Internasional

Dari Jepara ke Kanada, Kisah Fauziah Fakhrunnisa Rochman Jadi Penasihat Kebijakan di Amerika Utara 

Kam, 27 Oktober 2022 | 11:30 WIB

Dari Jepara ke Kanada, Kisah Fauziah Fakhrunnisa Rochman Jadi Penasihat Kebijakan di Amerika Utara 

Fauziah Fakhrunnisa Rochman saat berada di Kanada. (Foto: dokumen pribadi)

Jakarta, NU Online

Fauziah Fakhrunnisa Rochman merupakan wanita asal Jepara, Jawa Tengah, yang telah lama berkiprah di luar negeri. Ia kini menjadi seorang penasihat kebijakan di bidang pengelolaan lingkungan hidup di sektor energi dan pertambangan yang berbasis di Calgary, Alberta, Kanada.


Sebelum memutuskan berkarier di negara yang tersohor akan daun maple itu, Fauziah menempuh pendidikan magister dan doktoral di dua universitas berbeda di Amerika Utara.


Pada 2008-2010, Fauziah melanjutkan pendidikan S2 program studi Ilmu Lingkungan di Yale University, New Heaven, Amerika, dengan fokus pengelolaan limbah di Indonesia. 


Kemudian di tahun 2011, Fauziah melanjutkan program doktoral Biologi Lingkungan di University of Calgary, Alberta, Kanada. Riset doktoral Fauziah adalah studi mengenai reklamasi dan rehabilitasi pasca kegiatan pengolahan minyak dan gas bumi.


Kecenderungan Fauziah untuk melanjutkan pendidikan di bidang keilmuan yang linear itu diakuinya lantaran memiliki ketertarikan mendalam terhadap pemulihan lingkungan dengan memanfaatkan alam dan perencanaan yang baik.


“Saya menyukai isu lingkungan, makhluk hidup, jadi saya mempelajari biologi dengan fokus pada pengelolaan lingkungan dan limbah. Ini tentang bagaimana kita bisa menjaga lingkungan dan memanfaatkan sistem yang ada di alam untuk memulihkan kembali ekosistem yang sudah tercemar,” kata Fauziah kepada NU Online, Kamis (27/10/2022). 


“Kita harus belajar dari alam. Mempelajari ciptaan Allah swt. Karena minat saya sampai sekarang di bidang pengelolaan lingkungan hidup, saya berharap semoga suatu hari nanti bisa menerapkan apa yang sudah saya pelajari dari barat untuk bisa diterapkan di Indonesia,” imbuhnya.


Saat ditanya alasan Fauziah menjatuhkan pilihannya ke Amerika Utara sebagai negara tujuan studi, ia menjelaskan bahwa Amerika dan Kanada adalah negara-negara rujukan perihal pembangunan dan tata kelola kota yang berwawasan lingkungan.


“Amerika, terutama Kanada, bisa dibilang lebih maju saat ini dalam menjaga dan mengelola lingkungan. Saya melihat bagaimana mereka bisa membangun taman di tengah kota, sungai yang mengalir bersih, juga memastikan bahwa kegiatan industri bisa diminimalisir dampaknya terhadap lingkungan. Saya ingin belajar itu,” ungkapnya.


Beasiswa melalui kampus-kampus di Amerika dan Kanada

Fauziah yang juga Wakil Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Amerika Serikat-Kanada itu menyebut bahwa dirinya mendapatkan beasiswa selama melanjutkan studi di Amerika dan Kanada.


“Selain karena fasilitas dan teknologinya bagus, kuliah dan penelitian S3 saya di bidang sains di sini dibiayai. Saya juga sambil mengajar dan mengampu beberapa mata kuliah biologi dan lingkungan di universitas. Jadi, sekolah tanpa keluar biaya, malah dibayarin, bisa jalan-jalan dan mencari pengalaman, kenapa tidak,” ucapnya. 


Fauziah mengaku mendapatkan beasiswa bukan melalui lembaga beasiswa pada umumnya, melainkan langsung mendaftar ke kampus-kampus tertentu di Amerika dan Kanada. 


Menurutnya, kuliah pascasarjana, terutama doktoral, di Amerika Utara pada umumnya dianggap sebagai ‘pekerjaan penelitian’, sehingga biaya ditanggung penuh oleh pihak universitas.


“Saya pernah beberapa kali mendaftar beasiswa melalui lembaga-lembaga asing, tapi tidak ada respons dan prosesnya terlalu lama dan berbelit. Akhirnya saya mencari cara lain,” tuturnya.


Tak patah arang, sarjana jebolan Universitas Gadjah Mada ini menemukan pendekatan lain untuk menjangkau program beasiswa. Ia mencari informasi terkait program studi yang didanai langsung melalui laman resmi universitas incarannya.


“Contohnya di Kanada, kampus-kampus memiliki banyak program dan projek penelitian. Jadi, kalau ada penelitian yang ditawarkan oleh profesor A di universitas A, bisa dibaca saja syaratnya apa. Kalau sesuai, langsung saja e-mail profesornya dan jika diterima, kampus akan menjamin kebutuhan finansial, untuk S2 dua tahun dan S3 empat tahun,” jabar dia.


“Itu yang saya lakukan waktu mau ke Kanada (untuk S3). Saya kirim resume dan karya tulis ke dosen yang bersangkutan via e-mail dan alhamdulillah langsung dapat. Saya mengirim email ke dosennya Januari, lalu di bulan September pada tahun yang sama sudah bisa langsung kuliah. Tanpa perlu wawancara atau bertemu sebelumnya,” tambah dia.


Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Syakir NF