Tangerang Selatan, NU Online
Media sosial bukan lagi barang baru bagi generasi milenial. Ia seolah menjadi zona kedua dalam menjalani kehidupan.
Forum Silaturahim Buntet Pesantren Cirebon (Forsila BPC Jakarta Raya) dan Ikatan Pelajar, Pemuda, dan Mahasiswa Kuningan (IPPMK) Jadetabek menggelar diskusi Cerdas Berselancar di Media Sosial dengan tema Poros Gerakan Baru Mahasiswa Milenial di Intermezzo Cafe, Ciputat, Tengerang Sel;atang, Banten, Senin (16/10).
Penasihat Arus Informasi Santri (AIS) Nusantara Romzi Ahmad memulai diskusi dengan mengenalkan istilah-istilah yang digunakan di media sosial. Generasi milenial merupakan penduduk asli digital.
Pencipta lambang Forsila itu juga mengungkapkan kegelisahannya terkait hilangnya ghirah untuk menokohkan seseorang. Padahal, dari ‘kelompok sebelah’ melakukannya by design.
Untuk menokohkan seseorang itu, menurut pria yang akrab disapa Gus Romzi itu tidak cukup hanya mengandalkan admin. Tetapi juga butuh orang yang berpengaruh, orang yang sudah dikenal luas dan memiliki banyak followers untuk bahu membahu menokohkan seseorang itu.
“Admin saja tidak cukup, tapi butuh influencer,” katanya.
Ketua PB PMII Bidang Luar Negeri itu pun mencontohkan, bahwa santri juara MTQ internasional masih kalah tenar dengan salah satu imam masjid.
Pria asal Pondok Pesantren Gedongan, Cirebon, itu juga menyampaikan, bahwa tidak perlu berpikiran mengubah pola pikir seseorang melalui media sosial.
“Jangan berpikir punya target meng-NU-kan. Bukan untuk mengislamkan atau deradikalisasi, tetapi untuk mengimbangkan postingan, mewarnai media sosial dengan hal-hal positif,” katanya.
Selain Gus Romzi, kegiatan yang dihadiri oleh puluhan mahasiswa dari latar belakang organisasi alumni pesantren dan primordial itu juga menghadirkan Koordinator Media Komunitas Kretek Rizqi Jong.
Bang Jong, panggilan akrabnya, mengemukakan bahwa media sosial saat ini ditakuti sebagai sebuah wadah gerakan. Ia mencontohkan peristiwa Arab Spring yang dimulai dari Tunisia pada 2011 silam itu berawal dari postingan seseorang di media sosialnya.
Mahasiswa saat ini belum melakukan hal tersebut. Jangankan di ranah nasional, lingkup kampus pun menurutnya mahasiswa saat ini masih kurang peka.
Hal tersebut ditengarai karena media sosial masih sebatas digunakan oleh mahasiswa untuk hal-hal pribadi. Contohnya, saat makan lalu diunggah.
“Medsos hanya digunakan untuk hal-hal pribadi,” katanya.
Untuk membuat gerakan di media sosial, Bang Jong hanya menyarankan buat hal-hal yang sifatnya sederhana, tetapi harus konsisten.
“Buat gimik sederhana. Yang penting konsisten,” ujarnya.
Selain itu, ia juga berpesan agar merumuskan kembali bagaimana bermedia sosial. “Kita harus merumuskan kembali bagaimana kita bermedia sosial. Selanjutnya, laksanakan,” tutupnya. (Syakir NF/Fathoni)