Daerah

Ukhuwah Islamiyah dalam Teropong Pakar Tafsir asal Tebuireng

Sab, 10 September 2022 | 14:00 WIB

Ukhuwah Islamiyah dalam Teropong Pakar Tafsir asal Tebuireng

Pengasuh Pesantren Madrasatul Qur'an Tebuireng KH Mustain Syafi'i saat berbicara di IAI Bani Fattah Tambakberas, Jombang. (Foto: Istimewa)

Jombang, NU Online
Pakar tafsir Al-Qur'an Tebuireng Jombang Jawa Timur, KH Mustain Syafi'i, menjelaskan terkait pandangan ukhuwah islamiyah dalam teropong tafsir. Pengasuh Pesantren Madrasatul Qur'an Tebuireng ini merupakan kawah candradimuka para penghafal Al-Qur'an.


Dalam keseharian, ia dikenal sebagai pakar tafsir aktual lantaran banyak menulis di koran, media daring, dan majalah tentang tafsir kekinian. Menurut Kiai Mustain, yang ada hanya ukhuwah islamiyah. Adapun ukhuwah wathaniyah, basyariyah dan sebagainya hanyalah sub-sub dari ukhuwah islamiyah.


Penjelasan ini disampaikannya dalam Kegiatan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) 2022 di auditorium Institut Agama Islam (IAI) Bani Fattah (IAIBAFA) Tambakberas, Jombang, Kamis (8/9/2022).


“Pendekatan manusia harus tetap ada, asalkan tidak menyimpang dari koridor islamiyah. Maka ketika nilai-nilai basyariyah dan wathaniyah itu menyimpang dari islamiyah, maka bubarlah,” jelas Kiai Mustain.


Alumnus Pesantren Tebuireng ini menegaskan bahwa ajaran-ajaran dalam agama Islam itu bisa dipakai sesuai kebutuhan orangnya. Salah satu alasan kenapa dunia akademik harus merespons masalah keislaman itu karena semua kisi-kisi dari agama Islam itu bisa dibuktikan.


Ukhuwah islamiyah (persaudaraan keislaman) ialah persaudaraan yang juga dibangun Nabi Muhammad saw di Madinah, yakni persaudaraan orang-orang yang sama-sama tunduk di bawah garis kebijakan Al-Qur’an dan Hadits. Perintah ini tergambar jelas dalam surat Ali Imran ayat 103.


Pada ayat ini, Allah memerintah kaum mukmin menjaga persatuan dan kesatuan. Dan berpegangteguhlah serta berusahalah sekuat tenaga agar semuanya bantu-membantu untuk menyatu pada tali (agama) Allah agar tidak tergelincir dari agama tersebut.


“Agama Islam itu betul-betul agama yang terbuka dan bisa dibuktikan,” ujar tokoh yang lahir pada 1955 di Lamongan, Jawa Timur, ini.


Tentang Nabi Isa
Kiai Mustain Syafi'i lalu menjelaskan pandangan tiga agama tentang sosok Nabi Isa. Penjelasan ini penting agar tidak salah memahami kedudukan Nabi Isa, apakah sebagai Tuhan, nabi, atau orang yang bersalah.


Umat Islam sering kurang pas dalam melihat sosok Nabi Isa atas nama ukhuwah basyariyah dan wathaniyah. Sehingga Kiai Mustain perlu menjelaskan secara rinci sebagai pegangan di kemudian hari.


“Penting kita pahami konsepsi Trilogi: Tawassuth, Tawazun, dan Adl dalam konteks dunia akademik perguruan tinggi pesantren. Langkah pertama mengawali dari respons agama Islam terhadap trilogi ini yaitu terkait sosok Nabi Isa yang diperebutkan oleh tiga agama, yaitu Yahudi, Nasrani, dan Islam,” katanya.


Dosen Tafsir Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Tebuireng ini menjelaskan bahwa kaum Yahudi memandang Nabi Isa anak haram. Karena lahir tanpa bapak maka dalam tradisinya harus dibunuh karena dianggap akan membawa sial. Mereka benar-benar mengincar Nabi Isa untuk dibunuh.


“Namun, Nabi Isa masih hidup sampai saat ini karena diselamatkan Allah swt dengan cara diangkat ke langit sebelum terbunuh,” ungkap Kiai Mustain.


Sedangkan kaum Nasrani melihat Nabi Isa seseorang yang istimewa dan penuh keajaiban. Hal ini karena Nabi Nabi Isa wafatnya diangkat ke langit. Sehingga dianggap memiliki derajat luar biasa. Akhirnya harus dituhankan.


Di sisi lain, agama Islam hadir dan memandang secara obyektif sosok Nabi Isa, yang mana Nabi Isa adalah manusia biasa yang ditunjuk sebagai rasul. Masuk dalam 25 nabi dan rasul yang harus diketahui dan diimani umat Islam.


“Hal ini menunjukan bahwa keseluruhan pandangan agama Islam itu jujur, obyektif, logis, dan tidak ekstrem,” tandas Kiai Mustain.


Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Musthofa Asrori