Daerah

Usai Ditahlilkan, Buku Mbah Sahal Dibedah

NU Online  ·  Senin, 3 Februari 2014 | 06:45 WIB

Yogyakarta, NU Online
Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melangsungkan tahlilan atas wafatnya KH Sahal Mahfudh atau yang biasa dipanggil Mbah Sahal, Jumat (31/01). Bertempat di Aula PWNU DIY Jalan Mt. Haryono no 40-42, tahlilan tersebut sebagai pengawal kegiatan diskusi forum Jumat.
<>
Usai tahlilan, dilanjutkan dengan diskusi buku karya Mbah Sahal berjudul "Nuansa Fiqh Sosial". Buku tersebut dibedah oleh dua narasumber Imam Aziz (Ketua PBNU) dan Hairus Salim (Penyunting Buku).  

Karya Mbah Sahal ini sudah diakui dunia. Pembahasannya dipandang sangat cocok dengan era kekinian. Dengan kata lain, sangat kontekstual.

Dalam kesempatan tersebut, karya Mbah Sahal ini menguatkan pemahaman terkait dengan ibadah.

"Sebagaimana diketahui, dalam buku ini juga diketengahkan, ibadah itu terbagi menjadi dua macam, yakni ibadah yang bermanfaat untuk pribadi (individual/syakhshiyah) dan untuk orang lain atau masyarakat (sosial/ijtima iyah)," terang Imam Aziz. 

Ditegaskan, sebelum meningkatkan amaliah ibadah, seseorang perlu meningkatkan keimanan dan kepercayaan akan wujud Allah dengan segala perintah dan larangan-Nya, kepercayaan akan adanya pahala serta keyakinan akan manfaat dan faedah dari amaliah ibadah.

Dalam konteks sosial yang ada, tekannya, ajaran syari’at yang tertuang dalam fiqih sering terlihat tidak searah dengan bentuk kehidupan praktis sehari-hari. Hal ini pada hakikatnya disebabkan oleh pandangan fiqih yang terlalu formalistik. Titik tolak kehidupan yang kian hari cenderung bersifat teologis, menjadi tidak berbanding dengan konsep legal-formalisme yang ditawarkan oleh fiqih. 

"Dalam buku ini diungkap, teologi di sini bukan hanya dalam arti tauhid yang merupakan pembuktian ke-Esa-an Tuhan, akan tetapi teologi dalam arti pandangan hidup yang menjadi titik tolak seluruh kegiatan kaum muslimin. Padahal di balik itu, asumsi formalistik terhadap fiqih ternyata akan dapat tersisihkan oleh hakikat fiqih itu sendiri," bebernya.

Sebagaimana dimaklumi, fiqih dalam arti terminologisnya adalah ilmu hukum agama. Kemudian ia diartikan sebagai kumpulan keputusan hukum agama sepanjang masa, atau dengan kata lain, yurisprudensi dalam Islam. Sebagai kompendium yurisprudensi, fiqih memiliki sistematikanya sendiri. 

"Ia tidak berdiri sendiri karena sebagai disiplin ilmu maupun sebagai perangkat keputusan hukum, fiqih dibantu oleh sejumlah kerangka teoritik bagi pengambilan keputusan hukum agama," tukasnya. (hairul anam/mukafi niam)