Daerah

Tips Hadapi Masalah Finansial bagi Alumni Pesantren

Sel, 8 Oktober 2019 | 11:30 WIB

Tips Hadapi Masalah Finansial bagi Alumni Pesantren

Suasana bincang santai dengan Pengasuh Pesantren Motivasi Indonesia, Burangkeng, Setu, Bekasi, Jawa Barat, KH Nurul Huda. (Foto: NU Online/Aru Elgete)

Bekasi, NU Online
Apa penjelasan paling masuk akal atas kondisi alumni pesantren yang mengalami keresahan finansial? Padahal, lapangan kerja kreatif terbuka sangat lebar.
 
Demikian pertanyaan ironi Pengasuh Pesantren Motivasi Indonesia, Burangkeng, Setu, Bekasi, Jawa Barat, KH Nurul Huda, saat berbincang santai di rumahnya, pada Senin (7/10) malam.
 
Bahkan, lanjutnya, kalaupun tidak bicara pekerjaan, seharusnya tauhid para santri yang original itu tidak akan membuat resah, gundah, dan gelisah.
 
"Memang. Ini proses yang belum selesai," lanjut Ayah Enha, demikian sapaan akrabnya. 
 
Dikatakan, hiburan paling khas kaum beragama adalah sabar menanti, yang menjadi sebuah kelapangan dan bagian dari ibadah. Ia lantas menyebutkan sebuah hadits populer riwayat Imam Bukhori, 'Sebaik-baiknya ibadah adalah menunggu suatu pembukaan (pembebasan) dari kesulitan'. 
 
"Bahwa 'susahmu' itu berpahala, iyakan saja. Terima dengan damai, bonus keimananmu. Tapi tidak lantas kamu diam, lalu mengeluh sepanjang masa menganggurmu," kata kiai jebolan Pondok Pesantren, Al-Falah, Ploso, Kediri ini.
 
Ia melanjutkan, keluhan itu menjadi seolah menafikan bait alfiyah yang telah dihafal, tidak lagi memahami susunan i'rab suatu kalimat yang biasa dicermati, tidak percaya kemampuan mengolah kalimat ikhbar hingga belasan, dan menafikan lalaran tashrif lughowi.
 
"Sehingga pada tingkat kesulitan tertentu, kamu butuh langgam sret-sret kala mendendangkannya. Kamu nafikan semuanya, maka pondasi ilmu tauhid itu yang paling utama," kata Ketua Divisi Usaha dan Pengembangan Ekonomi Umat Lemabaga Dakwah (LD) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.
 
Menurutnya, semua hal itu adalah soal persepsi. Maka bagi santri alumni pondok pesantren yang mengalami situasi seperti itu harus segera keluar dari kerangkeng berpikir yang sekarang. Sebab, pesantren mengajarkan kemandirian dengan jejaring pertemanan yang luas.
 
"Kamu masih ingat bahwa pesantren mengajarkan kreativitas? Mulai dari bertahan hidup lewat ngeliwet, seduhan mie rebus di plastiknya dengan karet gelang sebagai pengikat, melipat baju dengan buku sebagai tatakan, dan mengaitkan tali seadanya buat jemuran baju," kata Ayah Enha mengingatkan berbagai kejadian yang umumnya terjadi di kehidupan pesantren.
 
Ia mengingatkan, bahwa saat ini kehidupan sudah berbeda. Sudah tidak lagi berada di pesantren. Dunia sekarang adalah hasil dari keputusan di masa lalu. Maka, tidak perlu menyalahkan orang lain atas kondisi yang terjadi. 
 
"Bangkitlah dari kesadaran diri karena perubahan terhebat bukan dari luar, tapi dari dalam dirimu sendiri," kata Ayah Enha dengan semangat.
 
Penasehat Jaringan Gusdurian Bekasi Raya ini menganjurkan kepada santri alumni pondok pesantren, agar berhenti untuk berpikir negatif. Tidak perlu melulu menyalahkan masa lalu, tapi juga jangan merendahkan diri. Lebih-lebih sampai mencela diri sendiri.
 
"Coba lihat. Pandangi keadaan di sekitarmu. Semua fakta keberlimpahan ada pada diri mereka yang mau bergerak. Al-harakah barakah. Lalu, dengarkan suara hati untuk melatih ketajaman intuisimu, setajam konsentrasi dulu meminta jurus monyet atau Bruce Lee saat latihan ilmu karamah," jelas kiai asli Betawi ini.
 
Kemudian, ia menganjurkan santri yang mengalani masalah finansial itu untuk segera pergi untuk menjemput impian. Jangan diam saja. Temui orang-orang sukses di sekitarnya, dan dapatkan spiritnya. 
 
"Ingat, kesuksesan itu busa menular. Semakin kamu merasakan tarikan magnetiknya, suksesmu bisa melambung dengan cepat," pungkasnya.
 
Kontributor: Aru Elgete
Editor: Syamsul Arifin