Mengenal Baktiar Hasan, Rais Syuriyah NU Belgia Peneliti Kanker hingga Covid-19
NU Online · Ahad, 28 Februari 2021 | 05:15 WIB
Muhammad Syakir NF
Penulis
Jakarta, NU Online
Sudah hampir seperempat abad Baktiar Hasan merantau ke negeri orang. Saat ini, ia merupakan Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Belgia dan Biostatistikawan Utama di Union Chimique Belg (UCB) Brussels, Belgia.
Baktiar menegaskan bahwa penyelamannya dalam bidang biostatistika karena ia menilai ini merupakan elemen penting dalam dunia kesehatan. “Statistik adalah salah satu ilmu yang paling dibutuhkan di bidang kesehatan termasuk untuk pencarian dan pengembangan obat, treatment dan juga tulang punggung dari epidemiologi,” katanya kepada NU Online pada Sabtu (27/2).
Sementara dokter mengetahui kondisi di lapangan, ahli biostatistik merancang percobaan uji klinis sekaligus menjadi scientific guardian dalam uji klinis. Bersama ahli epidemiologi, biostatiskawan yang mengetahui kondisi umumnya dan menjadi penentu dalam kebijakan publik di bidang kesehatan. Misalnya uji klinis dan tingkat efikasi dari vaksin.
“Dalam setiap fase percobaan obat ataupun vaksin itu membutuhkan statistik. Tanpanya hasil dari percobaan tidaklah valid, tidak dapat memenuhi kriteria scientific,” katanya.
Saat ini, Baktiar tengah meriset virus Covid-19 dan Alzheimer di lembaga UCB yang ia masuki sejak Oktober 2020 lalu itu.
Meneliti Kanker di Eropa
Sebelumnya, ia menghabiskan waktu 13 tahun 10 bulan untuk penelitian yang berhubungan dengan kanker paru dan cutaneous lymphoma di European Organisation for Research and Treatment of Cancer (EORTC). Di lembaga itu juga, ia fokus melakukan riset tentang endocrine tumor.
Baktiar mencobakan obat baru, metode tertentu, yang ada hubungannya dengan radioterapi, hingga operasi sebagai sebuah penanganan terhadap penyakit kanker. Ia menyampaikan bahwa risetnya tersebut dilakukan guna menemukan pengobatan yang paling cocok. Pasalnya, kebanyakan kanker paling tidak hingga saat ini memang tidak bisa hilang sepenuhnya. Tetapi, dengan pengobatan yang maksimal setidaknya dapat memperpanjang harapan hidup dari pasien.
Peneliti kelahiran Sulawesi Tengah itu menjelaskan bahwa dalam prinsip kerja Checkpoint inhibitor, sel-sel tumor bekerja dengan cerdas karena memiliki topeng sehingga sistem imun tubuh seperti sel darah putih tidak mampu mengenalinya. Karenanya sistem pertahanan tubuh tidak dapat menemukan dan membunuh sel-sel tumor itu. Baktiar melalui penelitiannya berupaya membuka topeng tumor itu agar sel darah putih dan sistem pertahanan tubuh dapat mengenalinya dan paling tidak mencegahnya meluas. Hal itu dilakukan dengan pengobatan Checkpoint Inhibitors atau juga dikenal sebagai immunotherapy.
“Obat chekpoint inhibitors, mampu membuka topeng dari tumor itu sehingga sel darah putih bisa mengenal menyerang dan membunuhnya,” jelasnya.
Mula Rihlah Ilmiah Baktiar
Sekitar 24 tahun lalu, ia mengawali perjalanannya dengan menempuh studi magister statistika terapan di Universitas Guelph, Kanada, pada tahun 1997. Keberangkatannya ke Negeri Pecahan Es itu ditempuh setelah melalui proses yang cukup panjang.
Baktiar tumbuh dan mengembangkan masa kecilnya di Madrasah Al-Khairat, Kolonodale, Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Ia menempuh pendidikan dasar dan menengah pertama di tempat tersebut, sebelum melanjutkan pendidikan menengah atas dan menamatkannya pada tahun 1987.
Kemudian, ia melanjutkan studi sarjananya pada bidang Pendidikan Matematika di Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara. Setelah menamatkannya pada tahun 1992, Baktiar muda langsung diangkat menjadi pengajar di almamaternya tersebut pada tahun berikutnya (1993). Di tahun selanjutnya (1994), ia mengikuti program bridging selama setahun lebih di Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai bekal ke Kanada.
Pagi belajar di kampus ITB, sore ia mendalami bahasa Inggris. Ia mengaku saat awal-awal tidak menguasai bahasa Inggris secara baik. Bayangkan saja, katanya, skor TOEFL yang diperolehnya hanya 300 saja, sementara untuk mendapatkan beasiswa Canadian International Development Agency (CIDA), dibutuhkan skor TOEFL setidaknya 570. Setahun berikutnya, ia kembali mendapatkan pelatihan di Bali, hingga akhirnya baru berangkat ke Kanada pada tahun 1997.
Ia tidak langsung menuju kampusnya, melainkan diperkenalkan dulu dengan negara tersebut. Ia bersama para penerima beasiswa lainnya dari berbagai penjuru Indonesia dan juga dunia berkumpul di Universitas Simon Fraser, Vancouver, Kanada, selama sekitar 10 hari. Setelah itu, ia baru dikirim ke kampus tujuan, Universitas Guelph, Ontario, Kanada.
CIDA memberikan beasiswa untuknya selama tiga tahun untuk studi magister. Namun, kurang dari dua tahun ia sudah menuntaskannya. Baktiar mengajukan agar sisa setahun beasiswanya digunakan untuk menempuh jenjang doktoral. Pihak pemberi beasiswa pun mempersilakannya sehingga ia langsung melanjutkan studi doktornya di kampus yang sama pada tahun 1999. Sementara biaya tiga tahun berikutnya ia tanggung sendiri dengan bekerja sebagai pengajar, riset, dan sebagainya. Pilihannya langsung melanjutkan studi juga dikarenakan Indonesia saat itu tengah mengalami krisis moneter sehingga tidak memungkinkan untuk langsung kembali.
Setelah menamatkan studi doktornya, ia melanjutkan posdoktoral di kampus yang sama selama setahun (2004-2005), sebelum meneruskan perjalanan ilmiahnya di National Cancer Institute of Canada (NCIC), Queen’s University, Ontario, Kanada (2005-2007).
Tahun baru 2007, ia rasakan di dalam pesawat dalam perjalanan menuju Belgia dari Kanada. Saat itulah, ia memulai perjalanan karirnya di Eropa sampai sekarang. Keluarganya menyusul empat bulan berikutnya.
Kekuatan Spiritual
Baktiar menegaskan bahwa pencapaiannya ini tidak lepas dari kekuatan spiritual yang ia yakini dan jalankan. Bacaan shalawat, tawassul, hingga ngalap berkah menjadi kekuatan rohani yang memberikan pengaruh dalam menghadapi berbagai kesulitan. Menurutnya, hal tersebut bagian dari tazkiyah, pembersihan hati sehingga timbul ketenangan dan keputusan bisa diambil dengan jernih.
“Kita kuat ruhani. Selnya dibersihkan dengan tazkiyah, melalui puasa, ratiban, ngalap berkah, bertawassul. Insyaallah itu mendatangkan spiritual kita. Jiwa tenang dan akan dibukakan jalan keluar,” pungkasnya.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Muhammad Faizin
Terpopuler
1
Panduan Shalat Idul Adha: dari Niat, Bacaan di Antara Takbir, hingga Salam
2
Takbiran Idul Adha 1446 H Disunnahkan pada 5-9 Juni 2025, Berikut Lafal Lengkapnya
3
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
4
Khutbah Idul Adha: Mencari Keteladanan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam Diri Manusia
5
Terkait Polemik Nasab, PBNU Minta Nahdliyin Bersikap Bijak dan Kedepankan Adab
6
Khutbah Jumat: Meraih Hikmah Kurban di Hari Raya Idul Adha
Terkini
Lihat Semua