Opini

Tentang Ritual, Tradisi, dan Kesibukan Saat Ramadhan

Sab, 23 April 2022 | 12:30 WIB

Tentang Ritual, Tradisi, dan Kesibukan Saat Ramadhan

Ilustrasi Ramadhan. (Dok. NU Online)

“Puasa memang sangat berat bagi jasmani. Akan tetapi, karena kita sangat mencintai Allah, maka apa yang telah diperintahkan akan kita terima dengan rasa bahagia.” - Habib Muhammad Luthfi bin Yahya


Dalam bulan Ramadhan, kehidupan kaum Muslim amat berbeda dari hidup mereka pada bulan-bulan lain. Sebulan penuh mereka sibuk bukan mengurus dunia, melainkan sibuk dalam keasyikan beribadah. Kesibukan ini didapati di seluruh dunia. Siang hari mereka lesu karena lapar. Tidak ada dapur yang berasap. Bahkan, hidung pun tidak ada yang berasap.


Setidaknya, begitulah pesan implisit dari kegiatan yang biasa dipersepsi sebagai ‘ritual’ ini. Ramadhan memang melibatkan pikiran dan tubuh kita dalam tindakan fisik untuk mencapai pertumbuhan spiritual.


Walaupun Islam telah mengajarkan bahwa orang musafir boleh membukakan puasanya, namun setia kawan Muslim seluruh dunia itu menyebabkan orang yang dalam musafir pun tidak mau mempertunjukkan di muka umum bahwa dia tidak puasa.


Di bandara, stasiun, terminal, mal, atau tempat umum lainnya, terasa benar suasana puasa di siang hari bulan Ramadhan. Hanya orang asing yang melewati di sana yang berani merokok di muka umum. Umat beragama lain pun tidak mau melanggar adat sopan-santun mendemonstrasikan bahwa dia tidak puasa di muka umum.


Ramadhan masyarakat urban
Di Jakarta, banyak orang mempertunjukkan bahwa dia tidak puasa dengan terang-terangan. Seorang teman yang baru datang dari kampung, lalu tinggal di Jakarta mengatakan bahwa dia lebih merasakan enaknya berpuasa di tengah-tengah kota Jakarta daripada di kampungnya lahir. Kata dia, di Jakarta ini kita lebih merasa enak berpuasa daripada di kampung.


Sebab, kalau kita naik bus atau angkutan umum lainnya, di kiri kanan kita ada pemeluk agama lain yang tidak puasa. Melihat orang itu hati kita lebih teguh dan iman lebih kuat. Tetapi, semasa tinggal kampung kelahiran, letih rasanya mengerjakan puasa. Sebab, semua orang yang kita lihat letih seperti kita karena merasa berpuasa.


Umumnya apabila hari mulai petang, orang kembali bergerak. Pasar-pasar mulai ramai. Segala macam penganan (dibuat dari ketan dan sebagainya); perbukaan yang enak-enak dijual orang di pasar pada petang hari. Ada somay, batagor, mendoan, pempek, surabi, otak-otak, kolak, dan jajanan lainnya.


Tetapi, untuk keistimewaan berbuka orang tidak segan memesan buah kurma. Ada perusahaan mengimport kurma dari Arab Saudi. Meskipun mutu buah kurma yang dikirim dari Arab Saudi itu bukan yang nomor wahid, bagi setengah orang yang penting adalah berkatnya. Sebab, kurma itu adalah makanan Nabi Muhammad saw.


Di beberapa negara adapula keistimewaan berjualan makanan di petang hari itu. Sebab, penjual para perempuan muda atau gadis-gadis manis. Maka banyaklah anak-anak muda-muda datang berkerumun membeli, sehingga dapat bertegur-sapa dengan si penjual itu sendiri.


Maka berkatalah para orang tua: Kalian yang muda-muda ini bagaimana waktu berbuka puasa pada pukul 6 (pas bedug Maghrib), tetapi baru pukul lima kalian sudah berbuka. Kalian merusak puasa dengan bermain mata.


Setelah satu jam menunggu waktu berbuka, orang bermenungan menunggu waktu. Di kampung-kampung bedug pun ditabuh. Di kota zaman sekarang menunggu adzan di radio. Di beberapa negara selain di tanah Jawa, diberi tanda ada berbuka dengan sirine ambulance, bom/petasan dimainkan oleh anak kecil.


Di beberapa daerah ada kebiasaan buka bersama di masjid atau surau, karena di sana orang-orang telah berkumpul menunggu Maghrib. Apabila waktu telah masuk, orang berbuka sekadarnya, dinamai takjil. Agak seteguk air, dan dua atau tiga butir kurma, atau makanan manis yang lain. Setelah itu orang pun salat Maghrib berjamaah. Setelah selesai salat, barulah pulang makan.


Mulai waktu itu kelihatan “hidup”. Mata yang tadi siang lesu, mulai bersinar-sinar dan semua isi rumah gembira. Tidak lama sesudah makan kenyang, orang serumah telah bergiat menyiapkan sarung dan mukena untuk salat, laki-laki dan perempuan, dan anak-anak pun ikut.


Kadang-kadang yang tinggal di rumah hanyalah yang tua-tua saja. Bahkan, kadang-kadang rumah dikunci juga. Orang pergi bersama-sama menuju masjid atau surau hendak mengerjakan salat tarawih.


Mulai waktu Isa sampai selesai tarawih, kehidupan berpindah ke masjid. Ada orang yang mengerjakan tarawih 23 rakaat dan witir. Tapi, akhir-akhir ini sudah banyak yang mengerjakan tarawih hanya 11 rakaat dan witir.


Di tempat yang tarawihnya banyak itu biasanya salatnya terlalu cepat, sehingga kadang-kadang makmum tidak sanggup lagi menuruti imam. Tidak ada bacaan yang selesai, makmum baru membaca Fatihah separo, sang imam sudah rukuk.


Baru membaca bacaan rukuk sehingga subhana saja, imam telah berdiri. Sehingga salat yang 21 atau 23 rakaat itu bisa selesai dikerjakan kadang-kadang lebih cepat dari yang 11 rakaat.


Apabila telah selesai salat tarawih dan witir, biasanya anak-anak bersama-sama mengadakan tadarus; yaitu membaca Al-Quran secara bergantian. Di saat itulah mereka saling mendengarkan bacaan sehingga mana yang lebih baik dapat menegur yang kurang baik tajwidnya.


Apabila tadarus itu telah tamat akhir Ramadhan, mereka mengadakan kenduri besar, berbuka puasa bersama-sama di masjid laki-laki dan perempuan, dengan membawa makanan bersama-sama. Kadang menyembelih kambing atau sapi. Kadang diadakan juga Musabaqah Tilawatil Qur’an.


Kaum muslimin akan terus repot hingga sepuluh hari terakhir Ramadhan orang beribadah lebih sibuk. Sebab, mengharapkan bertepatan dengan Lailatul Qadar. Ketika puasa tinggal sehari dua hari kaum muslimin kembali sibuk menyediakan dan membagikan zakat fitrah kepada fakir miskin. Meskipun yang akan berfitrah itu pun orang yang miskin pula.


Orang miskin berhak menerima fitrah, dan setelah lebih dari apa yang akan dimakannya di hari itu, maka dia pun wajib pula mengeluarkan fitrahnya. Sehingga semua orang besar wajib berfitrah, walaupun dia tadinya miskin. Sebab, barang siapa yang tahu bahwa dia miskin, hendaklah fitrah itu diberikan kepadanya.


Selesai membagikan fitrah, orang pun menyambut hari Raya Idul Fitri. Jangan sampai ada hendaknya muslimin yang tidak ikut bergembira pada hari raya, walaupun ala kadarnya. Oleh sebab itu, zakat fitrah menjadi suatu kewajiban pelengkap puasa.


Pesan dan Perayaan Idul Fitri
Hari Raya Idul Fitri datang, dibangsakan namanya kepada Fitrah, yang berarti kemurnian. Bila puasa telah dapat dikerjakan dengan selamat, sebagai latihan batin yang agak berat, terasalah lapangnya dada dan hati dimasuki sinar ridha ilahi.


Untuk memohonkan ampunan kepada Allah jika ada agaknya kekurangan masing-masing kita mengeluarkan zakat fitrah, sebagai alamat memohon ampun kepada Allah atas kekurangan-kekurangan yang tidak disengaja.


Maka Ramadhan pun habislah!


Latihan rohani satu bulan telah selesai. Terasa sedih dalam hati akan usai dengan bulan Ramadhan ini. Demikian usia muslim bertambah dari puasa ke puasa, dan di dalam keluarga muslim yang taat sampai kepada kanak-kanak yang belum baligh-berakal turut berpuasa. Dia akan menangis kalau tidak dibangunkan oleh ibunya buat makan sahur. Meski badannya kurus daripada biasa, tetapi hatinya senang.


Semoga tertanamlah terus jiwa ini pada kita, sehingga kita menjadi muslim yang benar-benar menyerahkan jiwa raga kepada ridha Allah swt. (*)


Lukman Zaenudin, warga sipil asli Indramayu