20 Persen APBN untuk Pendidikan: Cukupkah Wujudkan Kualitas dan Pemerataan?
NU Online · Selasa, 22 Juli 2025 | 14:30 WIB

Ketua Komisi XI DPR RI Muhammad Misbakhun saat menyampaikan keterangan kepada awak media usai rapat dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (22/7/2025). (Foto: NU Online/Fathur)
M Fathur Rohman
Kontributor
Jakarta, NU Online
Pemerintah setiap tahunnya mengalokasikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk sektor pendidikan. Angka itu bukan sekadar target teknokratis, melainkan amanat langsung dari konstitusi.
Namun, kenyataannya dana sebesar belum cukup menjamin kualitas dan pemerataan pendidikan di tanah air.
Hal itu diungkap Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun. Ia menyoroti anggaran pendidikan yang selama ini dialokasikan dan direalisasikan. Dalam rapat kerja bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, ia menegaskan bahwa pembahasan anggaran pendidikan bukan hanya soal angka, tapi juga tentang hak rakyat dan masa depan bangsa.
"Kita ingin mandat konstitusi itu dijalankan, tanpa mengurangi hak-hak rakyat yang lain. Tapi yang lebih penting adalah bagaimana anggaran pendidikan itu benar-benar terserap dan dirasakan manfaatnya,” ujar Misbakhun usai rapat dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (22/7/2025).
Menurut Misbakhun, meski pemerintah telah mengalokasikan 20 persen APBN untuk pendidikan, pelaksanaannya di lapangan masih menghadapi tantangan. Ia menyinggung model distribusi anggaran yang terbagi dalam dua struktur yaitu above the line dan below the line.
“Pemerintah memang menempatkan sebagian di belanja langsung, dan sebagian lagi dalam bentuk pembiayaan seperti dana abadi pendidikan. Tapi apakah semua itu efektif menyentuh kebutuhan nyata di sekolah-sekolah? Itu yang jadi perdebatan kita di DPR,” jelasnya.
Dana abadi pendidikan yang dikelola pemerintah, seperti beasiswa LPDP, dana pesantren, dan riset menurutnya penting. Namun, pengawasan dan pemerataan menjadi krusial agar tidak hanya dinikmati oleh segelintir kelompok.
Sebagai mitra kerja Kementerian Keuangan, DPR menegaskan komitmennya dalam mengawal realisasi anggaran pendidikan. Misbakhun menolak anggapan bahwa parlemen hanya menjadi tempat stempel anggaran pemerintah.
"Kami ini mewakili fraksi, mewakili rakyat. Pandangan kami dalam paripurna bukan formalitas. Itu bagian dari kontrol agar pemerintah menjalankan kewajibannya sesuai konstitusi," katanya.
Menurut Misbakhun DPR juga terus mengevaluasi kesenjangan antara alokasi dan realisasi anggaran. Ia menyebut bahwa fungsi kontrol yang dijalankan DPR bukan untuk menghambat, melainkan untuk memastikan bahwa setiap rupiah uang negara bekerja untuk rakyat.
Meski laporan keuangan pemerintah meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK, kenyataan di lapangan seringkali berkata lain. Di berbagai daerah, masyarakat masih menghadapi gedung sekolah rusak, kekurangan guru, hingga keterbatasan akses internet untuk pembelajaran.
Hal inilah yang menurut Misbakhun menjadi pengingat bahwa keberhasilan anggaran bukan diukur dari laporan keuangan semata, tetapi dari sejauh mana masyarakat merasakan manfaatnya.
"APBN itu harus dikelola dengan efisien, berdaya guna, dan memenuhi rasa keadilan. Pendidikan adalah investasi jangka panjang bangsa ini. Tidak boleh setengah hati," tegasnya.
Terpopuler
1
Guru Madin Didenda Rp25 Juta, Ketua FKDT: Jangan Kriminalisasi
2
Workshop Jalantara Berhasil Preservasi Naskah Kuno KH Raden Asnawi Kudus
3
LBH Ansor Terima Laporan PMI Terlantar Korban TPPO di Kamboja, Butuh Perlindungan dari Negara
4
Rapimnas FKDT Tegaskan Komitmen Perkuat Kaderisasi dan Tolak Full Day School
5
Ketum FKDT: Ustadz Madrasah Diniyah Garda Terdepan Pendidikan Islam, Layak Diakui Negara
6
Dukung Program Ketahanan Pangan, PWNU-HKTI Jabar Perkenalkan Teknologi Padi Empat Kali Panen
Terkini
Lihat Semua