahwa usia yang ideal untuk menikah itu di atas 21 tahun bagi perempuan dan laki-laki sudah mencapai 25 tahun lebih. Sebab secara kesehatan reproduksi, kondisi rahim sudah benar-benar siap menerima pembuahan di usia lebih dari 21 tahun," kata Kata Bidang Keluarga Sejahteran dan Pemberdaayan kelauarga (KSPK) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jateng Agus Pujianto.

 

Hal itu dikatakan dalam 'Sosialisasi Pendewasaan Usia Perkawinan' di  Pesantren Durrotu Aswaja, Banaran, Gunungpati, Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (10/10) pagi.

 

Dijelaskan, pertumbuhan anatomi tubuh dan psikis wanita pada fase 7 tahun ketiga atau 21 tahun. Kehamilan di bawah itu kata Agus, rawan terjadi kanker leher rahim dan dalam 10-20 tahun berpotensi menimbulkan kanker serviks. 

 

"21 tahun itu sudah matang. Pembuahan di usia di bawah 19 tahun risiko stunting lebih tinggi, risiko kematian ibu saat melahirkan juga tinggi," jelasnya. 

 

Menurutnya, pada usia tersebut kesehatan psikis dan reproduksi telah benar-benar siap. Selain itu, secara finansial sudah cukup tertata. Karena itu ia menyayangkan masih tingginya pernikahan dini di Jawa Tengah. 

 

"Pengajuan dispensasi untuk menikah di bawah 19 tahun masih cukup banyak," ujarnya.

 

Pengasuh Pesantren Durrotu Aswaja, Kiai Agus Ramadhan (berdiri)

 

Kasubit Bina Ketahanan Remaja (BKR) Iwan Dwi Antoro berharap yang sama, santri Durrotu Aswaja yang pada umumnya mahasiswa Unnes, ada juga mahasiswa Undip dan Unwahas memiliki potensi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menyiapkan diri untuk menikah.

 

"Kami sengaja memilih Pesantren Durrotu Aswaja karena dari kalangan mahasiswa dan calon pendidik atau calon guru," ujarnya.

 

Menanggapi ajakan BKKBN, Pengasuh Pesantren Durrotu Aswaja, Kiai Agus Ramadhan mengatakan siap mendukung program tersebut. Terlebih dengan berbagai program kemasyarakatan pesantren. 

 

"Santri di sini ada program Amal Bakti Santri (Abas), semacam KKN. Santri bisa melakukan sosialisasi saat bermasyarakat dalam program Abas," ucapnya kepada NU Online Senin (12/10).

 

Selain itu sambungnya, pesantren memiliki Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ) binaan di daerah yang menjadi lokasi Abas. "Bahkan, malah bisa mendirikan beberapa TPQ setelah program Abas selesai," ungkapnya.

 

Potensi lain, Pesantren Durrotu Aswaja juga memiliki Unit Kegiatan Santri (UKS) dan Asosiasi Rumpun Keilmuan Aswaja. Dengan begitu, kata Sekretaris Rabithah Maahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) Kota Semarang membuka UKS baru yang mengakomodir program BKKBN Jateng. 

 

Kontributor: Ahmad Rifqi Hidayat
Editor: Abdul Muiz