Fragmen

KH Nuril Huda Bersepeda dari Lamongan ke Yogya dan Solo Demi Bisa Kuliah

Rab, 20 Desember 2023 | 16:30 WIB

KH Nuril Huda Bersepeda dari Lamongan ke Yogya dan Solo Demi Bisa Kuliah

A.N. Nuril Huda muda. (Foto: dok keluarga KH Mustahal Achmad)

Sekitar tahun 1958, A.N. Nuril Huda Suaiby (Suaiby bukan Suaidy, sebagaimana tertulis dalam nama kepengurusan PC IPNU Surakarta tahun 1961) dengan jiwa muda dengan penuh semangat mengayuh sepeda dari tempat kelahirannya di Lamongan menuju ke Yogyakarta dan Solo.


Tentu Nuril Huda bersepeda sejauh itu bukan untuk memecahkan rekor, melainkan demi bisa kuliah. Adapula versi lain yang penulis dapatkan, karena ia ingin menemui salah satu idolanya, yakni Pendiri IPNU KH Tolchah Mansoer.


Kiai Nuril bercerita, sedianya ia ke Yogyakarta untuk mendaftar di salah satu perguruan tinggi. Namun, sayangnya pendaftaran di kampus tersebut telah ditutup dan mesti menunggu tahun ajaran berikutnya. Alhasil, entah bagaimana cerita lengkapnya, ia kemudian justru datang ke Kota Surakarta, yang kala itu terdengar kabar telah dibuka sebuah kampus baru yang bernama PTINU (Perguruan Tinggi Islam Nahdlatul Ulama).


Ia pun mendaftar di PTINU dan diterima di Fakultas Hukum Islam (Kulliyatul Qadha). Sembari kuliah, ia juga nyantri ke Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan yang kala itu masih diasuh oleh Kiai Ahmad Umar Abdul Mannan.


Tak cukup dengan kuliah dan nyantri, meski di tanah perantauan, jiwa sebagai seorang aktivis Nuril Huda pun tetap menyala. Sebelum pindah ke Solo, ia tercatat pernah menjadi Ketua PC IPNU Lamongan (riwayat lain menyebutkan Tuban).


Kiai Nuril kemudian ikut aktif bersama IPNU Surakarta, yang dipimpin oleh H Mustahal Achmad. Tahun 1961, ia bahkan dipercaya untuk menggantikan H Mustahal menjadi ketua PC IPNU Surakarta.


Selain di IPNU, semasa kuliah di Surakarta pada 17 April 1960, Nuril Huda bersama wakil mahasiswa dari Surakarta lainnya, Laily Mansur, juga ikut menjadi saksi bersejarah lahirnya PMII di Surabaya.


Missi Islam

Usai menamatkan kuliah, Kiai Nuril juga tercatat sebagai salah satu penggerak dakwah "Missi Islam". Melalui wadah ini, Kiai Nuril bersama sejumlah ulama muda lainnya di NU, berkeliling ke berbagai penjuru Tanah Air untuk menyebarkan ajaran Islam.


Dari penuturan Pengasuh Pesantren An Najah Gondang Sragen KH Minanul Aziz Syathori, ketika mondok di Mangkuyudan (sebutan populer untuk Pesantren Al Muayyad), Kiai Nuril Huda sudah pandai pidato dan sering diminta untuk mengisi ceramah.


"Kata Mbah Kaji (mbah Nyai Mushlihah, istri Mbah KH Abdul Mannan yang warungnya dulu di depan pondok): Ketika mau ngisi pengajian beliau sering tak punya sangu, akhirnya sering pinjam atau ngutang Mbah Kaji dan nanti kalau sudah ngdji dan dapat bisyarah baru nyaur," kata Kiai Minan.


Kiai Minan yang pernah menjadi Ketua PCNU Sragen mengungkapkan, Kiai Nuril Huda juga beberapa kali hadir ke PCNU Sragen mewakili PBNU. "Di antara yang sering beliau sampaikan ketika pengajian untuk menghibur warga NU, membaca: Inna sholaatii wa nusukii wa mahyaaya ... Jangan keliru, karena jadi orang kaya, lalu bacanya: Inna sholaatii wa suzukii wa yamaha .. hehe," kenangnya.


Konsistensi tokoh kelahiran Lamongan, 17 Agustus 1939 tersebut dalam dunia dakwah memang patut diacungi jempol. Hingga sekitar tahun 2010, Kiai Nuril juga sempat aktif di Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) PBNU sebagai ketua. Di usia senjanya, ia masih sering mengisi pengajian-pengajian, tentu dengan intensitas yang tidak sebanyak dulu.

 
KH AN Nuril Huda (1939-2023). (Foto: dok. keluarga)
 

Kiprah Kiai Nuril, baik di tingkat nasional maupun di Surakarta pada khususnya tentu menjadi ketertarikan bagi penulis untuk mewawancarainya atau sowan secara langsung. Sayangnya, Beberapa kali ketika Kiai Nuril berkesempatan hadir di Solo maupun sekitarnya, penulis belum berkesempatan untuk bertemu dengannya. Pun saat buku penulis berjudul "Menyambut Satu Abad NU" terbit di tahun 2020 hingga kini, keinginan tersebut belum juga terwujud.


Rabu, 20 Desember 2023 Pukul 06.35 WIB KH Nuril Huda wafat. Semoga ia mendapatkan Rahmat dan Ampunan dari Allah SWT. Apa yang pernah ia dirikan dan perjuangkan semasa hidup, semoga menjadi amal baik dan pahala jariyah yang terus mengalir untuknya. Lahul fatihah


Ajie Najmuddin, penulis buku Menyambut Satu Abad NU: Studi Kasus di Wilayah Surakarta dan Sekitarnya