Nasional

Mahasiswa Bersama Koalisi Masyarakat Sipil Kepung DPR Gelar Aksi Tolak Pengesahan RKUHAP

NU Online  ·  Selasa, 22 Juli 2025 | 17:30 WIB

Mahasiswa Bersama Koalisi Masyarakat Sipil Kepung DPR Gelar Aksi Tolak Pengesahan RKUHAP

Ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi menggelar aksi penolakan terhadap pengesahan RKUHAP di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (22/7/2025). (Foto: NU Online/Fathur)

Jakarta, NU Online

Ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), UIN Syarif Hidayatullah, Universitas Diponegoro, hingga UPN Veteran Jakarta menggelar aksi protes di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (22/7/2025). 


Mereka menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang dinilai cacat prosedur dan mengancam hak-hak dasar warga negara.


Daniel Winarta dari LBH Jakarta salah satu orator aksi yang juga perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil, menyampaikan sejumlah kritik tajam terhadap proses legislasi yang sedang berlangsung.


"Kami hadir hari ini karena negara gagal menjamin proses hukum yang adil bagi warganya. RKUHAP ini disusun secara terburu-buru dan minim partisipasi bermakna. Kami tidak ingin hukum hanya berpihak pada kekuasaan," tegas Daniel.


Ia menyoroti bahwa pembahasan RKUHAP sangat tidak transparan dan menyingkirkan partisipasi publik.


"Proses pembahasan yang dilakukan tertutup, minim ruang dialog, dan hanya melibatkan segelintir pihak adalah pengkhianatan terhadap prinsip demokrasi. Padahal, ini menyangkut nasib jutaan rakyat yang bisa terjerat sistem peradilan," lanjutnya.


Daniel juga menekankan bahwa revisi KUHAP seharusnya memperkuat posisi rakyat dalam menghadapi aparat penegak hukum, bukan sebaliknya.


"Kalau RKUHAP ini disahkan, maka ruang perlindungan hukum akan makin menyempit. Keadilan bukan cuma soal hukum tertulis, tapi soal bagaimana hukum melindungi yang lemah. Dan dalam draf RKUHAP, yang lemah justru makin tak punya daya," terangnya.

 
Ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi menggelar aksi penolakan terhadap pengesahan RKUHAP di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (22/7/2025). (Foto: NU Online/Fathur)
 

Senada dengan Daniel, Ketua BEM Universitas Indonesia Zayyid Sulthan Rahman menyebut substansi RKUHAP bermasalah dan patut ditinjau ulang secara menyeluruh. Ia meminta DPR menunda pengesahan dan membuka ruang dialog publik yang lebih luas.


"Kita merasa bahwa substansi dalam RKUHAP ini bermasalah dan harus segera dibahas ulang. Harus ditunda, kita menolak substansi dan prosesnya," ujar Zayyid.


Ia mengungkapkan bahwa terdapat lebih dari 1.600 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang hanya dibahas dalam waktu dua hari.


"Itu sangat bermasalah dan tidak bisa ditoleransi. Ini bukan partisipasi yang bermakna, ini hanya formalitas belaka," ucapnya.


Zayyid juga menyinggung dampak RKUHAP bagi masyarakat kecil yang tak paham hukum dan tidak memiliki akses advokasi yang layak.


"Rata-rata orang yang terkena kasus pidana adalah mereka yang tidak mengerti hukum. Di sinilah pentingnya posisi advokat yang harus diperkuat. Tapi dalam draf RKUHAP ini, justru aparat yang diberdayakan, bukan advokat,"


Menurutnya, jika kekuatan antara advokat dan aparat tidak seimbang, masyarakat sipil akan terus menjadi korban. "Ketika advokat bisa diseimbangkan kekuatannya dengan aparat, masyarakat bisa mendapat penjaminan. Itu yang kami dorong ke DPR. Harus ada pembahasan bagaimana memberdayakan advokat, bukan hanya memperkuat aparat," tegasnya.


Aksi mahasiswa diwarnai poster-poster kritis dan yel-yel penolakan terhadap RKUHAP. Mereka menuntut agar DPR menghentikan pembahasan dan membuka kembali ruang partisipasi dengan melibatkan masyarakat sipil secara luas.