Oleh Ahmad Ali MD
Syiar Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri 1439 H/2018 M di Hong Kong yang telah berlalu membawa kesan yang istimewa bagi saya. Pertama, pengalaman dakwah dan suasana Ramadhan dan Idul Fitri di negeri beton sangat berbeda dengan di tanah air.
Taklim umumnya diselenggarakan oleh organisasi-organisasi majelis taklim kaum hawa, dan tempatnya di ruang terbuka, taman di bawah pohon, di bawah pendopo bagian atas Kowloon Park Tsim Sha Tsui, dan di flat-flat. Sering pula pengajian diadakan di bawah jembatan fly over.
Lebaran hari ketiga, Sabtu (16/6) lalu, bahkan saya mengisi pengajian yang diadakan di area bagi pejalan kaki di kolong tengah di antara jembatan berlantai tiga di MT Al-Muhaajiroh Tai Po. Adanya majelis di ruang terbuka pada bagian kanan kiri, sementara juga terjadi lalu lalang pejalan kaki dari dan menuju ke arah bus umum.
Hal mengesankan kedua bagi saya adalah menggemanya Mars Yalal Wathan di negeri beton ini oleh Fatayat NU dan ibu-ibu jamaah MT Yoen Long. Dengan bersemangat mereka menyanyikan mars yang menegaskan cinta tanah air Indonesia dan kesiapan untuk membelanya dari segala ancaman.
Rekaman video ini telah saya unggah di akun Twitter saya, @AliMD. Dalam tiga harian sejak diunggah telah ditonton lebih dari tiga ribu orang, dengan lebih dari 160 like, 60 retweet dan beberapa komentar.
Dalam suasana semangat berislam para BMI di Hong Kong, mereka juga harus menghadapi minimnya sarana dan prasarana untuk thaharah baik dari hadas dan najis, saat buang air besar dan buang air kecil. Demikian juga sarana untuk wudhu yang tidak sesuai standar islami.
Untuk tempat toilet tidak pakai kran air. Demikian juga untuk WC di ruang umum, tidak disediakan selang air, ataupun gayung. Satu pengalaman tentu yang berkesan, beristinjak menggunakan tisu sehabis buang air besar di toilet umum di Tuen Mun. Ini perlu ilmu fikih khusus.
Hal lain, tentu shalat berjamaah dan taklim di Majelis Taklim Pengurus Cabang Istimewa (PCI) Fatayat NU di kolong jembatan di Sham Shui Po, di suasana Lebaran Idul Fitri, Ahad, (17/6). Hal yang berkesan di tempat ini adalah suasana taklim di pinggiran lalu lintas kendaraan umum dan pejalan kaki.
Acara tersebut digagas Majelis Taklim Fatayat NU Hong Kong yang ini baru berusia tiga bulanan, usia yang masih balita. Acara di majelis ini diisi mau'izhah hasanah dan doa untuk milad salah seorang jamaah, yang diakhiri dengan makan bersama masakan khas Nusantara.
Di kesempatan ini, saya menyampaikan tentang pentingnya merintis dan memulai tradisi kebaikan, karena menjadi deposito yang pahalanya terus menerus mengalir untuk orang-orang yang merintis kebaikan tersebut. Jangan sampai merintis dan mengajak kepada tradisi buruk atau kemaksiatan, karena beban dosanya pun berlipat. "Menanggung dosa merintis kemaksiatan dan dosa orang-orang yang mengikuti atau meneruskan keburukan dan kemaksiatan tersebut," kata saya.
Hal itu juga berdasarkan hadis Nabi SAW, sebagaimana tersebut dalam kitab populer Riyadhush Shalihin karya Imam An-Nawawi.
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئٌ؛ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئٌ (رواه مسلم).
Siapa pun yang merintis dalam Islam tradisi baik, maka baginya pahala kebaikan itu dan pahala orang-orang yang melaksanakan kebaikan tersebut tanpa pahala mereka berkurang sedikit pun. Sebaliknya siapa pun yang dalam Islam merintis keburukan, maka ia menanggung dosa keburukan itu dan dosa orang-orang yang melakukan keburukan tersebut tanpa dosa mereka berkurang sedikitpun.
Hadis ini sebagai penjelas ayat Quran Surat Al-An'am ayat 164, وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى. "Tidaklah orang yang berbuat dosa menanggung dosa orang lain."
Ayat tersebut menyebutkan bahwa setiap orang yang berdosa tidaklah menanggung dosa orang lain.
Syaikh Ash-Shawi al-Maliki dalam Tafsir Hasyiyat Ash-Shawi 'ala al-Jalâlain (1992, I: 175) menjelaskan bahwa berdasarkan hadis tersebut, seseorang pun menanggung beban dosa orang lain karena sebab dirinya orang lain tersebut berbuat dosa.
Merintis kebaikan adalah dengan mengajak orang sebanyak mungkin secara berjamaah untuk melaksanakan kebaikan. Tetapi, jangan meristis keburukan dan kemaksiatan, apalagi dengan berjamaah. Karena rintisan dan tradisi baik atau buruk masing-masing ada konsekuensinya lipatan pahala untuk kebaikan, dan lipatan beban dosa untuk keburukan tersebut.
Di kesempatan yang bernilai ini pun saya pun menyerahkan wakaf buku kepada PCI Fatayat NU, yang berjudul Fikih Doa: Pedoman Berdoa Lengkap dan Fadhilahnya. Buku ini diterbitkan oleh Lembaga Dakwah PBNU, April 2018.
Saya berharap rintisan amal baik dan amal baik saudara-saudara kita yang di Hong Kong ini diberkahi dan diridhai oleh Allah SWT. Amiin.
Penulis adalah Mubaligh dan Pengurus Lembaga Dakwah PBNU yang ditugaskan berdakwah di Hong Kong.