Fragmen

Gaya Kepemimpinan KH Idham Chalid

Sel, 3 Juli 2018 | 23:00 WIB

KH Idham Chalid diketahui memiliki hubungan yang erat dengan KH Abadul Wahab Chasbullah. Ia merupakan ‘kader’ dari Kiai Wahab. Maka dari itu, gaya berpikir, bersikap, dan kepemimpinannya sedikit banyak dipengaruhi oleh Ra’is ‘Aam itu. Selain itu, Kiai Idham juga memiliki kedekatan dengan Presiden Soekarno. Bahkan, bisa dikatakan mereka berdua memiliki kesamaan soal gaya kepemimpinan. Meski demikian, keduanya memiliki gaya kepemimpinan yang khas. 

Merujuk buku Idham Chalid Guru Politik Orang NU, Kiai Idham Chalid menjadikan rumahnya sebagai kantor PBNU semenjak terpilih menjadi ketua umum organisasi Islam terbesar tersebut. Pertama-pertama ia mengubah jalur administrasi organisasi dengan menjadikan rumahnya sebagai markas organisasi. Dengan demikian, ia bisa ‘mengontrol dan mengendalikan’ NU dari rumahnya. 

Kiai Idham Chalid bukanlah orang yang terlalu kaku dan ketat menjalankan aturan-aturan organisasi. Di samping itu, ia juga lebih suka memberikan bantuan kepada siapapun yang datang, baik berupa materiel ataupun imateriel. Hal inilah yang membuatnya memiliki jaringan-jaringan yang kuat hingga ke tingkat bawah organisasi. 


Bahkan, Kiai Idham mendapat julukan ahli yahannu yang berarti orang yang mengatakan hal-hal yang menyenangkan orang dan menyampaikan apa yang orang ingin dengar. Gaya kepemimpinan yang seperti inilah yang membuatnya awet memimpin NU hingga hampir tiga dekade. Pun di dunia pemerintahan. Karirnya juga awet meski presiden berganti. 

Pengamat Islam asal Australia, Greg Fealy, menilai bahwa Kiai Idham Chalid adalah orang ahli dalam berkomunikasi. Kiai Idham memiliki banyak lelucon dan mampu membaca situasi hati audiennya. Oleh karena itu, kemampuannya dalam menyenangkan hati dan menggerakkan massa membuatnya bertahan lama menjadi pimpinan NU. Singkatnya, ia selalu menyambut lawan-lawannya dengan jurus yang halus dan lembut, namun mematikan.  

Kiai Idham adalah seorang orator ulung. Kemampuannya ini diasah sejak ia masih kecil. Ia suka berpidato dan sempat menjadi penceramah di beberapa daerah di sekitar desanya. Dalam berpidato, Kiai Idham adalah orang yang tahu bagaimana menghadapi emosi massa dan mendatangkan simpati. Ia merupakan orang yang sangat diplomatis yang seringkali membuat orang yang marah kepadanya tidak berkutik. 

Ia juga dikenal gemar bermain catur, sebuah cabang olah raga yang membutuhkan teknik, taktik, dan strategi untuk mengalahkan lawan. Secara tidak langsung, ini juga yang mempengaruhi Kiai Idham berpolitik dan menjadi pimpinan organisasi. 

Setiap pemimpin pasti dihadapkan pada dua pilihan resiko dalam menjalankan roda organisasinya. Pertama, gagah berani berlayar menghadapi badai dan karang namun akibatnya bahteranya karam menghantam karang. Kedua, tidak mau melawan arus tetapi berlayar menentang pulau atau setiap usaha harus ada tujuannya, meski dicemooh karena dinilai hanya cari selamat bahkan dicap sebagai opurtunis.

Sebagai seorang pemimpin, Kiai Idham Chalid memilih resiko yang kedua. Meski mendapatkan cap seorang yang 'opurtunis', namun sejarah mencatat bahwa Kiai Idham Chalid sebagai nahkoda NU berhasil membawa organisasi yang didirikan KH Hasyim Asy’ari itu melintasi badai dan gelombang sejarah. 

Kiai Idham seringkali digambarkan sebagai orang yang mudah beradaptasi, luwes, dan cenderung menghindari konflik yang tidak perlu. Ia juga memiliki insting politik yang baik dan pandai membaca situasi. Hal itulah yang menyebabkannya mampu bertahan di pemerintahan meskipun orde berganti. Terlepas dari itu semua, bagi Kiai Idham berpolitik harus memiliki orientasi kepada kemaslahatan masyarakat. Pendirian Kiai Idham Chalid tersebut melahirkan sikap politik yang luwes. (A Muchlishon Rochmat)