Internasional

MWCINU Ibaraki Jepang Wadahi Perantau, Hindari Terjebak Islam Radikal

Sel, 30 Juni 2020 | 01:00 WIB

MWCINU Ibaraki Jepang Wadahi Perantau, Hindari Terjebak Islam Radikal

Para pengurus MWCINU Ibaraki dan Fatayat Ibaraki Jepang berfoto bersama usai Halal Bihalal di masjid Al-Ikhlas Kandatsu. (Foto: NU Online/Rizki)

Jepang, NU Online
Meski berada di Jepang dengan budaya yang sama sekali berbeda dari Indonesia,  namun NU tak boleh dilupakan. Justru NU harus menjadi wadah bagi orang-orang Indonesia yang berada di negeri Sakura tersebut.


Itulah yang melandasi didirikannya Majelis Wakil Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (MWCINU) Ibaraki, Jepang dua bulan lalu. Menurut Ketua MWCINU Ibaraki, Aditya Bastiyas Mulya, wadah (NU) itu penting bagi para perantau agar mereka bisa saling kenal hingga terbentuk  solidaritas  sesama anak bangsa.


“Dan yang penting mereka tidak jatuh atau bergabung dengan kelompok Islam radikal,” ujarnya saat Halal Bihalal MWCINU Ibaraki di masjid Al-Ikhlas Kandatsu, Jepang, Ahad (28/6).


Aditya menambahkan, salain sebagai wadah bersatunya anak rantau, MWCINU Ibaraki sekaligus menjadi tempat pembinaan Islam Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja). Pembinaan itu penting mengingat Jepang adalah negara super modern, yang tentu saja budaya dan pergaulannya berbeda dengan Indonesia yang notabene berpegangan pada adat ketimuran.


“Meski NU di sini (Jepang) serba terbatas, namun kami terus bergerak dengan kemampuan dan fasilitas yang terbatas. Saya yakin selama yang kita lakukan demi NU, Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari pasti di belakang membantu kita,” jelasnya.


Untuk pembinaan itu, lanjut Aditya, pihaknya akan menggelar pertemuan rutin sebulan sekali di masjid Al-Ikhlas Kandatsu.  Agendanya adalah pembacaan ratibul haddad, zikir bersama, pembacaan shalawat nabi diiringi hadrah Nusantara.


“Kami juga akan melakukan penarikan dana untuk membeli kelengkapan hadrah,” ucap pria asal Temanggung, Jawa Tengah itu.


Hal tersebut diamini oleh anggota MWCINU Ibaraki, Rizki Nur Ikhwan. Menurutnya, selain pembacaan zikir dan sebagainya, pertemuan rutin itu juga sekaligus untuk mempopulerkan hadrah, kesenian Islam yang sangat kental dengan budaya NU.


“Kami, hadrah Nusantara siap tampil dalam setiap kegiatan NU di Jepang,” ujar lelaki asal Ambulu, Jember, Jawa Timur itu.


Di tempat terpisah, Ketua PCINU (Pengurus Cabang Istiwewa Nahdlatul Ulama) Jepang, Miftakhul Huda menegaskan bahwa selain MWCINU Ibaraki, sejumlah kota juga sudah mendirikan MWCINU, yaitu Kanazawa,  Shizouka, dan Gifu. Sedangkan Tokyo dan Hokkaido akan segera menyusul.


“Mohon doanya agar bisa nambah (pembentukan MWCINU),” ungkapnya.


Menurutnya, salah satu kendala eksistensi  MWCINU di Jepang adalah rata-rata pengurusnya  berstatus sebagai jisshusei, yaitu siswa praktek magang kerja. Biasanya 3 sampai 4 tahun. Sehingga ketika kontrak telah habis, mereka pulang ke tanah air. Maka kepengurusan NU menjadi tak lengkap lagi.


“Saat pengurus pulang kampung, saat itulah terjadi kevakuman kegiatan,” jelasnya.


Pewarta: Aryudi AR
Editor: Ibnu Nawawi