Daerah HARI SANTRI 2017

Tiga Kitab Dikhatam Santri Darus Sunnah Tangsel

Ahad, 22 Oktober 2017 | 15:00 WIB

Tiga Kitab Dikhatam Santri Darus Sunnah Tangsel

Suasana pembacaan kitab Hari Santri di Pesantren Darus Sunnah Tangsel

Tangerang Selatan, NU Online
Hari Santri Nasional menjadi hari paling spesial setiap tahunnya bagi seluruh santri di Indonesia. Biasanya setiap pesantren memperingatinya dengan cara-cara tertentu sesuai dengan adat dan kebijakan pengurus pesantren. Ini juga yang dilakukan oleh pengurus Ikatan Mahasantri Darus Sunnah International Institute for Hadith Sciences.

Pesantren khusus hadis yang terletak di Pisangan Barat, Ciputat Timur, Tangerang Selatan ini menyelenggarakan kegiatan yang terbilang unik dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional, Ahad  (22/10).

Dengan tajuk Ngaji untuk Negeri, seluruh santri mendaras dan mengkhatamkan tiga kitab sekaligus secara serentak. Tiga kita tersebut adalah Arbain an-Nawawi karya Imam an-Nawawi, Safinatun Najah karya Syekh Salim bin Sumair al-Hadhrami, dan kitab karya pendiri Darus-Sunnah, KH Ali Mustafa Yaqub yang berjudul Islam Bainal Harbi wa Salam (Islam Antara Perang dan Damai). Acara tersebut dimulai setelah jamaah shalat ashar.

Seluruh santri mendapatkan satu kitab untuk dibaca dan didaras hingga khatam. Semua santri Darus Sunnah, mulai jenjang Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah hingga santri mahasiswa turut aktif dan antusias mengikuti acara ini. Walaupun hujan sempat mengguyur lokasi acara, namun hal ini tidak mengendurkan niat untuk terus mengaji. Sehingga acara yang semula berlokasi di halaman pesantren dipindahkan ke dalam masjid Munirah Salamah. Acara ini juga turut dihadiri oleh direktur Darus Sunnah beserta dewan asatidz.

Shofin Sugito, Direktur Ma’had Dauly Darus Sunnah menuturkan, Hari Santri perlu diperingati dengan kegiatan membaca kitab. Ia berharap acara serupa bisa berlangsung setiap tahunnya di Darus-Sunnah. Karena menurutnya, mengaji adalah identitas santri sebagai kader ulama masa depan.

“SANTRI itu singkatan dariSarjana Agama Namun Tetap Relevan Intelektualnya. Sehingga walaupun ngajinya Safinatun Naja atau Arbain Nawawi, tapi nanti bisa menjelaskannya dengan bahasa Inggris”,. Tuturnya. (M Alvin Nur Choironi/Kendi Setiawan)