Internasional

Dosen IAIN Jember Promosikan Islam Wasathiyah di Australia

Jum, 12 Juli 2019 | 10:30 WIB

Australia, NU Online

Dosen Muda Fakultas Syariah IAIN Jember,  Wildani Hefni terpilih sebagai penerima program beasiswa Partnership in Islamic Education Scholarships (PIES) tahun 2019. PIES merupakan program kerjasama antara kampus The Australian National University (ANU) Canberra dan Kementerian Agama RI yang dibiayai oleh Department of Foreign Affairs and Trades (DFAT) Pemerintah Australia.

Program beasiswa tersebut diperuntukkan bagi dosen yang sedang menempuh pendidikan doktoral untuk melakukan riset  dan penguatan tradisi akademik serta perluasan jejaring internasional di kampus ANU Canberra.

Saat ini, Wildan telah memasuki semester dua di kampus ANU Canberra. Di semester ini, sejumlah tugas telah menanti alumnus Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, Madura itu. Dalam waktu dekat Wildan akan mempresentasikan risetnya berjudul Indonesian Muslim Intellectuals and The Transmission of Reformist Thought in The Teaching of Contemporary Islamic Law.

“Alhamdulillah, saya sangat menikmati iklim akademik di Canberra. Saya sangat senang menghabiskan waktu di perpustakaan kampus dan di perpustakaan nasional Australia untuk melengkapi riset-riset yang sedang saya kerjakan. Saya juga akan presentasi tentang jaringan intelektual Muslim Nusantara dan pembentukan intelektualisme Islam wasathiyah di acara Islam in Indonesia Post-Graduate Workshop, Canberra,” ungkapnya sebagaimana rilis yang diterima NU Online, Jumat (12/7).

Di semester dua ini, kegiatan Wildan lebih difokuskan kepada pelatihan penulisan artikel jurnal internasional yang dibimbing oleh mentor profesional dari ANU Academic Skills. Selain itu, dosen program studi Ahwal al-Syakhsiyah Fakultas Syariah IAIN Jember ini mesti mempersiapkan presentasi dari beberapa paper yang telah diterima di beberapa konferensi inernasional. Diantaranya di Melbourne Law School di University of Melbourne.

“Tema yang saya usung, ya seputar Islam wasathiyah,” tambahnya.

Menurutnya, Islam wasathiyah (moderat) yang digemakan NU juga sampai di Australia. Sehingga kupasan-kupasan tentang itu merupakan magnet tersendiri bagi akademisi Australia dan pemerhati Indonesia. Nyatanya, Indonesia aman meski dihuni oleh penduduk yang beraneka ragam agama, budaya, dan suku.

“Kuncinya toleransi yang merupakan pokok dari  konsep wasathiyah,” tukasnya.

Pria yang pernah menjadi dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nahdlatul Ulama (STISNU) Nusantara Tangerang ini menambahkan, Islam wasathiyah mempengaruhi cara pandang dan berpikir untuk menghargai perbedaan. Dalam tradisi akademik, katanya, Islam wasathiyah dapat dibaca melalui pendekatan pluralisme yang mengakomodir pemahaman lain dalam mengkaji Islam secara empiris dan akademis.

”Inilah akar dari keragaman tradisi keislaman yang sesungguhnya,” urainya.

Riset yang dilakukan Wildan dibimbing oleh Profesor Virginia Hooker yang ahli dalam bidang sejarah Asia dan Islam Asia Tenggara. Karena itu, riset Wildan juga berkaitan dengan bidang sejarah.

“Kajian tentang intelektualisme Islam wasathiyah penting untuk dilakukan. Indonesia adalah negara multikultural yang sejatinya telah dimulai dengan konstruk intelektualisme Islam wasatiyah yang saat ini menjadi penyangga kesadaran akan keragaman tradisi sekaligus menjadi pintu utama dari keberlanjutan modernisasi pendidikan Islam di Indonesia. Ini harus kita promosikan,” jelasnya.

Selain menjalani kegiatan akademik, alumnus PMII IAIN Walisongo itu  juga aktif mengisi kajian Islam, termasuk di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Australia di Canberra dan forum-forum diskusi lainnya. (Aryudi AR)