Internasional

Kunci Penyelesaian Isu Rohingya, Menlu RI: Demokrasi dan Stabilitas di Myanmar

Sel, 9 Januari 2024 | 07:00 WIB

Kunci Penyelesaian Isu Rohingya, Menlu RI: Demokrasi dan Stabilitas di Myanmar

Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online

Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi menegaskan bahwa perkembangan di Myanmar merupakan salah satu fokus utama Indonesia selama kepengurusan sebagai ketua ASEAN di tahun 2023.


Ia mengatakan bahwa selama memegang keketuaan ASEAN, Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk merespons krisis di Myanmar. Ia mengatakan Indonesia telah melakukan lebih dari 265 keterlibatan dengan para pemangku kepentingan terkait isu Myanmar, dengan tujuan mendorong implementasi lima Point of Consensus (5PC).


“Lebih dari 265 engagement telah dilakukan dengan stakeholder isu Myanmar untuk mendorong kemajuan implementasi lima Points of Consensus,” kata Retno dalam Pernyataan Pers Tahunan Menlu (PPTM) 2024 di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat, Senin, (8/1/2024).


Retno juga menjelaskan bahwa komitmen Indonesia untuk membantu Myanmar keluar dari krisis tidak hanya terbatas pada kepengurusan Indonesia sebagai ketua ASEAN. 


Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa Indonesia berkomitmen untuk mendukung Myanmar dalam mencapai demokrasi dan stabilitas, yang dianggap sebagai kunci penyelesaian isu Rohingya. Pemulangan pengungsi Rohingya ke tanah air mereka dengan martabat merupakan fokus utama.


“Demokrasi dan stabilitas di Myanmar akan menjadi kunci penyelesaian isu Rohingya agar mereka dapat kembali ke rumah mereka secara bermartabat,” tutur dia. 


Isu Rohingya, yang menjadi sorotan dunia, tak luput menjadi pembahasan khusus saat pertemuan dengan Komisioner Tinggi UNHCR di Jenewa pada bulan Desember 2023 lalu. 


“Isu Rohingya secara khusus saya bahas dengan komisioner tinggi UNHCR di Jenewa Desember lalu,” ucap dia.


Dalam pertemuan tersebut, Retno mengatakan bahwa pihaknya menekankan pentingnya kerja sama yang kuat antara negara-negara di kawasan dan lembaga-lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menangani masalah pengungsi Rohingya. 


Ia menyampaikan bahwa diperlukan pendekatan serius menghadapi dugaan kuat bahwa perpindahan lanjutan pengungsi Rohingya terjadi akibat kejahatan transnasional, terutama terkait dengan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).


“Saya tekankan bahwa diperlukan kerja sama yang kuat antara negara kawasan dan badan-badan PBB untuk menyelesaikan pengungsi Rohingya. Perpindahan lanjutan pengungsi Rohingya diduga kuat terjadi karena kejahatan TPPO,” kata dia.