Internasional

Palestina Darurat Kesehatan, Banyak Rumah Sakit di Gaza yang Kolaps Imbas Serangan Israel

Kam, 16 November 2023 | 18:30 WIB

Palestina Darurat Kesehatan, Banyak Rumah Sakit di Gaza yang Kolaps Imbas Serangan Israel

Suasana RS Indonesia di Kota Gaza terlihat pada 1 November 2023 di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Palestina Hamas. (Foto: AFP/Bashar Taleb)

Jakarta, NU Online

Serangan militer Israel di Gaza, Palestina menargetkan fasilitas umum, tak terkecuali rumah sakit. Sejumlah rumah sakit di Gaza dilaporkan kolaps lantaran serangan militer hingga pasokan bahan bakar yang menipis.


Rumah Sakit Al-Shifa, pusat medis terbesar di Gaza pun tak luput dari serangan militer Israel. Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan bahwa buldoser dan tank Israel telah menyerbu kompleks medis tersebut dari pintu barat, seperti dilansir kantor berita WAFA.


Direktur Jenderal Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, serangan militer Israel ke RS Al-Shifa sama sekali tidak dibenarkan. Ia menegaskan, rumah sakit bukanlah medan pertempuran.


“Rumah sakit bukanlah medan pertempuran. Kami sangat khawatir dengan keselamatan staf dan pasien. Melindungi mereka adalah hal yang terpenting,” ungkap Tedro pada konferensi pers di Jenewa.


Ia menyatakan, WHO telah kehilangan kontak dengan petugas kesehatan di RS Al-Shifa. Baginya, fasilitas kesehatan, petugas kesehatan, ambulans dan pasien harus dijaga dan dilindungi tidak hanya dari segala tindakan perang, tetapi juga selama perencanaan militer.


Berikut beberapa kondisi RS di Gaza yang kolaps imbas dari serangan Israel sejak 7 Oktober 2023


RS Al-Shifa

Serangan udara dan kurangnya pasokan medis, makanan, air bersih, dan bahan bakar telah mengganggu sistem kesehatan di Gaza. Rumah sakit telah beroperasi jauh melebihi kapasitasnya, lantaran melonjaknya jumlah pasien serta pengungsi warga sipil yang mencari perlindungan.


Al-Shifa, rumah sakit dengan kapasitas 700 tempat tidur itu telah berada di bawah kepungan Israel selama sepekan terakhir, sejak Kamis (9/11/2023). Dilansir WAFA, Kementerian Kesehatan Palestina menyatakan bahwa buldoser dan tank Israel telah menyerbu kompleks medis tersebut dari pintu barat. 


WHO bahkan mengatakan, pihaknya telah kehilangan kontak dengan petugas di RS Al-Shifa selama tiga hari terakhir. WHO belum menerima informasi terkini mengenai jumlah kematian atau cedera di Gaza sehingga mempersulit mereka untuk mengevaluasi fungsi sistem kesehatan.


Setidaknya terdapat 2.300 orang yang masih berada di dalam rumah sakit, sekitar 650 pasien, 200-500 staf dan sekitar 1.500 orang yang berlindung.


RS Indonesia

RS Indonesia yang terletak di Beit Lahiya, Gaza Utara lumpuh setelah pasokan bahan bakar dan persediaan obat-obatan habis. Direktur RS Indonesia Atef al-Kahlot mengatakan, rumah sakit dengan 110 tempat tidur itu hanya beroperasi pada 30-40 persen dari kapasitasnya. Ia kemudian meminta bantuan komunitas internasional.


“Kami menyerukan kepada orang-orang terhormat di dunia, jika ada di antara mereka yang masih tersisa, untuk memberikan tekanan pada pasukan pendudukan untuk memasok Rumah Sakit Indonesia dan rumah sakit lainnya di Jalur Gaza,” katanya.


Sementara itu, dalam laporan MER-C, Israel kembali membombardir area sekitar RS Indonesia, pada Selasa (14/11/2023) malam, waktu setempat. Lebih dari 3.000 warga Palestina mengungsi ke rumah sakit tersebut.


RS Al-Quds

RS Al-Quds juga terkena imbas dari perang Israel di Gaza. Menurut Organisasi Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS), pertempuran berlangsung di dekat RS Al-Quds ketika sedang dilakukan upaya untuk mengevakuasi pasien dari rumah sakit terbesar kedua di wilayah itu.


RS Al-Quds telah berjuang untuk merawat pasien, dengan akses terhadap obat-obatan, makanan dan air yang terbatas. Mereka menutup pintunya untuk pasien baru pada Ahad (12/11/2023).


“Rumah sakit dibiarkan mengurus dirinya sendiri di bawah pemboman Israel yang terus-menerus, sehingga menimbulkan risiko besar bagi staf medis, pasien, dan warga sipil yang kehilangan tempat tinggal,” kata PRCS dalam sebuah pernyataan, dikutip Al Jazeera


PRCS, yang mengelola RS Al-Quds sejak 2001, meminta pertanggungjawaban komunitas internasional dan penandatangan Konvensi Jenewa Keempat atas kehancuran total sistem pelayanan kesehatan di Gaza dan krisis kemanusiaan yang mengerikan yang diakibatkannya.


Rumah sakit lainnya di Gaza Utara
Beberapa rumah sakit di wilayah Gaza Utara seperti RS Anak Al-Nasr dan RS Khusus Anak Al-Rantisi tidak dapat lagi berfungsi tanpa akses terhadap bantuan medis. Mereka juga berada di bawah serangan Israel.


Pada Jumat (10/11/2023), puluhan pasien anak dan orang tua dievakuasi dari RS Al-Rantisi ke rumah sakit di negara tetangga, Mesir dan Yordania. Menurut PBB, masih belum jelas apa yang terjadi pada 30 anak yang masih dirawat di RS Al-Nasr.


Rumah sakit anak-anak lainnya, RS Kamal Adwan di Gaza Utara juga menghentikan operasinya setelah generator utamanya kehabisan bahan bakar, kata Direktur Rumah Sakit Ahmed al-Kahlout.


Sementara itu, RS Al-Awda telah kehabisan bahan bakar. RS Persahabatan Turki-Palestina, yang dikelola oleh Universitas Islam Gaza berhenti beroperasi pada Senin (30/10/2023) setelah serangan udara, lalu kehabisan bahan bakar dan obat-obatan. Namun, Israel membantah menyerang rumah sakit tersebut, satu-satunya fasilitas pengobatan kanker di Gaza.

 

Sebagai wujud kepedulian bagi warga Palestina, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui NU Care-LAZISNU mengajak masyarakat untuk menyalurkan bantuan dana kemanusiaan yang dapat disalurkan via rekening BSI 7015 654 583 a/n PP LAZIS NU Non Zakat atau rekening BCA 0680 1926 77 a/n Yayasan Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah NU. Bantuan juga dapat disalurkan melalui tautan https://nucare.id/program/pedulipalestina.