Internasional JURNAL DAI RAMADHAN

Belajar Keteraturan kepada Warga Macau

Kam, 22 Juni 2017 | 00:28 WIB

Macau, NU Online
Salah satu organisasi yang saya kunjung di Macau ialah Himpunan Aktivis Muslimah (HALIMAH). 

"Di sini kayak pesantren ya, Bu Lastri," komentar saya melihat situasi di majelis tersebut. 

Memang saya mendengar dari Bu Lastri, pimpinan HALIMAH, di sana ada shalat berjamaah, ada tahlilan setiap malam Jumat yang dimulai pukul 12 malam di luar Ramadhan, ada tim rebana, ada perpustakaan, ada jadwal piket. Sering pula diadakan kajian keislaman dengan mengundang para ustadz, bahkan berziarah ke Guang Zhou  di mana ada masjid tertua dan makam salah satu sahabat Nabi SAW, yaitu Saad bin Abi Waqash Ra.

Usai memimpin shalat tarawih dan witir, biasa dilakukan pengajian dan diskusi ringan. Malam itu saya disuguhi dong yun. Bentuknya seperti cilok yang hanyut dalam kuah keemasan yang tidak terlalu manis. Teksturnya juga lembut. Dan begitu digigit terasa wijen di dalamnya. Selain dong yun, ada juga minuman dan buah. 

Malam itu Senin (20/6), saya sampaikan bahwa siapa pun perlu mempersiapkan generasi selanjutnya seperti tercantum dalam Al-Qur’an Surat Annisa ayat 9. Mempersiapkan generasi agar kuat, baik secara intelektual, emosional, spiritual, fisik, finansial dan sosial. Saya kaitkan dengan organisasi, perlu mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk masa selanjutnya (regenerasi). 

Saya melihat pertama, kenyataan umur yang terbatas dan waktu terus berjalan. Kedua, meneladani Nabi SAW dalam melakukan kaderisasi. Ketiga, menimbang pernyataan bahwa kebenaran yang tidak terkelola dengan baik akan mudah dilumpuhkan oleh kebatilan yang dikelola dengan baik atau terorganisir. Keempat, bahwa hari ini segala sesuatunya berubah dengan cepat. Kelima, tidak setiap kepemimpinan bisa menghasilkan pemimpin. 

Oleh karenanya proses ini perlu menjadi perhatian. Saya tegaskan tak salah bila ada yang berkata negara disebut maju bukan karena kekayaaan sumber daya alam, tapi lantaran kekayaan sumber daya manusianya.

"Coba kita lihat judi," sambung saya. Pengelolaannya begitu terorganisir, rapi, teratur, dan disiplin. Kota Macau ini—bila standarnya hanya uang—memiliki pendapatan per kapita termasuk yang tertinggi di dunia. Saya belum pernah melihat pengemis atau gelandangan di sini. Bahkan lansia di atas usia 60 tahun mendapatkan tunjangan uang yang bisa mencapai 6000 MOP, atau sekitar 9 jutaan per bulan. Demikian juga anak hingga usia 18 tahun yang jumlahnya bervariatif. 

“Walau dalam kacamata Islam judi merupakan hal yang dilarang dan banyak merugikan, diakui atau tidak kota ini hidup dan berkembang darinya. Wisatawan lokal dan mancanegara bebas keluar masuk hotel dan casino di sini, hal yang dianggap amat lumrah dan legal,” papar saya.

Di sini berlaku, "jika hal yang mungkar sudah tersebar luas maka ia menjadi hal yang maruf." Para pengelola bisnis ini bahkan menyediakan bus-bus settle gratis sesuai brand casino atau hotelnya. 

Ada sebuah riwayat yang menyatakan bahwa Allah menyukai seseorang mengerjakan sesuatu secara ‘itqan’, atau dengan kualitas terbaik. Itqan juga terlihat dari citri menyukai sesuatu yang dikelola dengan teratur, rapi, terorganisir dan sistematis. Hal itu disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Shaf ayat 4. 

“Semoga kita bisa menerapkan keterautan, kerapian, agar menghasilakan kebaikan yang maksimal. Aamiin.”

Setengah dua malam, saya pun pamit. Malam itu jalanan masih terlihat basah habis terguyur hujan. (Saepuloh, anggota Tim Inti Dai Internasional dan Media (TIDIM) LDNU yang ditugaskan ke Macau, kegiatan ini bekerjasama dengan LAZISNU)