Internasional MENENGOK GELIAT MADRASAH NU DI PERTH, AUSTRALIA (1)

Darul Ma’arif, Madrasah Persemaian Bibit Aswaja di Negeri Kanguru

NU Online  ·  Ahad, 16 Juni 2019 | 01:00 WIB

Australia, NU Online
Penerapan Islam yang rahmatal lil’alamin bukan monopoli negara tertentu, namun berlaku universal di jagat bumi manapun. NU yang sedari awal selalu menghembuskan Islam yang sejuk dan damai sebagai ruh dari konsep rahmatal  li’alamin disadari betul oleh para kader NU di Perth, Western Australia. Mereka punya cita-cita menabur serpihan  Islam yang sejuk, damai, dan toleran di negara yang penduduknya mayoritas non Muslim itu. Dan hal tersebut menjadi kebanggaan tersendiri karena NU yang menjadi pengusungnya.

Untuk itulah, atas inisiasi Pembantu Dekan UIN Syarif Kasim, Pekanbaru, Riau, Prof Raihani, mereka mendirikan Madrasah Darul Ma’arif di Perth, Western Australia. Rapat perdana untuk persiapan mendirikan madrasah tersebut digelar tanggal 26 Mei 2016.
“Resmi diumumkan ke publik tanggal 17 Juli 2016. Kegiatan pengajaran pertama dilaksanakan tanggal 23 Juli 2016,” tukas Wakil Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa (PCI) Australia bagian Perth, Western Australia, Anshori Husnur Rafiq sebagaimana rilis yang diterima NU Online, Sabtu (15/6).

Kegiatan madrasah ini mirip dengan TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) di Indonesia. Masuknya dalam seminggu hanya sekali, yakni hari Sabtu, dimulai pukul 09.30 hingga pukul 13.00 waktu setempat. Memang dipilih hari Sabtu, karena selain Sabtu mereka pulang sekolah pukul 15.30 waktu setempat. Sedangkan sebagian para pengajar pulang kerja pukul 17.00.

Untuk mengefektifkan pengajaran, murid dibagi dalam dua kelompok. Pertama, kelompok junior, untuk usia anak-anak TK hingga SD kelas 6. Kedua, kelompok teen (remaja), untuk muris usia SMP hingga SMA.
“Alhamdulillah peminatnya lumayan,” jelas Anshori.

Sedangkan mata pelajarannya adalah belajar membaca Al-Quran dengan metode iqra’. Alokasi waktunya adalah satu jam pertama. Jam-jam selanjutnya diisi dengan pengetahuan agama berbasis Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). Lalu ditutup dengan shalat dzuhur berjamaah.

Menurut Anshori, keberadaan madrasah tersebut tak ubahnya bagai persemaian bibit-bibit Muslim berbasis Aswaja. Ini penting karena mereka tumbuh dan berkembang di lingkungan non Muslim, sehingga jiwa toleransinya akan terasah, yang secara tidak langsung menguak identitas Islam yang toleran dan rahmatal  lil’alamin.

“Misi ini penting, biar mereka tahu bahwa Islam tidak suka kekerasan,” jelasnya. (Red: Aryudi AR)