Fragmen KONGRES IPNU DARI MASA KE MASA (1)

Kongres Perdana, Dibuka Presiden Soekarno, Dihadiri 30 Cabang

Sel, 1 Desember 2015 | 03:00 WIB

Sejak dilahirkan pada tanggal 24 Februari 1954 bertepatan dengan 20 Jumadil Akhir 1373 H pada perhelatan Konferensi Besar (Konbes) LP Ma’arif NU di Semarang, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) telah menggelar kongres sebanyak 17 kali, yang terakhir dilaksanakan di Palembang tahun 2012 lalu.
<>
Sebelum dikenal dengan istilah kongres, sebagai forum permusyawaratan tertinggi, IPNU menggunakan sebutan muktamar, seperti halnya NU. Hal ini kemungkinan besar dikarenakan IPNU sebagai salah satu badan otonom (banom) NU, sehingga istilah yang digunakan juga tak jauh berbeda.

Menjelang Kongres IPNU XVIII yang rencananya akan diselenggarakan di Asrama Haji Donohudan Boyolali, Jawa Tengah, awal Desember 2015 ini, para pembaca kami ajak untuk menilik sekilas catatan Kongres IPNU dari masa ke masa, yang akan dimuat secara berseri :

1. Kongres I (Malang, 1955)

Muktamar atau kongres I pada 28 Februari-5 Maret 1955 bertempat di tanah kelahiran sang pendiri sekaligus ketua pertama, Tolchah Mansoer, yakni di Kota Malang, Jawa Timur. Masyarakat Malang menyambut dengan antusias penyelenggaraan muktamar IPNU, dengan ikut berduyun-duyun datang ke halaman Pendopo Kabupaten Malang.

Terlebih perhelatan muktamar pertama ini dihadiri oleh sejumlah tokoh seperti Rais Aam PBNU KH Wahab Chasbullah, Wakil Perdana Menteri KH Zainul Arifin, dan Menteri Agama RI KH Masjkur. Presiden Ir. Soekarno bahkan ikut membuka acara dan memberikan sambutan.
Pihak media, baik cetak maupun radio ikut meliput jalannya muktamar untuk memberikan informasi terbaru. Masyarakat pun dapat mendengarkan pidato kenegaraan yang disiarkan secara langsung oleh RRI.

Pada tahun yang sama, kebetulan NU yang masih menjadi partai politik tengah mempersiapkan diri untuk menghadapi Pemilu, sehingga muktamar IPNU pertama meski sang ketua telah menegaskan hubungan IPNU dalam politik, namun mau tidak mau keberadaannya tetap tak bisa terlepas dari konstelasi perpolitikan saat itu:

Dalam hal ini perlulah dimengerti hubungan IPNU adalah Ma’arif (bagian pengajaran) dan IPNU tidak akan berbicara dalam hal politik. Itu urusan tanfidziyah NU.

Forum muktamar yang dihadiri sekitar 30 cabang dan beberapa utusan pesantren se-Indonesia tersebut, pada akhirnya kembali memilih Tolchah Mansoer sebagai Ketua Umum PP IPNU periode 1955-1957.

Usai penyelenggaraan kongres, Tolchah segera melakukan konsolidasi dan sosialiasi ke berbagai daerah untuk membesarkan IPNU. Dalam hal kebijakan organisasi, selama masa kepemimpinannya di periode tersebut lebih difokuskan untuk penguatan kelembagaan internal serta membangun kesadaran ideologis kader.

Sebagaimana dikatakan Tolchah dalam pengantar peraturan dasar AD/ART IPNU: “Dan selandjutnya atas basis kekokohkuatan ini mentjoraki masjarakat dan memberikan sumbangan jang berarti kepada masjarakat.”

(Ajie Najmuddin; dari berbagai sumber)


Sumber utama: Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga  Ikatan Peladjar Nahdlatul ‘Ulama’, (Jogjakarta, PP IPNU), 1957.

Foto: Kader IPNU generasi awal