Nasional

RKUHP Sah, Berisik Tengah Malam dan Ganggu Tetangga Didenda Rp10 Juta

Jum, 9 Desember 2022 | 07:00 WIB

RKUHP Sah, Berisik Tengah Malam dan Ganggu Tetangga Didenda Rp10 Juta

Ilustrasi hukum dan KUHP. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang disahkan DPR pada rapat paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (6/12/2022) terus menuai polemik di masyarakat lantaran masih banyak pasal bermasalah dan berpotensi kriminalisasi.


Salah satunya mengenai aturan melarang sesorang bertindak hingar-bingar hingga menganggu tetangga pada malam hari. Larangan ini termuat dalam draf RKUHP paragraf 8 tentang Gangguan terhadap Ketenteraman Lingkungan dan Rapat Umum. 


Ketentuan ini juga diatur dalam Pasal 265 berbunyi, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II (maksimal Rp10 juta) Setiap Orang yang mengganggu ketenteraman lingkungan dengan:

 
  1. membuat hingar-bingar atau berisik tetangga pada Malam; atau
  2. membuat seruan atau tanda-tanda bahaya palsu.


Pengertian malam hari dijelaskan pada draf RKUHP Pasal 186 yaitu waktu di antara matahari terbenam dan matahari terbit.


Dalam RKUHP tersebut juga dijelaskan mengenai frasa “tanda-tanda bahaya palsu”.


“Yang dimaksud ‘tanda-tanda bahaya palsu’ misalnya, orang berteriak ada kebakaran padahal tidak terjadi kebakaran atau memukul kentongan tanda ada pembunuhan atau pencurian padahal tidak terjadi pembunuhan atau pencurian,” bunyi penjelasan tersebut.


Hukuman serupa juga berlaku bagi pelaku vandalisme seperti mencoret-coret dinding. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 331 RKUHP. Pelanggaran semacam itu masuk dalam kategori II yang dendanya berkisar Rp10 juta.


“Setiap orang yang di tempat umum melakukan kenakalan terhadap orang atau barang yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, atau kesusahan, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II," demikian bunyi pasal tersebut.


Selain itu, dijelaskan bahwa perilaku kenakalan ini tidak dapat dijatuhi hukuman penjara, karena ia masuk dalam kategori pidana II.


“Jika penyitaan dan pelelangan kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3) tidak cukup atau tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, pidana denda yang tidak dibayar tersebut diganti dengan pidana penjara, pidana pengawasan, atau pidana kerja sosial dengan ketentuan pidana denda tersebut tidak melebihi pidana denda kategori II,” ungkap pasal itu lagi.


Kontributor: Suci Amaliyah

Editor: Fathoni Ahmad