Fragmen

Usmar Ismail dan Lesbumi NU

Sel, 20 Maret 2018 | 13:00 WIB

Tiap akhir Maret, tepatnya tanggal 30 diperingati sebagai Hari Film Nasional. Penetapannya diambail dari hari pertama pengambilan gambar film Darah & Doa atau Long March of Siliwangi. Film itu dimulai dibuat pada 30 Maret 1950. 

Darah dan Doa merupakan film Indonesia pertama yang secara resmi diproduksi orang Indonesia setelah merdeka. Film itu diproduksi Perusahan Film Nasional Indonesia (Perfini). 

Sutradara film dan pendiri Perfini, Usmar Ismail, adalah tokoh Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi), sebuah lembaga yang didirikan Nahdlatul Ulama. Tak tanggung-tanggung, Usmar dipercaya sebagai ketua umum pertama waktu itu.  Lesbumi sendiri didirikan di Bandung pada 28 Maret 1962. 

Choirotun Chisaan dalam bukunya, Lesbumi; Strategi Politik Kebudayaan mengatakan, pandangan kebudayaan Lesbumi adalah humanisme relijius, yaitu berlandaskan kepada ketauhidan dan kemanusiaan. Lebih tegasnya adalaha adalah, hablum minallah wahablum minan nas, yaitu mencintai Allah dan mencintai manusia. 

Menurut Chisaan, pandangan Lesbumi semacam itu, merupakan gejala baru di Indonesia di antara pandangan-pandangan kesenian lain yang muncul di tahun 50 hingga 60-an. 

Pandangan itu sesuai dengan pandangan tokoh utamanya, Usmar Ismail, yang religius humanis. Hal itu tampak dalam tulisan-tulisannya mengenai konsep kesenian dan kebudayaan, terutama dalam Seniman Indonesia dan Karyanya. 

Tulisan itu, menurut Ensiklopedi NU, dipandang oleh teman-temannya sebagai manifesto atau surat kepercayaan kesenimanan Usmar. 

Dalam tulisan lain, Usmar menegasakan bahwa tugas seniman dan budayawan adalah untuk mengabdi kepada Allah. Karenanya para seniman dan para kiai harus bergandengan tangan untuk mengembangkan syiar Islam.

Pandangannya itu semakin kentara ketika berhadapan dengan Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra). Sebagai Ketua Umum Lesbumi, ia menempati ujung tombak front A dalam Nasakom. A mewakil kalangan agamis dalam unsur-unsur Nasakom itu yang terdiri dari Nas (nasionalis) yang diwakili LKN, A (agamis) diwakili Lesbumi, dan kom (komunis) adalah Lekra.

Bagi Usmar, masuknya Lesbumi ke dalam Nasakom itu menjadi penting karena sebagai saluran para seniman Muslim. Sebab, saat itu, tak ada partai Islam yang kuat selain NU, setelah Masyumi dibubarkan Presiden Soekarno. (Abdullah Alawi)