Namun, walaupun keduanya telah mengirim telegram tetapi tidak satupun aktivis partai yang menjemput mereka ke stasiun kereta api. Kebetulan ketua NU setempat adalah pegawai Departemen Agama, sementara Menteri Agamanya adalah Fakih Usman dari Masyumi. Ketua NU itu ketakutan karena terancam posisinya di Depag akan digeser.<>
Saat itu mengaku NU memang masih riskan karena setelah organisasi ini keluar dari Masyumi langsung dituduh memecah belah ukhuwah Islamiyah. Padahal di Masyumi NU tidak pernah dihargai, hanya dijadikan pendulang suara. Sementara ketika PSII keluar dari Masyumi tidak pernah dituduh demikian. Maka banyak orang NU di Masyumi yang belum berani menunjukan identitas ke-NU-annya.
Setelah mereka berdua berputar-putar ke kota, Idham Cholid menawarkan pada kiai Wahab untuk beristirahat di losmen. Sang kiai menolak; lebih baik kita sembahyang dulu ke masjid. Ternya ke masjid tidak hanya untuk sembahyang, kesempatan itu digunakan Kiai Wahab untuk menyelidiki keadaan. Kiai itu menanyakan pada jemaah tentang kondisi NU dan Masyumi di daerah itu. Akhirnya semua kejanggalan itu terkuak, ternyata para tokoh NU yang kebetulan menjadi pemimpin di Depag setempat telah pergi ke luar daerah, untuk mengindari pertemuan dengan para pimpinan NU itu.
Menghadapi situasi ini Kiai Wahab tidak kalut, dengan tenang ia berusaha mengontak satu persatu para pimpinan NU tadi. Setelah berhasil mengkoordinasi mereka, lalu direncanakan mengadakan rapat kerja dengan para tokoh NU setempat termasuk dengan pejabat Depag yang menghindar tadi.
Pertemuan itu dirahasiakan, hanya dihadiri sembilan orang tetapi dianggap cukup banyak oleh kiai Wahab. Walaupun hanya dihadiri sembilan orang, tetapi karena pidato Kiai Wahab yang berapi-api itu melahirkan suasananya heroik, sehingga terasa terasa dihadiri oleh sembilan ribu orang. Demikian menurut kesaksian KH Idham Cholid, sambil berujar, “yang banyak belum tentu baik, tetapi yang baik selalu banyak berarti”.
Setelah para aktivis NU mendapat brifing dari Kiai Wahab, sejak saat itu mereka tidak lagi canggung mendukung partai NU. Dengan jaminan pribadi dari Kiai Wahab. Mereka tidak khawatir lagi diintimidasi oleh Masyumi, bahkan telah siap tempur menghadapi Pemilu 1955. Di situlah letak kesuksesan NU dalama mengelola politik, di mana para kiai langsung bersentuhan dengan masyarakat bawah, sehingga rakyat termotivasi dan selalu optimis, sehingga menghasilkan kemenangan besar. (Mun’im DZ)
Pustaka Indonesia Satu, 2008
Terpopuler
1
Fantasi Sedarah, Psikiater Jelaskan Faktor Penyebab dan Penanganannya
2
Rais 'Aam PBNU Ajak Pengurus Mewarisi Dakwah Wali Songo yang Santun dan Menyejukkan
3
Kisah Levina, Jamaah Haji Termuda Pengganti Sang Ibunda yang Telah Berpulang
4
Khutbah Jumat: Lima Ibadah Sosial yang Dirindukan Surga
5
Pergunu Buka Pendaftaran Beasiswa Kuliah di Universitas KH Abdul Chalim Tahun Ajaran 2025
6
Pakai Celana Dalam saat Ihram Wajib Bayar Dam
Terkini
Lihat Semua