Internasional

AS Lumpuhkan UNESCO karena Terima Palestina sebagai Anggota

Jum, 12 Oktober 2012 | 06:39 WIB

Paris, NU Online
UNESCO dalam keadaan keuangan terburuk sesudah penyumbang terbesarnya, Amerika Serikat, membekukan pendanaannya pada tahun lalu, kata direktur jenderal lembaga budaya Perserikatan Bangsa-Banngsa itu pada Kamis.
<>
Badan Pendidikan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa itu tercebur ke dalam krisis pada Oktober 2011 ketika Washington, sekutu Israel, membatalkan hibahnya dalam protes atas keputusan memberi keanggotaan penuh Palestina.

Badan PBB itu dipaksa memangkas pengeluaran, membekukan pekerja sewaan dan memotong program setelah kehilangan dana AS, yang membentuk hingga 22 persen anggarannya, kata Irina Bokova dari UNESCO kepada wartawan.

Badan itu, yang antara lain menetapkan loka Warisan Dunia, meningkatkan pendidikan dunia dan mendukung kebebasan pers, memulai tahun ini dengan defisit 150 juta dolar AS dari 653 juta dolar anggarannya selama 2012 dan 2013, kata Bokova.

"Itu melumpuhkan kemampuan kami bekerja," katanya.

"Kami menghadapi keadaan sangat sulit. Kami menggalang dana pada tahun ini, tapi tidak berkelanjutan untuk jangka panjang. Kami tidak menutup UNESCO, namun negara anggota harus memikirkan kembali jalan ke depan. UNESCO akan lumpuh," katanya.

Undang-undang AS melarang pendanaan untuk setiap lembaga PBB, yang memberikan keanggotaan penuh kepada setiap kelompok, yang tidak memiliki "atribut kenegaraan diakui secara internasional".

Sebagai hasil pemungutan suara atas Palestina, pemerintah AS, yang membayar iuran tersebut pada akhir tahun itu, segera menarik dananya kepada lembaga bermarkas di Paris tersebut.

Di antara proyek terkena perubahan kebijakan AS itu adalah pendidikan Holocaust, yang terkait dengan kampanye lebih luas hak asasi manusia dan pemunahan serta penelitian Tsunami, yang keduanya secara langsung dibiayai Washington.

Bokova menyatakan kepentingan AS adalah menjadi bagian dari UNESCO dan mengharapkan Washington meninjau sikapnya sebelum tahun depan ketika akan kehilangan hak suara karena tidak membayar iuran.

"Ada uang di dunia, tapi itu bukan hanya tentang uang," kata Bokova, "Kami membutuhkan AS untuk merumuskan kebijakan dan membahas nilai bersama."

Bokova, yang menjabat pada tiga tahun lalu, menyatakan pemotongan besar UNESCO itu mempengaruhi caranya bergerak. Badan itu tidak mengganti 336 pekerjaan sekitar 15 persen dari pekerjanya, membatalkan proyek dan memangkas biaya.

Untuk mengimbangi kekurangan tersebut, UNESCO menciptakan dana darurat untuk mendapatkan uang, terutama dari anggota lain, yang disiapkan untuk proyek usulannya.

Mantan menteri luar negeri Bulgaria berusia 60 tahun menyatakan berhasil mengumpulkan 69 juta dolar AS, termasuk 20 juta dolar masing-masing dari Arab Saudi dan Qatar, serta sumbangan lebih kecil dari negara termasuk Turki, Indonesia dan Aljazair.

Ia juga menerima dana proyek tertentu dari negara pemilik kepentingan dalam bidang tertentu. Pada Kamis, badan itu menandatangani persetujuan 20 juta dolar dengan Norwegia untuk pendidikan dan pembangunan berkelanjutan.

"Itu mengisi celah, tapi tidak dalam jangka panjang. Kami perlu anggaran terukur," katanya, "UNESCO terperangkap dalam kekacauan politik kemelut Timur Tengah. Saya pikir itu tidak adil," demikian dikutip AFP dan Reuters.


Redaktur: Mukafi Niam
Sumber   : Antara