Fragmen

Pernahkah NU Menggelar Muktamar Luar Biasa?

Sen, 15 November 2021 | 10:00 WIB

Pernahkah NU Menggelar Muktamar Luar Biasa?

Logo NU pertama. (Foto: NU Online)

Dalam Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama hasil Muktamar Ke-33 di Jombang, Jawa Timur Bab IX Pasal 22 disebutkan bahwa ada empat Permusyawaratan tingkat nasional dalam Jamiyyah Nahdlatul Ulama.

 

Permusyawarata tersebut adalah Muktamar, Muktamar Luar Biasa, Musyawarah Nasional Alim Ulama, dan Konferensi Besar. Dari keempat permusyawaratan ini, Muktamar Luar Biasa (MLB) permusyawaratan yang tidak begitu populer. Hanya pada momen-momen penting dan krusial suara-suara tentang MLB dimunculkan.


Mengacu pada Anggaran Rumah Tangga NU pasal Pasal 73, MLB bisa diselenggarakan pada kondisi-kondisi tertentu dan krusial seperti apabila Rais ’Aam dan atau Ketua Umum Pengurus Besar melakukan pelanggaran berat terhadap ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. MLB dapat diselenggarakan atas usulan sekurang-kurangnya 50 persen plus satu dari jumlah Wilayah dan Cabang.


Dalam Ensiklopedia Nahdlatul Ulama: Sejarah, Tokoh, dan Khazanah Pesantren yang ditulis oleh M. Imam Aziz dkk. Disebutkan paling tidak ada dua contoh bagaimana usulan-usulan dan parktik MLB diadakan di lingkungan NU.

 

Pertama adalah setelah Muktamar NU di Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 1994 saat Abu Hasan kalah dari Gus Dur saat pemilihan Ketua Umum Tanfidziyah PBNU. Abu Hasan kemudian pernah mengadakan MLB mengatasnamakan NU. 


Karena tidak didukung oleh mayoritas cabang-cabang ia sangat kesulitan andai saja tidak didukung oleh Presiden Soeharto.

 

Namun berkat dukungan kekuasaan pada saat itu, Abu Hasan tetap menggelar MLB NU di Pondok Gede, Jakarta, pada Januari 1996. Keabsahan cabang-cabang yang hadir pun dipertanyakan keabsahannya.


Dari MLB yang disebut sebagai MLB rekayasa versi Abu Hasan yang didukung rezim kekuasaan saat itu, Abu Hasan kemudian membentuk KPPNU sebagai hasil MLB versinya. Organisasi yang bernama KPPNU ini mati dengan sendirinya. Ini karena KPPNU tidak didukung kiai-kiai NU, aktivis-aktivis NU, dan tidak diapresiasi Syuriyah dan warga NU.


Wacana kedua tentang MLB juga pernah disuarakan kelompok-kelompok kultural NU menjelang Muktamar NU di Boyolali, Jawa Tengah, pada 2004. Namun usulan ini hanya berhenti di tingkat usulan saja. Dalam praktiknya,MLB tidak dilaksanakan karena PB Syuriyah tidak mengagendakan dan tidak menjadikan MLB sebagai solusi untuk membenahi NU pada saat itu.


Dari dua kejadian ini disimpulkan bahwa MLB tidak pernah dilaksanakan di lingkungan NU karena mekanisme musyawarah masih dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang ada. Meski begitu, sebagai aturan organisasi, MLB tetap diberi peluang untuk bisa dilaksanakan dengan persyaratan yang sangat ketat.


Penulis: Muhammad Faizin

Editor: Fathoni Ahmad