Merindukan Kader Hibrida di NU (2)
Kemunculan generasi pemikir di lingkungan NU tidak dapat dilepaskan dari peran intelektual Gus Dur selaku ketua umum PBNU selama lima belas tahun. Cendikiawan muda NU Ulil Abshar Abdallah menyebut Gus Dur sebagai pembuka jendela intelektual NU atas gebrakannya mengenalkan banyak pemikiran klasik dan moderen. Sejak Gus Dur itu, karya-karya Fazlurrahman (Pakistan), Muhammad Arkoun (Perancis) dan pemikir kontemporer lainya mulai memasuki pesantren secara seporadis. Tidak jarang "gus-gus" yang dahulu hanya mlototi kitab kuning, ketika itu mulai gemar membicarakan karya-karya pemikir kontemper tersebut.
Pada saat bersamaan, banyak pula pemuda NU yang terjun langsung dalam upaya-upaya advokasi masyarakat, pembelaan terhadap buruh, petani, pembinaan anak-anak jalanan, serta aktivitas-aktivitas lain yang bertujuan meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan hidup umat. Mereka umumnya adalah pemuda yang lahir dari keluarga NU meski tidak sepenuhnya mendapat pendidikan pesantren, akan tetapi sebagian besar pernah di pesantren. Generasi aktivis ini lahir dari kampus dan disuburkan oleh ketertindasan NU oleh Orde Baru.
Kamis, 11 Maret 2004 | 04:42 WIB