Internasional

Kaleidoskop 2020: Haji-Umrah di Tengah Pandemi Covid-19

Rab, 23 Desember 2020 | 06:00 WIB

Kaleidoskop 2020: Haji-Umrah di Tengah Pandemi Covid-19

Pelaksanaan umrah di tengah pandemi Covid-19 dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Makkah, NU Online

Pada 27 Februari 2020 lalu, otoritas Arab Saudi melarang pelaksanaan umrah dengan menghentikan penerbitan visa umrah, baik untuk jamaah asal Kerajaan maupun untuk jamaah dari negara lain. Langkah ini diambil untuk menekan penyebaran virus corona (Covid-19) yang saat itu—hingga kini- mewabah ke seluruh negara di dunia, termasuk Arab Saudi.

 

“Pihak Kerajaan untuk sementara menangguhkan ibadah umrah ke Makkah dan mengunjungi Masjid Nabawi di Madinah untuk warga asli dan pendatang guna mencegah penyebaran virus Corona," tulis Kementerian Luar Negeri Arab Saudi lewat akun Twitter resminya, @KSAmofaEN, Rabu (4/3).

 

Sehari setelah pengumuman ini, Kamis hingga Jumat (5-6/3), Saudi menutup Masjidil Haram dan Masjid Nabawi untuk dilakukan sterilisasi. Jagat media sosial ramai pada saat itu, karena foto dan video Masjidil Haram—yang biasanya penuh dengan jamaah- menjadi kosong.

 

Kebijakan penundaan umrah memicu komentar dari sejumlah pihak. Di samping itu, langkah Saudi itu juga memunculkan beberapa pertanyaan di kalangan umat Islam di seluruh dunia; Sampai kapan pelaksanaan ibadah umrah ditunda—mengingat saat itu, berdasarkan data Kemenag RI per 27 Februari, ada 2.393 jamaah asal Indonesia batal berangkat? Apakah ibadah haji—yang seharusnya dilaksanakan pada bulan Juli atau tiga bulan setelah umrah ditangguhkan- juga ditiadakan tahun ini?

 

Komentar PBNU terkait penundaan umrah

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj (Kiai Said), mengatakan, kebijakan Saudi tersebut sudah tepat karena untuk menghindari kehancuran (mafsadat). Kiai Said mendasarkan pendapatnya pada kaidah fiqih 'dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih (menghindari kerusakan didahulukan daripada mengambil manfaat atau kebaikan)'.

 

"Nah, ketika dikhawatirkan ada jamaah umrah yang membawa virus Corona datang dari Indonesia, Singapura Malaysia, Timur sinilah, China, di sana kan jamaah kan banyak di Makkah, Madinah dari berbagai negara nanti akan menyebar virus itu ke mana-mana sedunia, ya berarti mafasid-nya besar sekali. Mafsadah harus ditolak lebih awal daripada mendapatkan pahala umrah," kata Kiai Said di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (27/2).

 

Kiai Said meminta pengertian jamaah umrah. Menurutnya, dengan niat yang tulus untuk beribadah umrah, tapi batal terlaksana karena terkendala merebaknya virus Corona, maka mereka mendapatkan balasan kebaikan yang setimpal dari Allah.

 

Komentar yang kurang lebih sama juga disampaikan Sekretaris Jenderal Rabithah Alam Al-Islami (Liga Muslim Dunia) Syekh Muhammad bin Abdul Karim Al-Issa. Ia menuturkan, penghentian umrah itu bersifat sementara dan untuk keselamatan semua pihak.

 

“Demi keselamatan semuanya. Sementara (dihentikan). Setelah nanti selesai akan dibuka lagi, insyaallah," kata Syekh Muhammad bin Abdul Karim Al-Issa di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (27/2).

 

Sejumlah negara batalkan pemberangkatan jamaah haji 2020

Hingga Juni, pemerintah Arab Saudi belum mencabut larangan ibadah umrah bagi umat Islam di seluruh dunia. Padahal saat itu Saudi sudah memasuki masa pelonggaran lockdown secara nasional dan pelaksanaan ibadah haji yang dilaksanakan pada bulan Dzul Hijjah—bertepatan dengan Juli- tinggal sebulan lagi. Hal ini membuat sejumlah negara—seperti Indonesia, Malaysia, dan Brunei- akhirnya memutuskan untuk membatalkan pemberangkatan haji tahun 2020.

 

Menteri Agama RI, Fachrul Razi, pada Selasa, (2/6), memastikan bahwa keberangkatan jamaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1441 H/2020 M dibatalkan untuk menjaga kesehatan dan keamanan jamaah di tengah pandemi Covid-19.

 

“Saya hari ini telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 494 tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jamaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441H/2020M,” tegas Menag dalam kesempatan telekonferensi dengan awak media di Jakarta. Menurut Menag, keputusan ini diambil setelah melakukan kajian yang mendalam.

 

Langkah yang diambil pemerintah Indonesia itu diikuti oleh Malaysia dan Brunei Darussalam. Menteri Agama Malaysia, Datuk Seri Zulkifli Mohamad Al-Bakri menyatakan bahwa Malaysia tidak akan memberangkatkan rombongan jamaah calon haji ke Arab Saudi karena khawatir dengan pandemi Covid-19.

 

"Berdasarkan taklimat dengan Kementerian Kesehatan Malaysia, lembaga Tabung Haji dan Majelis Nasional Ulama yang digelar pada 9 Juni, perjalanan haji pada 1441 Hijriyah ditunda. Ini adalah keputusan sulit dan kami memahami melaksanakan ibadah haji sangat penting bagi umat Islam," kata Zulkifli dilansir The Borneo Post, Jumat (12/6).

 

Brunei Darussalam juga menyatakan menunda memberangkatkan jamaah haji tahun ini dengan alasan khawatir dengan wabah virus corona. Keputusan itu disampaikan oleh Menteri Agama Brunei Darussalam, Awang Badaruddin Othman.

 

Pelaksanaan haji di tengah pandemi

Pada akhir Juni, pemerintah Arab Saudi menetapkan bahwa pelaksanaan ibadah haji 2020 tetap dilaksanakan, meski saat itu pandemi Covid-19 belum mereda. Namun demikian, otoritas Saudi membatasi jumlah jamaah haji dan menerapkan aturan yang sangat ketat.

 

Dikutip dari Alarabiya, Menteri Haji dan Umrah Saudi, Mohammad Benten, mengatakan bahwa jumlah jamaah yang diizinkan melaksanakan ibadah haji di tengah pandemi hanya sekitar 1.000 orang. Mereka adalah warga negara Saudi (30 persen) dan warga negara lain yang sudah berdomisili di wilayah Kerajaan atau ekspatriat (70 persen), dengan kriteria berumur antara 20 hingga 65 tahun dan tidak memiliki penyakit kronis.

 

Selama melaksanakan ibadah haji, jamaah harus mematuhi beberapa aturan yang sudah ditetapkan untuk mencegah penyebaran virus corona. Di antaranya jamaah dilarang menyentuh ka’bah dan hajar aswad, dilarang makan di masjid, dan diperiksa suhu tubuh di setiap lokasi pelaksanaan haji. Di samping itu, jamaah harus menjaga jarak minimal 1,5 meter, membawa sajadah masing-masing, dan memakai masker.

 

Diberitakan Saudi Gazette, Ahad (5/7), otoritas juga membatasi jumlah jamaah ketika mereka melaksanakan wukuf di Arafah, mabit di Mina dan Muzdalifah (tidak lebih dari 10 jamaah di dalam tenda berukuran 50 meter persegi), atau pun ketika mereka melempar jumrah (tidak lebih dari 50 jamaah per kelompok yang masuk ke lokasi) agar tidak menumpuk. Lebih dari itu, seluruh calon jamaah haji wajib menjalani pemeriksaan virus corona sebelum diizinkan memasuki Kota Makkah. Setelah beribadah haji, mereka juga harus menjalani karantina.

 

Saat itu, pemerintah Saudi membuka pendaftaran haji secara daring pada Senin hingga Jumat (6-10/7) untuk warga Saudi dan ekspatriat melalui situs kementerian di https://localhaj.haj.gov.sa.

 

Pelaksanaan umrah di tengah pandemi

Pada akhir September, Otoritas Arab Saudi mengumumkan akan mencabut larangan umrah dan kunjungan ke dua masjid suci (Masjidil Haram dan Masjid Nabawi) secara bertahap. Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi, Mohammed Saleh Benten, seperti diberitakan Arab News, Senin (21/9), mengatakan, pihaknya tengah mempelajari rencana tiga tahap untuk pemulihan pelaksanaan umrah.  Untuk melaksanaan umrah, jamaah harus mendaftarkan diri di aplikasi Itamarna.

 

Tahap pertama dilaksanakan pada 4-17 Oktober. Pada tahap ini, dilansir kantor berita Saudi, SPA, Rabu (23/9), hanya 6.000 jamaah atau 30 persen kapasitas Masjidil Haram dari Saudi (baik warga lokal maupun ekspatriat) per hari yang diizinkan melaksanakan umrah.

 

Menurut keterangan Kementerian Haji dan Umrah Saudi, ada lebih dari 125 ribu jamaah yang melaksanakan ritual umrah selama tahap pertama. Pihak kementerian mengonfirmasi bahwa tidak ada jamaah yang terinfeksi Covid-19.

 

“Tahap pertama hanya berfokus pada umrah, tidak shalat (di Masjidil Haram),” kata Wakil Sekretaris di Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi, Amr al-Maddah, diberitakan Arab News, Rabu (21/10).

 

Tahap kedua pelaksanaan umrah dimulai pada 18 Oktober dan berakhir 31 Oktober. Jumlah jamaah yang diizinkan melaksanakan ritual umrah pada fase ini sebanyak 15 ribu orang per harinya. Di samping itu, sebanyak 40 ribu jamaah juga diizinkan untuk melaksanakan shalat lima waktu di Masjidil Haram.

 

Sementara untuk tahap ketiga, otoritas Saudi mengizinkan 20 ribu jamaah untuk melaksanakan umrah dan 60 ribu jamaah menunaikan shalat di Masjidil Haram setiap harinya. Pada fase ketiga ini, jamaah umrah tidak hanya berasal dari wilayah Kerajaan saja, tetapi juga dari negara-negara lain.

 

Ada dua negara Asia yang mendapatkan kuota jamaah umrah pada tahap ketiga ini, yaitu Indonesia dan Pakistan. Pada Ahad (1/11), berdasarkan Instagram KJRI Jeddah, ada sekitar 224 jamaah asal Indonesia yang tiba di Jeddah, Arab Saudi pada pukul 19.00 waktu setempat. Biaya umrah di masa pandemi mengalami kenaikan kurang lebih Rp10 juta karena ada beberapa kebijakan seperti jamaah harus menjalani tes SWAB, menginap di hotel bintang 4 atau 5, menggunakan pesawat Saudi Airlines, dan menjalani karantina tiga hari setiba di Arab.

 

Salah satu dari 224 jamaah umrah asal Indonesia tersebut adalah Wakil Ketua MWCNU Patrol, Indramayu, Jawa Barat, H Rizqi Amali Rosyadi salah satunya. Dikutip NU Online Jawa Barat, Kamis (5/11), mengaku bersyukur bisa melaksanakan ibadah umrah di tengah pandemi Covid-19.

 

"Alhamdulillah berkat karunia Allah, saya berkesempatan menjalankan umrah perdana saat pandemi covid-19 ini," kata Rizqi.

 

Menurutnya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan selama mengikuti umrah di masa pandemi, Yaitu selalu membawa visa umrah—baik kertas maupun digital, membawa hasil tes PCR dalam bentuk fisik kertas, dan mengisi formulir kesehatan.

 

"Saat sampai di hotel, kami harus dikarantina selama tiga hari, tidak keluar kamar apalagi hotel. Di hari kedua karantina dilakukan uji dan jika hasilnya negatif, jamaah boleh melaksanakan rangkaian ibadah umroh termasuk tawaf sampai sai," jelas Rizqi.

 

Selesai melaksanakan umrah, Rizqi melanjutkan, jamaah diminta untuk karantina lagi selama dua hari untuk mengevaluasi penyebaran Covid-19. Jika tidak ada yang positif maka jamaah Indonesia dapat melaksanakan ibadah di Masjidil Haram.

 

Visa umrah Indonesia dihentikan sementara

Otoritas Arab Saudi menghentikan sementara penerbitan visa umrah bagi jamaah asal Indonesia, sebagai bagian dari evaluasi. Kebijakan ini dikonfirmasi oleh Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama RI, Oman Fathurahman, Senin (16/11), setelah bertemu dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi.

 

“PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah) yang akan memberangkatkan jamaah umrah pada masa pandemi Covid-19 harus mempersiapkan jamaahnya. Kuncinya edukasi. Jadi PPIU harus memberikan edukasi secara intensif dan terperinci terkait prosedur pelaksanaan ibadah umrah saat pandemi," kata Oman dalam rilisnya, yang juga menjadi pimpinan tim koordinasi dan pengawasan umrah.

 

Hasil evaluasi, kata Oman, ada 13 jamaah asal Indonesia yang terkonfirmasi positif Covid-19 setelah dites SWAB Kementerian Kesehatan Saudi. Mereka kemudian diisolasi di hotel selama 10 hari. Selain itu, ada prosedur tes SWAB/PCR ketika jamaah melakukan karantina di hotel saat kedatangan mereka. Padahal ini tidak ada dalam aturan yang disampaikan pemerintah Saudi.

 

Pada Kamis (19/11), Oman mengonfirmasi bahwa pemerintah Saudi sudah mengaktifkan kembali visa umrah untuk jamaah asal Indonesia. Dengan pembukaan akses ini, maka jamaah asal Indonesia bisa kembali melaksanakan umrah di tengah pandemi Covid-19.

 

Pewarta: Muchlishon

Editor: Fatoni Ahmad