Fragmen KILAS BALIK KIAA

6 Maret 1965, KIAA Resmi Dibuka (1)

Sel, 8 Maret 2022 | 14:30 WIB

6 Maret 1965, KIAA Resmi Dibuka (1)

Logo Konferensi Asia-Afrika. (Foto: dok. istimewa)

Tahun 1965, terjadi banyak peristiwa di Indonesia yang menjadi sorotan dunia internasional. Selain peristiwa yang terjadi pada pergantian bulan September ke Oktober, peristiwa lainnya seperti keluarnya Indonesia dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), peringatan Dasawarsa Konferensi Asia Afrika (KAA), dan Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) yang menjadi perhatian publik kala itu.


Peristiwa yang terakhir disebut, yakni KIAA, terjadi pada bulan Maret 1965, di saat situasi global tengah berkecamuk Perang Dingin, yakni sebuah perseteruan Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat (AS) dan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet.

 

Sementara Indonesia sendiri tengah berkonfrontasi dengan Malaysia sejak tahun 1962, yang bahkan berujung pada keluarnya Indonesia dari PBB di awal Januari 1965. Begitulah, di tengah situasi yang demikian, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggara Africa-Asia Islamic Conference (Konferensi Islam Asia-Afrika atau bisa juga disebut Konferensi Islam Afrika-Asia).


Ada banyak surat kabar yang memberitakan peristiwa KIAA ini, baik sebelum maupun saat berlangsungnya konferensi. Semisal, koran harian Duta Masjarakat (DM) yang ikut meliput secara lengkap penyelenggaraan KIAA. DM pada edisi tanggal 10 Februari 1965 memberitakan, rencananya KIAA akan diselenggarakan tanggal 20 Februari 1965 mesti diundur hingga awal Maret 1965.


Hal tersebut tertuang dari laporan Ketua Organizing Committee (OC) KIAA yang juga Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Idham Chalid kepada Presiden Soekarno. Disampaikan Kiai Idham, pengunduran waktu KIAA karena persoalan teknis. Selain agar persiapan bisa lebih matang, juga akan diadakan beberapa kegiatan untuk menyemarakkannya.


Hingga akhirnya, pada Sabtu tanggal 6 Maret 1965 jam 10 pagi, KIAA yang dihadiri utusan dari 35 negara (terkait jumlah dan nama negara yang mengikuti KIAA akan diterangkan pada artikel lain, pen) secara resmi dibuka di Gedung Merdeka Bandung. Suasana di Kota Bandung pun menjadi sangat meriah dengan adanya penyelenggaraan KIAA.


“Suatu pawai raksasa telah diselenggarakan di Kota Bandung, untuk menjambut Konperensi Islam Afrika-Asia. Pawai jang berlangsung Sabtu petang selama 4 djam penuh itu, diikuti oleh 76 barisan dari berbagai organisasi pemuda, peladjar, mahasiswa, organisasi2 massa buruh, wanita, serta kariawan2 lainnja,” (DM edisi 8 Maret 1965).


Persatuan Umat Islam

Sebagai Ketua OC KIAA, KH Idham Chalid didapuk untuk menyampaikan pidato sambutan. Dalam pidatonya Kiai Idham mengatakan bahwa konferensi ini dapat bermakna menggembirakan, namun juga bisa bermakna sebaliknya yakni menggelisahkan, bagi mereka yang tidak ingin melihat perjuangan dan persatuan umat Islam di seluruh dunia.


“Berabad lamanja, Ummat Islam mulai dari Marokko hingga Merauke, telah menjadi korban imperialisme dan kolonialisme… Ummat Islam telah berdjuang dan berkorban untuk kemerdekaan dan kemakmuran dan keadilan nasion masing2, dan kini tiba saatnja untuk membangkitkan persatuan internasional, sebagaimana pernah ada dulu untuk menghadapi musuh bersama, jang djuga bersifat internasional!” kata Kiai Idham.


Tentu musuh bersama yang dimaksud Kiai Idham ini adalah kolonialisme serta imperialisme, yang di zaman tersebut lazim disebut dengan istilah neo-kolonialisme (nekolim). Banyak negara di Asia dan Afrika yang pernah mengalami nasib penderitaan yang sama, yakni dijajah oleh negara lain. Pun, setelah mereka merdeka, tetap saja nekolim ini masih tetap ingin menguasai baik melalui politik, ekonomi, budaya, ideologi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, Kiai Idham menaruh harapan besar dari penyelenggaraan KIAA ini.


“Agar konperensi ini bisa menjusun suatu persatuan perdjuangan baru setjara internasional, berdasarkan kondisi2 kongkrit dewasa ini. Persatuan Islam, uchuwah Islamijjah setjara internasional adalah mutlak adanja, dan tidak bisa ditunda2 lagi!” tegas Kiai Idham.


Selain Kiai Idham, Presiden Soekarno yang hadir dalam kesempatan itu juga menyampaikan pidatonya. Di hadapan 28 delegasi negara dan tamu undangan yang hadir di acara pembukaan, Bung Karno menyatakan syukur bahwa ia dapat ikut menyaksikan pembukaan KIAA di Bandung, tempat di mana pernah terselenggara KAA I.


Penulis: Ajie Najmuddin

Editor: Fathoni Ahmad