Internasional JURNAL DAI RAMADHAN

Kisah Tukang Roti Bakar Jadi Chef KBRI Roma

Kam, 29 Juni 2017 | 07:39 WIB

Roma, NU Online
Satu kali makan sahur di Roma, Italia, saya merasakan masakan sederhana ala Indonesia yang lezat sekali. Akrab di lidah. Saya tak keliru, masakan itu memang oseng-oseng pare dicampur potongan cabai merah, ditambah tiga potong tahu goreng buatan orang Indonesia di Roma. Terobatilah rasa kangen saya akan masakan di rumah. 

Saya tidak tahu, apakah selera saya kala itu yang terlalu Indonesia atau memang makanan ala Italia-nya yang terlalu istimewa. Tetapi begitu tahu siapa yang memasaknya, saya jadi paham, memang masakan ala Indonesia-lah yang dinihari itu saya nikmati.

Suliah namanya. Terdengar seperti nama lokal, tetapi nasibnya sudah internasional. Jarang-jarang, bukan orang bisa pergi ke luar negeri, mencari rejeki yang halal, bebas beribadah tanpa tekanan, dan bisa sekalian jalan-jalan menambah pengalaman? Ini merupakan nikmat yang harus disyukuri  Suliah. Dari penjual roti bakar di Indonesia, sekarang ia menjadi chef di KBRI Roma.

Menjadi chef, atau termasuk Lokal Staff di KBRI, bukan kali pertama bagi Suliah. Sebelumnya ia pernah juga menjadi Lokal Staff di Ukraina. Pernah juga di Den Haag, Belanda sebagai asisten rumah tangga. Banyak pengalaman luar negeri Suliah dan dia ceritakan kepada saya.

Tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan seperti yang Suliah alami, apalagi luar negerinya adalah Eropa, yang terkenal ketat sekali keimigrasiannya dan mahal biaya hidupnya. Semua itu bagi Suliah tidak ada masalah. Gaji yang didapatkan setiap bulannya bisa dikatakan utuh. 

“Alhamdulillah, kalau masalah makan mah di sini melimpah ruah. Kulkas saja penuh terus. Pokoknya tidak akan kelaparan,” ungkap Suliah.

Ia juga menceritakan kedatangannya di Roma termasuk, sekitar satu bulan satengah, tepatnya awal Mei. 

“Karena tugas utama saya adalah membantu membuat masakan kesukaan Bu Esti,” katanya lagi. 

Bu Esti yang dimaksud adalah Esti Andayani, Dubes RI untuk Italia yang baru dilantik pada pertengahan Maret di Istana Negara, Jakarta.

Sebagai Duta Besar, banyak sekali pekerjaan negara yang diemban Bu Esti, berkaitan dengan diplomatik, politik, hukum, sosial, budaya, pertahanan, keagamaan, dan lain-lain. Tidak kalah pentingnya, urusan pribadi, seperti makanan, pekerjaan rumah tangga, termasuk juga sekretaris.

Selain Suliah yang membantu di bagian konsumsi dengan menjadi chef KBRI Roma, ada juga bagian yang mengurus administrasi wisma. Namanya Rahmadi, bertugas menjadi kepala rumah tangga. Lalu ada Priska, sebagai sekeretaris pribadi yang mengatur jadwal acara. Mereka inilah orang-orang di belakang layar yang membantu kesuksesan Bu Esti sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Italia.

Saya teringat akan sebuah pepatah yang menyebutkan, di balik orang hebat ada istri yang hebat. Di belakang orang sukses ada orangtua yang ikhlas. Seperti pohon menjulang tinggi ke atas, di bawahnya ada akar yang kuat menopang. Intinya adalah kerjasama dan saling menghargai bahwa di balik kesuksesan seseorang jangan remehkan orang-orang di belakang yang telah membantu meringankan beban pekerjaan. 

Kembali soal makanan yang saat sahur itu saya nikmati, Suliah menceritakan sayangnya, tahu dan tempe di sini tidak dijual bebas di pasar. Harus dipesan dulu, baru dibuatkan tempe dan tahu. Mungkin karena belum familiar atau belum berani modal. (H Khumaini Rosadi, anggota Tim Inti Dai dan Media Internasional (TIDIM) LDNU, dan Dai Ambassador Cordofa 2017 dengan penugasan ke Italia)