Tujuh Hari Wafatnya DKI KH Muhyiddin Naim Diperingati
NU Online · Sabtu, 31 Agustus 2013 | 06:01 WIB
Jakarta, NU Online
Pada, Rabu 21 Agustus 2013, warga Jakarta kembali kehilangan seorang panutannya, KH Muhyiddin Naim, ulama Cipete Utara yang wafat pada usianya yang ke 63 tahun di Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta karena diabetes.
<>
Ia merupakan putra dari pejuang NU di Jakarta, alm. KH Muhammad Naim. Pada masa hidupnya, Kiai Muhyiddin aktif di beberapa organisasi, diantaranya PWNU DKI Jakarta, MUI DKI, Forum Ulama dan Habaib, Forum Alumni Pelajar Timur Tengah dan lainnya. Ia pernah belajar di Damaskus Syiria dan Kairo Mesir, setelah lulus dari Pesantren Tebuireng Jombang.
Semasa hidupnya, ia banyak mengajar ilmu agama, khususnya bidang tafsir di banyak majlis ta’lim di Jakarta. Sampai pada masa sakitnya, ia tetap berusaha untuk tidak meninggalkan aktifitasnya itu, hingga akhirnya fisiknya tidak lagi mampu untuk berdakwah karena sakit parah.
Pada, Kamis 29 Agustus 2013, ba’da Isya, telah diadakan acara 7 hari peringatan wafatnya di pemakaman wakaf keluarga di belakang Masjid Annur Cipete Utara Jakarta Selatan. Sejak tahlil hari pertama hingga hari keenam diadakan di kediamannya di depan Masjid tersebut. Dan tahlil tadi malam sengaja diadakan di Masjid, selain karena memang jenazah dimakamkan di pemakaman tersebut, juga untuk mengantisipasi jamaah yang membludak.
Acara yang dihadiri oleh para ulama, asatidz dan jamaah para murid pengajian asuhan almarhum dimulai dengan pembacaan doa khatmil qur’an serta rangkaian pembacaan tahlil. Di antara ulama yang hadir adalah Dr Hassan Hito, ulama asal Syiria yang merupakan teman seperjuangannya, KH Abdul Hayyie Naim, KH Lutfi Fathullah, KH Ahmad Zakwani Raisin, KH Abdul Azim dan masih banyak lagi.
Dr Hassan Hito dalam sambutannya yang berbahasa Arab, dengan diterjemahkan oleh Ust. H Abdurrahman Naim berkisah, “Kepergian almarhum teman saya ini sangat mengagetkan saya. Karena belum lama ini rasanya, kami berdua berjuang bersama-sama dan selalu bersama-sama. Namun itulah ajal, tidak bisa ditunda lagi. Jika kita tidak mati hari ini, masa yang akan datang pun pasti kita akan mati. Dan kita hanya bisa berucap innaalillahi wa innaa ilaihi rajiuun.”
“Beliau almarhum, telah banyak membantu saya di dalam berdakwah di banyak tempat di kota-kota di Indonesia. Membantu mendirikan sekolah-sekolah agama, pesantren-pesantren, perguruan-perguran tinggi bagi warga yang tidak mampu dan lainnya, juga masjid-Masjid. Beliau juga banyak membantu saya, untuk menyalurkan bantuan-bantuan bagi korban bencana alam di berbagai tempat di Indonesia,” lanjut Hassan.
Redaktur: Mukafi Niam
Terpopuler
1
PBNU Soroti Bentrok PWI-LS dan FPI: Negara Harus Turun Tangan Jadi Penengah
2
Khutbah Jumat: Jadilah Manusia yang Menebar Manfaat bagi Sesama
3
Khutbah Jumat Hari Anak: Didiklah Anak dengan Cinta dan Iman
4
Khutbah Jumat: Ketika Malu Hilang, Perbuatan Dosa Menjadi Biasa
5
Khutbah Jumat: Menjadi Muslim Produktif, Mengelola Waktu Sebagai Amanah
6
Khutbah Jumat: Jadilah Pelopor Terselenggaranya Kebaikan
Terkini
Lihat Semua