Jember, NU Online
Jember dan masyarakat daerah tapal kuda, Jawa Timur mempunyai tradisi beda dalam mengakhiri Idul Fitri, yakni dengan menggelar 'telasan topak' (lebaran ketupat). Setelah seminggu lamanya, masyarakat mengisi Idul Fitri dengan saling mengujungi rumah sanak kerabat lengkap dengan oleh-oleh kue dan nasinya, maka di hari ketujuh masyarakat membuat ketupat untuk dimakan bersama-sama atau disuguhkan kepada tamu yang datang.
Telasan topak ini sekaligus menandai berakhirnya masa Idul Fitri. Tradisi kunjung-mengujungi rumah tetangga, famili dan sanak kerabat dalam rangka lebaran, biasanya juga berakhir.
"Setelah itu (telasan topak), lebaran sudah habis. Masyarakat sudah kembali seperti semula. Yang kerja, ya kerja. Yang mudik, juga kembali ke rantau dan sebagainya," jelas Wakil Ketua MWCNU Ajung, Nurhadi kepada NU Online di Jember, Kamis (29/6).
Kue dan nasi lengkap dengan lauk-pauknya menjadi ciri khas Idul Fitri saat mengunjungi famili. Dan satu lagi, saat si tamu berkunjung, pasti disuguhi makanan berat (mamirat) yang memang disiapkan selama lebaran di samping kue-kue yang tertata rapi di meja. Makanan tersebut hukumnya "wajib" disantap oleh si tamu.
"Jadi, pindah-pindah kunjungan dari rumah ke rumah, itu harus makan. Kalau tidak, tuana rumah kadang tersinggung. Caranya, kita makan sedikit-sedikit saja, untuk persiapan makan di rumah sebelah," lanjutnya.
Tradisi lain yang juga mewarnai Idul Fitri adalah nyekar ke makam leluhur. Biasanya hal tersebut dilakukan usai melaksanakan shalat Idul Fitri. Namun sebelum itu, masyarakat (khususnya laki-laki /kepala rumah tangga) berkumpul di mushalla untuk syukuran atas datangnya Idul Fitri, lagi-lagi lengkap dengan kotakan kue dan nasinya untuk dibawa pulang oleh masing-masing peserta.
"Selain pagi setelah shalat Idul Fitri, ada juga yang syukuran di malam hari raya, juga di mushalla," lanjut Nurhadi. (Aryudi A. Razaq/Abdullah Alawi)