Humor

Kisah Lucu Santri Ashri, Falaq, dan Imron Menghadap Kiai

Ahad, 6 November 2022 | 12:00 WIB

Kisah Lucu Santri Ashri, Falaq, dan Imron Menghadap Kiai

Ilustrasi (NU Online)

Salah satu hal yang mencirikan kiai Nahdlatul Ulama (NU) dalam berdakwah adalah menyelipkan humor. Selain untuk menghibur dan memecah suasana tegang, di dalam humor-humor itu juga biasanya terselip pesan dan makna. Tak sekadar untuk membuat audien tertawa saja.


Pengasuh Pesantren An-Nawawi Berjan Purworejo KH Achmad Chalwani, salah satu kiai NU, juga demikian. Terkadang beliau menyelipkan humor di sela ceramah. Salah satunya adalah kisah kiai dan tiga orang santri yang semuanya memiliki nama surat dalam Al-Qur’an.

 

Alkisah, ada tiga santri baru yang bernama Ashri, Falaq dan Imron, datang secara berbarengan untuk menghadap (sowan) kepada sang kiai.


Sebagaimana kiai NU pada umumnya yang peduli kepada santrinya, ketiga santri itu ditanya namanya. "Siapa namamu?" kata kiai sambil menunjuk salah satu di antara mereka.


"Nama saya Ashri, Kiai," jawabnya penuh takdzim.


"Oh, itu nama surat dalam Al-Qur’an, ya?"


"Iya, Kiai."


"Nama yang bagus. Tapi kalau kamu namanya Ashri, sudah sepantasnya hafal Surat al-Ashri. Hafal, tidak?"


"Hafal, Kiai."


"Coba dibaca," pinta sang kiai.


Tanpa berpikir panjang, ia pun membaca surat al-‘Ashri dengan lancarnya. Maklum, banyak Muslim hafal dengan surat yang satu ini karena pendek. Santri pertama pun lulus dari ujian dadakan ini. Sang kiai memujinya, karena sudah selayaknya ia hafal surat yang menjadi namanya.


Kemudian pertanyaan berlanjut kepada santri yang kedua.


"Kalau kamu, siapa namanya?"


"Nama saya Falaqi, Kiai."


"Nama surat dalam Al-Qur’an lagi?"


"Iya, Kiai."


"Hafal, tidak?"


"Hafal, Kiai."


"Coba dibaca."


Santri kedua pun membaca dengan lancarnya. Maklum, Surat al-Falaq juga salah satu surat pendek dalam Al-Qur’an. Santri kedua pun lulus dari ujian dadakan. Sang kiai memujinya, karena sudah sepatutnya ia hafal surat yang menjadi namanya.

 

Setelah keduanya lulus ujian dadakan, santri yang ketiga pun deg-degan. Keringatnya bercucuran sebesar jagung. Ia berpikir, ujian itu juga akan dialamatkan kepadanya.


"Kalau kamu, namanya siapa?"


Sang santri diam seribu bahasa. Maklum, namanya adalah Ali Imron, salah satu surat yang panjang dalam Al-Qur’an. Dan ia tak hafal.


Kini Ali Imron tengah memutar otak mencari akal. Berbikir mencari solusi yang solutif untuk keluar dari 'perangkap' ini.
Sang kiai pun mengulangi pertanyaan yang sama.


"Siapa namamu?"


Sang santri masih diam saja. Kini ia tambah gemetaran. Wajahnya layu, dengan keringat sejagung-jagung. Mukanya menunduk, dengan bibir bawah menggigit bibir atasnya.


Namun, beberapa bentar kemudian, ketemulah akal yang dicari itu. "Sepertinya ini adalah solusi di saat-saat seperti ini," batinnya. Mukanya sedikit cerah. Ia sudah bisa bernafas lega.


Kini ia siap dengan pertanyaan yang sama dari sang kiai.


"Siapa namamu? Kenapa diam saja?"


"Anu, Kiai, nama saya Imron, tapi panggilannya Qulhu," jawabnya.

 

Meledaklah tawa sang kiai mengdengar jawaban Imron.


Ia tahu bahwa ini adalah 'akal-akalan' dari sang santri baru itu agar tak disuruh membaca surat yang panjang. Tapi ia memahami hal ini, oleh karena sang kiai sendiri tidak hafal surat panjang itu. Ia kembali melanjutkan pertanyaan, "Ceritanya bagaimana, kok bisa dipanggil Qulhu?" kejar sang kiai.


"Anu, Kiai, keluarga saya itu NU, yang suka tahlilan. Nah, di dalam tahlil itu ada bacaan Qulhu (Surat Al-Ikhlas) yang saya hafal dan sering membacanya di dalam shalat. Saking seringnya membaca, teman-teman sampai memanggil saya Qulhu," kata Imron, sambil reflek garuk-garuk kepala.


"Oh, kalau begitu, benar kamu, benar kamu, benar kamu, Hu, Qulhu," kata sang kiai, mengulangi sampai tiga kali.


Sang kiai pun ingat kisah sahabat Nabi yang masuk surga karena suka membaca surat Al-Ikhlas. Ia menyukai surat ikhlas itu karena murni berisi ajaran tauhid, tak ada tendensi yang lain.


Akhirnya, Imron hanya disuruh membaca Surat Al-Ikhlas atau sering disebut Qulhu itu. Ia lulus dengan 'summa-cumlaude'. Berkah sering ikut Tahlilan, ia pun selamat dari ujian dadakan menghafal surat yang panjang. (Ahmad Naufa)