Internasional

Larang Rusia tapi Bolehkan Israel Berlaga di Piala Dunia, FIFA Mendua?

Kam, 30 Maret 2023 | 17:15 WIB

Larang Rusia tapi Bolehkan Israel Berlaga di Piala Dunia, FIFA Mendua?

Kantor FIFA di Zurich, Swiss. (Foto: fifa.com)

Jakarta, NU Online

Sejumlah pihak mengkritisi sikap Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) yang memiliki standar ganda atau mendua. Hingga kini, FIFA belum mencabut larangan atau hukuman kepada Rusia untuk ikut piala dunia, sedangkan Israel tetap diperbolehkan ikut serta dalam kompetisi internasional.


Padahal, FIFA menjatuhkan hukuman kepada Rusia untuk sama sekali tidak tampil di Piala Dunia itu karena telah melakukan serangan atau memerangi Ukraina. FIFA mencoret Rusia pada saat playoff Piala Dunia karena alasan kemanusiaan. 


Sementara kepada Israel yang hingga kini tak henti-hentinya menganeksasi Palestina, FIFA tetap tak memberikan sanksi apa pun. Israel pun akhirnya lolos dalam babak kualifikasi Piala Dunia U-20. Sebuah event olahraga bergengsi yang semula akan dilangsungkan di Indonesia pada Mei-Juni 2023 mendatang.


Keikutsertaan Israel pada Piala Dunia U-20 2023 itu ditentang oleh sebagian pihak di Indonesia karena alasan kemanusiaan juga karena terus memerangi Palestina. Lalu penolakan Israel di Piala Dunia U20 ini menjadi polemik dan akhirnya FIFA memutuskan untuk membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah.


Sorotan atas sikap standar ganda FIFA ini, salah satunya datang dari Ketua Badan Pengembangan Inovasi Strategis Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid. Ia mengatakan, FIFA tak memberlakukan prinsip kesetaraan pada semua negara.


"FIFA setahu saya masih melarang atlet Rusia untuk ikut bertanding. Bagi saya ini adalah standar ganda, prinsip ekualitas dan inklusivitas tidak diberlakukan setara untuk semua," kata Yenny Wahid dalam takarir gambar di instagram berjudul 'jangan hukum para atlet', pada Selasa (28/3/2023) lalu.


Yenny mengatakan bahwa wajar-wajar saja bila Indonesia mengingatkan FIFA untuk berpegang pada prinsip ekualitas dan inklusivitas. Misalnya ia mengajukan syarat kepada Israel agar berhenti menghambat klub sepak bola Palestina jika ingin bertanding.


"Ini syarat yang cukup adil. Bagaimana pun, prinsip aksesibel dan inklusif yang diusung FIFA harus betul-betul diterapkan tanpa kecuali," kata Yenny.


Menurut ketua umum Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) ini, olahraga harus dibebaskan dari kepentingan politik sehingga kepesertaan bisa dibuka untuk atlet dari negara mana pun.


Yenny berpandangan bahwa para atlet tidak pernah ikut merancang kebijakan luar negeri bagi negaranya. Sebab dunia mereka hanya olahraga, bukan politik.


"Janganlah mereka ikut dihukum untuk tidak boleh bertanding karena kebetulan pemerintahnya menganut kebijakan yang kontroversial. Bebaskan para atlet untuk fokus pada upaya meraih prestasi," ucap Direktur Wahid Foundation itu.


Sebagai ketua umum FPTI, Yenny mengaku sedang memperjuangkan Rusia agar bisa ikut bertanding di kejuaraan dunia lagi. Ia akan menyampaikan aspirasi tersebut melalui Majelis Umum Federasi Panjat Tebing Internasional yang akan berlangsung tidak lama lagi.


"Kami dari Federasi Indonesia sedang berkomunikasi dengan Federasi Rusia untuk memperjuangkan keikutsertaan atlet-atlet mereka," kata Putri Presiden Ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini.


Diketahui, FIFA semula membatalkan tahapan drawing atau pembagian grup peserta Piala Dunia U20 2023 yang akan digelar di Bali, pada 31 Maret 2023 besok. 


Pembatalan itu buntut dari penolakan Gubernur Bali I Wayan Koster terhadap gelaran Piala Dunia U20 apabila Israel ikut bertanding. Ia mengirim surat penolakan itu kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pada 14 Maret 2023.


Penolakan Gubernur itu sama dengan membatalkan garansi penyelenggaraan yang telah dikeluarkan pemerintah Provinsi Bali. Kemudian Presiden Jokowi meminta Ketua Umum PSSI Erick Thohir untuk menemui Presiden FIFA di Doha, Qatar. Hasil pertemuan itu adalah Indonesia dinyatakan batal menjadi tuan rumah Piala Dunia U20.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad