Internasional HAJI 2023

Mengapa Pemerintah Tak Fasilitasi Ibadah Tarwiyah di Mina?

Jum, 23 Juni 2023 | 23:00 WIB

Mengapa Pemerintah Tak Fasilitasi Ibadah Tarwiyah di Mina?

Suasana Mina, Arab Saudi. (Foto: MCH)

Makkah, NU Online
Meski tidak sampai mayoritas, selalu ada sebagian jamaah haji yang menaruh minat pada pelaksanaan ibadah tarwiyah, yakni bermalam di Mina pada 8 Dzulhijjah dan baru keluar menuju Arafah setelah terbit matahari pada 9 Dzulhijjah.


Data yang diterima NU Online dari Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi mengungkap, hingga 22 Juni 2023 pukul 10.00 WAS jumlah jamaah yang terdata akan melaksanakan ibadah tarwiyah di Mina mencapai 15.186 jamaah yang terdiri dari 7.243 laki-laki dan 7.943 perempuan.


Konsultan Ibadah PPIH Arab Saudi KH Imam Khoiri mengatakan, ulama bersepakat bahwa ibadah tarwiyah adalah sunnah, tidak sampai wajib. Rasulullah saw dulu berangkat ke Mina pada 8 Dzulhijjah dalam rangka mendapatkan bekal air minum untuk persiapan menuju Arafah yang kering dan gersang.


Karena hanya sunnah, sambungnya, meninggalkan ibadah tarwiyah tidak berpengaruh pada keabsahan manasik haji. Dalam praktiknya, jamaah yang melakukan tarwiyah di Mina sesungguhnya juga tidak sama persis dengan apa yang dilakukan Rasulullah.


“Karena dulu Rasulullah itu berangkat pada tanggal 8. Kalau sekarang jelas tidak mungkin. Sebab, seluruh pergerakan jamaah yang ada di Makkah sedang menuju ke Arafah. Sehingga jamaah yang ke Mina ini berangkatnya lebih awal di tanggal 7 malam atau 7 sore berangkat ke Mina, kemudian tanggal 9 pagi ke Arafah,” kata Imam di Makkah, Selasa (20/6/2023).


Potensi Gagal Wukuf
Pemerintah sejak awal sudah mengingatkan jamaah haji bahwa PPIH Arab Saudi tidak memfasilitasi penyelenggaraan ibadah tarwiyah di Mina. PPIH Arab Saudi pada 8 Dzulhijjah (27 Juni 2023) akan fokus pada mobilisasi lebih dari 200 ribu jamaah dari Makkah ke Arafah.


Menurut Ketua PPIH Arab Saudi Subhan Chalid, sebagai hak individu pemerintah tidak bisa melarang ibadah tarwiyah. Meski juga tidak menganjurkan karena ada kemaslahatan kolektif yang mesti diselamatkan.


Senada, Direktur Bina Haji dan Umrah Ditjen PHU Kemenag RI Arsad Hidayat juga melihat ketidakmungkinan secara teknis pergerakan massa demikian besar dilakukan ke Mina dan Arafah dalam satu hari sekaligus.


“Mobilisasi jamaah dari pemondokan ke Arafah saja itu butuh waktu pagi sampai jam 12 malam. Kita tidak bisa membayangkan jika mobilisasi jamaah sebegitu banyak harus dilakukan di dua tempat, ke Mina dulu lalu ke Arafah,” tuturnya.


Mobilisasi jamaah yang dilakukan pada 26 Juni melibatkan 21 bus yang bergerak dalam tiga trip. Sekali trip, jamaah yang terangkut kurang lebih 63 ribu. Artinya, baru ada sekitar 189 ribu jamaah yang terangkut bus dalam tiga trip. Ini di luar jamaah haji dan petugas. Proses ini saja membutuhkan waktu 17 jam mulai dari 07.00 sampai 24.00.


Dengan skema begitu, andai ada pengangkutan jamaah dari Mina ke Arafah dalam jumlah lebih dari 50 ribu-100 ribu pada 27 Juni, di samping akan memecah konsentrasi tanggung jawab PPIH Arab Saudi di dua tempat, sebagian jamaah juga potensial kehabisan waktu wukuf sebelum tiba di Arafah. Pasalnya, mobilisasi massa sebesar itu memerlukan durasi yang tidak sebentar.


Karena itu, menurut Imam Khoiri, dalam konteks kebijakan makro, pemberian fasilitas ibadah tarwiyah yang sunnah itu memberi kemungkinan mengorbankan ibadah wajib, yakni wukuf di Arafah sebagai inti ibadah haji.


Peran Negara
Karena berbagai risiko tersebut, pemerintah mensyaratkan adanya penandatanganan surat komitmen dan pendaftaran. Jamaah yang berkukuh melakukan tarwiyah di Mina diminta siap menanggung sejumlah risiko. Misalnya biaya perjalanan, konsumsi, penginapan, hingga kemungkinan tak dapat layanan kesehatan dan bimbingan ibadah selama di Mina pada tanggal itu.


Jamaah yang melakukan ibadah tarwiyah umumnya akan menjalin kerja sama dengan pihak markaz, yakni kantor yang diberi kewenangan pemerintah Arab Saudi untuk mengurus penyiapan layanan bagi jamaah haji.


Tentu, biaya menjadi tanggung jawab masing-masing individu atau kelompok. Menurut data PPIH Arab Saudi, dari 15 ribu lebih yang mendaftar, 108 jamaah di antaranya akan melakukan ibadah tersebut dengan jalan kaki dan tanpa terikat kontrak dengan markaz.


Arsad Hidayat menambahkan, tidak memfasilitasi bukan berarti negara sama sekali tidak peduli. Karena itulah pendaftaran ditetapkan sebagai syarat sebagai langkah pengawasan dan mitigasi risiko. Sejumlah petugas juga akan dikirim untuk memantau jamaah haji di Mina.


Mustasyar Diny (Penasihat Keagamaan) PPIH Arab Saudi KH Zulfa Mustofa, Kamis (22/6/2023), berpesan agar jamaah haji cerdas dalam mengelola prioritas ibadah. Dalam konteks haji, periode Masyair (Arafah, Muzdalifah, dan Mina) mesti didahulukan. Sehingga, mereka perlu untuk mempersiapkan diri secara fisik dengan menghindari aktivitas ibadah yang memberatkan.


Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini juga mengimbau untuk tidak memaksakan diri menjalankan ibadah tarwiyah dengan cara bermalam di Mina sebelum wukuf sampai terbit fajar tanggal 9 Dzulhijjah. Sebab, hal itu berisiko membuat ibadah-ibadah pokok setelahnya jadi terhambat.


“Sekali lagi, agama ini adalah kemudahan, wa ma ja'ala 'alaikum fid din min haraj (Allah tidak menjadikan kesulitan untukmu dalam agama). Maka, jangan pernah memaksakan diri. Apalagi dalam cuaca panas ekstrem seperti sekarang ini, kemudian jalan kaki untuk mengambil sunnah lalu nanti ketinggalan yang wajib,” ujarnya di Makkah.


Pewarta: Mahbib Khoiron
Editor: Musthofa Asrori