Internasional JURNAL DAI RAMADHAN

Lebaran ala Indonesia di Hong Kong

Sen, 26 Juni 2017 | 22:31 WIB

Hong Kong, NU Online 
Sabtu pagi (24/6), saya tiba kembali di Hong Kong setelah sekitar tiga minggu bertugas di Macau. Saya dijemput Ustadz Razak, Ketua Tanfidziayah PCINU Hong Kong. Begitu turun dari taksi, saya diantar ke pertokoan untuk membeli koper baru, karena koper saya sebelumnya rusak pada pada bagian roda.

Setelah menawar, malah Ustadz Razak yang membayarkan. Semoga Allah membalas kebaikannya. Saya sendiri tidak sempat menukar uang MOP atau patacas Macau. 

"Berarti antum nanti akan balik lagi," ucap Mas Yudi yang biasa berkhidmah di kantor istimewa ini.

Sejak 9 Juni lalu sudah ada pengumuman dari Konsulat Jenderal Hong Kong  tentang tibanya hari Raya Idul Fitri. Semua orang tampak berbahagia. Hari itu, para ibu telah memasak makanan untuk hari raya. Di antara berbagai masakan yang dibuat, salah satunya adalah ketupat dengan janur kuning sebagai kulitnya. 

Saya bertanya, dari mana mendapat janur kuning untuk membuat ketupat? 

"Kita pesan, Ustadz, dari Indonesia," jawab mereka. 

Pesanan tersebut kira kira tiga hari baru sampai. Buat masyarakat di tanah air amat mudah menemukan ketupat, tapi di sini butuh usaha lebih. Mereka para BMI merasa ada yang kurang bila lebaran tak ditemani oleh makanan khas Nusantara. 

Sebelumhya saya mendengar, di Macau pun demikian, para BMI memasak untuk menyambut hari kembali pada kesucian ini, sehingga takbiran hanya dilaksanakan di rumah saja. Selebihnya dilakukan di masjid Macau yang dikoordinir oleh jamaah asal Pakistan. Di Macau juga ada pembagian zakat fitrah untuk 12 shelter yang ada di sana. 

Petang harinya, usai shalat maghrib berjamaah di mushalla Al-Nahdhah, Hong Kong, takbir langsung digaungkan dengan khidmat. Kata 'takbiran' tak lagi terasa bahasa Arabnya. Ia sudah diserap menjadi bahasa Indonesia yang berarti pujian kepada Allah dengan menyerukan takbir. 

"Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. Allahu akbar walillahil hamdu."

Nada yang serasi dan gema yang harmoni dalam melafalkannya bisa membuat bulu kuduk merinding dan air mata menetes tanpa terasa. Semua kecil, yang besar hanya Allah. Tak ada yang berhak mendapatkan perhatian kecuali membesarkan nama-Nya.

Takbiran di Hong Kong dilakukan di berbagai tempat, baik di masjid-masjid maupun apartemen milik orang Indonesia. Ada yang melafalkan secara langsung, tak jarang yang menyetel audio ataupun YouTube untuk menyemarakkan malam takbiran di Hong Kong. 

Sejak mendekati lebaran, semua berberes-beres dan membersihkan ruangan untuk menyambutnya. Walaupun diprediksi akan hujan deras di Hong Kong, namun semangat untuk shalat Idul Fitri terasa vibrasinya. 

"Tahun lalu juga hujan, Ustadz,” cerita seorang jamaah. Saya tahu, walau hujan tak menyurutkan umat Islam untuk shalat yang hanya setahun sekali itu. 

BMI di Hong Kong berbeda dalam mendapatkan hari libur. Ada yang Senin, Selasa, Rabu, atau hari lainnya. Namun, demi kebersamaan mereka rela menukar hari libur agar serentak bisa shalat id berjamaah.

Malam takbiran ini PCINU  Hong Kong dipenuhi jamaah. Karenanya disiapkan juga tempat untuk menginap, agar bisa bersama-sama shalat id esok harinya di Victoria Park yang digelar KJRI Hong Kong dan mendatangkan Ketua PBNU KH Abdul Manan Abdul Ghani. Namun, takbiran di Hong Kong ada aturannya, yaitu hanya boleh dilakukan sampai jam 12 malam.

*

Ahad, 25 Juni tepat 1 Syawal 1438 Hijriah.

Cukup mudah mengingat "Ngau Tau Kok" yang terletak di lantai dua pasar di Kowloon. Hari itu dipenuhi sekitar 1500 orang—mayoritas adalah perempuan. Saya masuk melalui pasar tradisional yang mirip pasar Inpres di Indonesia. Terlihat para penjual sayur mayur dan daging. 

"Mohon dipimpin, Ustadzz takbirannya," begitu pinta salah satu panitia. 

Saya termasuk yang beruntung karena memimpin shalat Idul Fitri bisa terhindar dari kehujanan. Saya mendapat kabar bahwa jamaah yang sudah tumpah ruah di Victoria Park, sempat mendapat kucuran hujan. 

Shalat Idul Fitri membuat kota Hong Kong yang pada pagi hari masih lengang menjadi seperti milik warga Indonesia. Kaum ibu dengan berbusana muslimah hilir mudik menuju tempat pelaksanaan idul Fitri sesuai keinginan mereka. Di antaranya di Sheng Shui, Taipo, Tai Wai, Sha Tin, Mei Foo, Tai Wo Hau, Tsuen Wan, Yuen Long, Tuen Mun. 

Sedangkan KJRI Hong Kong menggelarnya di Victoria Park pada pukul sembilan pagi. Shalat diselenggarakan oleh berbagai ormas dan instansi. Ada yang cukup sekali dalam pelaksanaannya. Ada juga beberapa kali di satu tempat, bahkan ada masjid yang menggelarnya sampai tiga kelompok. 

Di Tsuen Wan shalat id dipimpin oleh Ustadz Saifullah asal Demak. Ia memimpin tiga kali shalat id dan disambung khutbah setelahnya. Setiap kelompok jumlah jamaahnya diperkirakan  mencapai 500 orang. Ini terjadi karena keterbatasan tempat, sebab saat semua BMI Hong Kong pada hari itu keluar bersuka cita menyambut Idul Fitri.

Usai shalat, ada yang langsung melanjutkan dengan halal bihalal, ada yang baru halal bihalal setelah duhur. Tak jarang terdengar isak tangis dan tampak bola mata yang lembab saat mereka saling bermaafan. 

Saya sendiri bersama Muslimat NU langsung menggelar acara halal bihalal bersama Ustadz Saiful Mujab. Saya kagum dengan semangat ibu-ibu Muslimat NU. Mereka menampilkan shalawat, mars Hubbul Wathan, sampai lagu Indonesia Raya meramaikan acara tersebut. 

Suasananya agak mirip acara piknik ketika mereka mulai bersantai karena masing-masing membawa makanan. Ada asyik bercengkerama, ada yang menyanyi, serta tawa menghiasi wajah mereka. Dalam kelompok-kelompok kecil, mereka menikmati hidangan dan kuliner khas Indonesia, sambil sekedar bertukar makanan yang dibawa masing-masing. Ada juga silaturahim keliling dari tiap majelis dan organisasi. 

Dari Macau, saya dikirimi gambar-gambar suasana Idul Fitri oleh Sekretaris Majelis Taklim Indonesia Macau (MATIM). Shalat id di sana menjadi dua angkatan. Pelaksanannya di masjid Macau dan merupakan satu-satunya di Macau. Oleh Sekretaris MATIM, saya juga dikirimi gambar opor, soto dan ketupat sayur kesukaan saya.

Baju lebaran dan serba serbi kue warna warni oleh BMI membuat lebaran di Hong Kong jadi rasa Indonesia. Tak lupa setiap bertemu, saya dan masyarakat Indonesia mengucapkan "Minal aidin wal faizin mohon maaf lahir dan bathin." (Saepulloh/Abdullah Alawi)