Internasional

Halaqah Fiqih Luar Negeri di Pulau Tanpa Mobil Cheng Chau Hong Kong

Rab, 20 Maret 2024 | 21:00 WIB

Halaqah Fiqih Luar Negeri di Pulau Tanpa Mobil Cheng Chau Hong Kong

Jamaah pengajian Ranting NU Cheung Chau Hong Kong berfoto bersama pada pengajian 6 Ramadhan 1444 H, Ahad (17/3/2024) (Foto: dok H Moh Romli)

Hong Kong, NU Online
Tanggal 6 Ramadhan 1445 H akhir pekan, saya diagendakan untuk berdakwah di Cheng Chau, yaitu satu pulau di bagian barat daya Hong Kong. Pulau ini memiliki suasana asri dengan pemandangan laut dan perbukitan.


Saya diberi tahu, menuju pulau tersebut bisa melalui pelabuhan Central Pier yang berada di Central, Hong Kong. Biayanya cukup merogoh kocek 26,2 dolar Hong Kong atau sekitar Rp50 ribu untuk satu tiket pada hari biasa. Sementara pada akhir pekan, harganya naik menjadi 38 dolar Hong Kong atau sekitar Rp73 ribu untuk satu kali penyeberangan dengan kapal Fast Ferry.


Untuk menempuh ke Cheung Chau memakan waktu sekitar 30 menit. Kapal beroperasi sejak pukul 06.00-01.00 waktu setempat. Selama penyeberangan, saya disuguhi pemandangan laut, gedung-gedung pencakar langit di Hong Kong dan perbukitan yang ada di sekitar laut.


Tiba di pelabuhan Cheng Chau, saya disambut oleh tim Pengurus Ranting NU. Dengan penuh keakraban dan kegembiraan, saya diajak menikmati sisi unik pulau tersebut.


Warga Cheung Chau terlihat ramai lalu-lalang. Kiri-kanan pelabuhan sesak dengan parkir sepeda. Rupanya tidak ada mobil di Cheng Chau, karena pemerintah melarangnya untuk menjaga alam Cheung Chau. Permukiman yang rapat dan mendaki yang tak mungkin bisa dijangkau oleh mobil. Alat transportasi cukup dengan sepeda. Inilah keunikan pulau ini.


Jamaah Majelis Nurul Qolby, salah satu ranting NU yang ada Cheng Chau. Mereka sudah menanti saya di tempat yang mirip seperti taman play gound, yang letaknya berada di bawah pohon beringin. Itulah tempat aktivitas pengajian mereka. Di sana pula mereka melakukan, yasinan, tahlilan, dibaan dan pengajian rutin setiap satu bulan sekali. 

 

Warga imigran yang kebanyakan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur itu, bisa bersilaturahim dan ngobrol bersama untuk menghilangkan rasa capek bekerja di rumah majikan.


Dalam pengajian ini, saya menyampaikan pentingnya silaturahim dan berkumpul di negeri orang, agar bisa saling mengingatkan dan menampung keluh-kesah dan senang sesama imigran. Dan, hal itu juga sesuai tuntunan Nabi Muhammad saw: "Barangsiapa yang hendak dipajangkan umur dan luaskan rizkinya, maka harus bersilaturahim." Lebih-lebih di bulan suci Ramadhan, semua perbuatan baik dilipatkan gandakan oleh Allah menjadi sepuluh hingga tujuh ratus kebaikan. 


Saya tidak menyangka, dalam pengajian ini sangat interaktif. Ada yang tanya peraktik tayamum tanpa debu, cara membasuh kaki dalam wudhu mengingat di tempat itu, dilarang kakinya naik ke wastafel. Ada yang bertanya tentang praktik ibadah suami-istri beda organisasi; suami NU, istri Muhamadiyah. Bahkan, di antara pertanyaan mereka sampai ke persoalan perceraian dan gugatan cerai, hingga persoalan ingin cepat jodoh. Ya, saya memaklumi karena sedang mengisi ngaji untuk jamaah perempuan. 


Di sinilah saya merasa dakwah bisa masuk kepada mereka. Saya juga menyampaikan apa yang menjadi misi Wordl Moeslim Studies Centre, bahwa kehadiran fiqih luar negeri bisa kita praktikkan. Pekerja Migran Indonesia, di samping bekerja, juga haus dengan ibadah yang tidak menyulitkan dan sesuai dengan negara mereka bekerja. Sehingga, semua jamaah pengajian Ranting Cheng Chau merasa tenang dan lega, tidak ragu lagi.

 

Cheng Chau Hong Kong, 17 Maret 2024/6 Ramadhan 1445 H.

 

H Moh Romli, Wakil Direktur Wodl Moslem Studies Center (WOMESTER), Dekan Fakultas Syariah IAIN Laa Roiba Bogor, Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat dan Wakil PCNU Kota Bogor.